duapuluh - Mbak Nella dan Pak Dadan

238 54 57
                                    


-

Seseorang memasuki kamar mandi siswa dengan sangat hati-hati. Sesekali melihat ke arah sekitar, memastikan bahwa tidak ada yang menyaksikannya.

"Berapaan Zil?"

"Tiga ribuan. Cepetan"

"Aing nyokot tilu. Yeuh"
[* Gue ambil tiga. Nih]

"Eweuh balikanana"
[* Gaada kembaliannya]

"Ngke weh di mang Aji"
[* Nanti aja di mang Aji]

"Sip. Tawaran barudak, keneh aya lima kitu"
[* Sip. Tawarin anak-anak, masih ada lima gitu]

"He'euh siap. Aing tiheula nya"
[* Iya siap. Gue duluan ya]

"Yo. Nuhun!"
[* Yo. Makasih!

-

Dangdutan saat jam istirahat memanglah pilihan yang tepat. Coba lihat, tidak ada guru yang sedang mengajar, tidak ada pula guru caper yang suka jalan-jalan di sekitar koridor kelas hanya untuk mengadu kepada guru kesiswaan kalau-kalau ada murid-murid yang bertingkah aneh.

"Kendang Jan!"
Teriak Azil kepada Fauzan dari atas meja barisan paling belakang. Berdiri tegap dengan percaya diri, yakin bahwa seluruh semesta sedang menyaksikannya saat ini.

Seakan mendapat sinyal, Fauzan kini dengan lincah memukul-mukul meja seirama dengan musik dangdut yang berasal dari speaker kelas. Tentu saja dihubungkan dengan aplikasi spotify premium dari ponsel Azil. Karena yang lain tidak premium, sayang uang katanya.

"Ehh gaada mic nya!"
Seru Azil sedikit panik karena sebentar lagi reff lagunya akan muncul sementara tangannya masih kosong belum menemukan benda untuk ia jadikan mic. Tanpa mic, pertunjukan ini tidak akan ada artinya.

"Tangkap bang Ipul!!"
Seru Hadi dari bawah melempar botol minum plastik yang entah milik siapa kepada Azil.

"Nice catch!"
Tambah Ilan saat Azil berhasil menangkap botol minum lemparan Hadi yang kini berhasil menjelma menjadi mic.

"Everybody sing with me! Jangankan untuk bertemuu~!!"
Seru Azil sembari memegang botol minum. Wajahnya ia buat se ekspresif mungkin agar mendalami lagunya.

"Bertemu~!!"
Sahut anak-anak kelas yang lain dari bawah seakan menjadi backing vocal.

Kalau Azil, Hadi, Fauzan dan Ilan sudah dangdutan seperti ini, tidak ada alasan lagi untuk yang lain tidak bergabung. Entah mengapa ketika keempat bocah itu sudah menyalakan musik dangdut, atmosfernya langsung beda. Seperti diguyur air dingin, segar.

Tidak jarang juga beberapa murid dari kelas sebelah yang sedang bolos pelajaran suka ikut masuk ke kelas IPS 3. Kelas ini lebih seru, katanya.

"Memandang pun saja sudah tak bolehhh~!"
Lanjut Azil membesarkan volume suaranya.

"Tak boleh~!"

"Apalagi bernyanyi bersama bagai hari laluuu~~"
Dengan lihai Azil menggerakkan pinggulnya ke kanan dan ke kiri. Berjoget asyik di atas meja bersama Ilan yang kini sudah ikut naik ke atas meja yang sama.

"HEH AWAS MEJANYA ROBOH!!"

"TARIK MAMANG"

"JANGAN KASIH KENDOR!!"

"ASELOLE"

"LANJUT DI!"
Seru Azil kepada Hadi yang sudah naik ke atas bangkunya.

"Jangankan mengirim surat~!!"
Kini Hadi yang penuh gairah menyanyikan bait berikutnya.

Kali ini Hadi bersama gagang sapu yang sudah patah karena kelakuan anarkis anak-anak IPS 3. Ia jadikan benda itu sebagai standing mic walau panjang nya tidak sampai ke pijakan kakinya.

"Mengirim surat~!"
Sahut anak-anak kelas yang lain. Tentu saja Kaleya ikut bernyanyi, secara bangkunya pun ada di barisan paling belakang.

"Menitip salam pun sudah tak boleh~!"

"Tak bolehh~!"

"Ternyata memang kau tercipta bukan untukkuuu,, oohhh~~!!"
Kini giliran semuanya ikut bernyanyi di bait terakhir dari reff pertama.

"Aduh IPS 3 rajin ya dangdutannya"

Sekejap seisi kelas langsung hening. Hanya terdengar suara musik dangdut dari speaker kelas sebagai latarnya.

Bentar dulu ya mbak Nella, ada Pak Dadan masuk ke kelas!

"Eh, ikutan pak? Hehehe.."
Tawar Azil.

Dengan sedikit panik, Azil dan Ilan turun dari atas mejanya. Tangan Azil sedikit gemetar merogoh saku celana seragamnya untuk mengambil ponselnya lalu mematikan musik yang masih diputar. Aneh sekali suasananya, ada pak Dadan tapi mbak Nella Kharisma masih bernyanyi.

Lagian kenapa pak Dadan tiba-tiba datang sih? Bikin dangdutan hari jadi sedikit dagdigdug.

"Ngga ah, Bapak mah cuma mau manggil Mahaziel"
Ucap guru kesiswaan itu masih berdiri di depan papan tulis, dengan kedua tangan yang ia simpan di belakang badannya.

Pak Dadan adalah guru kesiswaan di sekolah ini. Beliau sebenarnya ramah, sangat ramah malah. Mudah berbaur juga dengan murid-muridnya. Namun bila sudah menyangkut murid yang melanggar aturan sekolahnya, tidak segan ia dengan mulut tajamnya memarahi mereka-mereka yang berpotensi merusak nama baik sekolah. Tanggung jawab dong, dengan jabatannya.

"Saya pak? Ada apa pak?"
Tanya Azil menunjuk dirinya sendiri. Berusaha terlihat santai.

Murid-murid lain pun ikut kebingungan sambil bolak-balik memperhatikan Azil dan Pak Dadan. Ada yang sudah duduk di bangkunya masing-masing, ada juga yang masih berdiri terpaku kebingungan dengan situasi yang sedang terjadi di kelasnya.

"Ikut bapak ke ruang wakasek sekarang"

"Hah, kenapa pak?"

"Eehhh.. Udah ikut aja cepetan"
Titah Pak Dadan kini berjalan keluar kelas dengan posisi tangan yang sama.

Azil yang sudah mulai paham pun menghela napasnya setelah tadi sempat berpikir maksud apa pak Dadan memanggilnya. Kemudian menuruti perintahnya tadi dengan raut wajahnya yang kini terlihat sangat jengkel. Namun sebelum berhasil berjalan ke arah pintu kelas, pergelangan tangannya ditahan oleh Kaleya.

"Kenapa lagi?"
Tanya gadis itu kebingungan.

"Si Bara cepu inimah.."
Jawabnya kesal. Sambil menyimpan botol minum yang sedari tadi masih ada di genggamannya.

"Emang kenapa??"
Tanya gadis itu lagi.

"Ayo Haziel.."
Ucap Pak Dadan dengan badannya yang setengah masuk ke dalam kelas.

"Iya pak..."
Azil melepas pelan genggaman tangan Kaleya.

"Ntar aing kasih tau"
Ucapnya lagi sebelum benar-benar meninggalkan kelas.

"Kenapa sih, Di?"
Kini Kaleya berjalan menghampiri meja Hadi.

"Lahh ga tauu"
Jawabnya sama-sama kebingungan.

Kaleya jadi semakin penasaran. Sebab waktu itu saat terakhir kali Azil dipanggil ke wakasek, itu karena Azil kedapatan merokok di wc sekolah. Walaupun hanya melakukannya dua kali, bocah itu tetap dapat surat peringatan.

Sebenarnya tidak jarang ia merokok di wc sekolah bersama teman-teman tongkrongannya yang lain. Mau bagaimana lagi, perokok kalau sudah sakau suka tidak mengenal tempat.

Tapi nasib baik, ketahuannya hanya dua kali. Ternyata banyak guru yang masih dermawan. Mereka hanya mengingatkan Azil dan beberapa temannya yang lain agar cepat menyelesaikan kegiatan merokoknya, supaya tidak ketahuan guru kesiswaan.

Namun entah mengapa kali ini perasaan Kaleya malah tidak enak. Apalagi tadi Azil dipanggil langsung oleh Pak Dadan.















































kenapa cik si Ajil

Shady | Lee Haechan ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang