vote & commentnya ditunggu bgt 🥺
-
▪︎ | 2019 | ▪︎
Setelah kepergian papah, Azil dan Selene memutuskan untuk kembali tinggal di rumah lamanya sementara ini. Setidaknya sampai kondisi mamah membaik.
Sebenarnya mamah sudah bisa dikatakan lebih baik dari sebelum nya. Tidur dan makannya sudah mulai teratur, sesekali mamah pergi keluar rumah bersama teman-temannya untuk sedikit menenangkan pikirannya. Bahkan mamah sudah berencana pindah ke Jakarta. Agar bisa lebih cepat melupakan kepergian papah, katanya. Lagian anak-anak nya pun sudah tinggal sendiri-sendiri.
Kini Selene masih duduk memperhatikan tv yang siarannya tidak ia tonton sama sekali. Menunggu mamah pulang. Tumben sekali sudah jam sepuluh mamah belum pulang juga.
Panjang umur, mamah memutar kunci pintu rumah saat jam dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh lebih tiga puluh menit. Namun kedatangan mamah malah buat Selene kaget.
"Kok belum tidur, teh?"
Ucap mamah begitu memasuki rumah dan melihat Selene yang menghampiri mamah ke ruang tamu.Selene mengedarkan pandangannya dulu sebentar. Memastikan Azil sudah berada di ranjang nya dan tidak sedang berkeliaran di lantai bawah. Kemudian Selene menarik pelan lengan mamah agar wanita itu menghadapnya.
"Mamah minum?!"
Tanya Selene pelan sebisa mungkin agar tidak membuat kegaduhan. Dari jarak satu meter pun bau alkohol dari tubuh mamah sudah tercium.Seolah tertangkap basah, mamah menundukkan kepalanya. Matanya ia kedipkan beberapa kali.
"Mah, jawab teteh.."
"Dikit doang teh.."
"Astagfirullah mah.."
Mamah melepaskan genggaman tangan Selene pada lengannya dan duduk di sofa ruang tamu dengan wajah nya yang masih menghadap ke bawah."Mamah belum bisa lupain papah sama Dhika teh.."
Selene menghela napasnya, kemudian mengambil duduk di tempat kosong sebelah mamah.
"Tapi bukan kaya gini caranya mah,, Papah sama Dhika itu buka dilupain, tapi diikhlasin mah..."
Ucapnya lembut seraya meraih kedua tangan mamah yang semakin keriput."Mamah belum bisa tehhh..."
Tangis mamah pecah. Kemudian disusul pula dengan tangis Selene.Mau bagaimana pun terkadang Selene juga masih belum percaya fakta bahwa papah dan Dhika pergi begitu saja untuk selamanya dari kehidupannya. Dari kehidupan mamah dan Azil.
Selene meraih tubuh mamah yang semakin hari semakin kurus untuk masuk ke dalam dekapannya. Kemudian jadi sama-sama mengisak.
Tidak tahu bahwa dibalik tembok pemisah antara ruang tamu dan ruang tv, terdapat Azil yang juga menangis dibalut sepi sambil memeluk kedua lututnya.
-
▪︎ | 2020 | ▪︎
Sudah seminggu semenjak kejadian di kosan Azil. Namun bocah itu malah semakin murung tiap hari nya. Padahal sebelum-sebelum nya Azil akan bersikap seperti biasa lagi ketika setelah terjadi peristiwa yang sama.
Kini jarum pada jam dinding kelas sudah mengarah pada angka dua. Satu jam lagi bel pulang sekolah, namun bu Sumi malah memberi dua puluh soal matematika beranak yang harus selesai hari ini juga. Diulangi, soalnya beranak.
"Dah gila anjeng si Sumiyati! Mana cuma sejam"
Gerutu Kaleya pelan yang kelihatan super stress melihat angka-angka di lembar kertas soal yang mencekik otaknya.Kaleya sebenarnya ingin meminta jawaban kepada Azil yang meja nya berada tepat di sebelah kanannya. Namun raut wajah Azil yang sedari tadi pagi ditekuk membuat Kaleya mengurungkan niat nya.
"Sst!"
"Sstt heh!"
"Heh, Mandra!"
Kaleya menengok kepada Azil. Oh, ternyata Azil memanggil Kaleya."Cepetan sini!"
Ucap Azil sesekali mencuri pandang ke arah meja guru, memastikan bu Sumi tidak menyadari apa yang sedang terjadi di barisan pojok belakang. Sambil menepuk bangku kosong di sebelah nya karena hari ini teman sebangku Azil, Hadi sedang beruntung tidak masuk sekolah.Kaleya pun ikut memandang ke arah meja guru. Nasib baik, guru yang perawakannya kurus dengan kacamata yang menghiasi wajahnya kini sedang fokus memainkan permainan shopee candy. Terdengar jelas suaranya. "Hebaatt, Luar biasaa".
Gadis itu kini beranjak dari bangkunya, berjalan sambil berjongkok untuk bisa sampai ke meja Azil.
"Mana sini"
Azil merebut kertas soal Kaleya begitu gadis itu berhasil menempatkan dirinya di bangku kosong sebelahnya.Ia salin seluruh jawaban yang ada di kertas soalnya ke kertas soal Kaleya. Begitu pula dengan cara-caranya yang bahkan lebih panjang dari soal itu sendiri.
Kaleya hanya bisa tersenyum lega sambil memandangi Azil yang sibuk mengisi kertas soalnya. Namun kemudian jadi berpikir.
Sejak kapan Azil se wangi ini?
Wangi badan Azil tercium jelas di indra penciuman Kaleya. Secara jaraknya dengan Azil kini hanya sekitar tiga puluh sentimeter. Bukan tipe wangi maskulin yang begitu menyengat dan buat pusing. Entah kenapa hidung nya malah nyaman menciumi aroma ini.
Kaleya juga jadi bingung. Sejak kapan pula penampilan Azil tidak lusuh seperti biasa di pandangan Kaleya. Padahal biasanya Azil malah terlihat seperti anak terlantar yang minta dikasihani.
Tiba-tiba Kaleya merasa seperti ada sengatan elektrik di dadanya. Aneh sekali. Biasanya Kaleya malah akan merasa biasa saja berada di dekat Azil. Tapi hari ini kenapa berbeda.
"Aing emang ganteng Kal, gausah diliatin serius gitu"
Ucap Azil namun pandangannya masih fokus pada kertas soal. Seakan sadar tatapan manik mata Kaleya begitu melekat pada wajahnya.Membuat Kaleya mengalihkan pandangannya jadi ke depan, sambil menyatukan alisnya. Dada nya malah jadi berdegup lebih kencang dari sebelumnya.
"Pede pisan siaa"
[* Pede banget lo]
Jawab Kaleya.Azil malah jadi terkekeh memperhatikan Kaleya yang salah tingkah.
"Nih, udah. Aing ngumpulin duluan ya"
Azil mengoper kertas soal Kaleya lalu bangkit dari duduk nya.Kaleya hanya memperhatikan kepergian Azil. Ada apa dengan Azil hari ini. Kenapa pandangannya terhadap Azil berbeda kali ini.
"Gak gak. Mikir apaansi Kal. Gaada ceritanya lo pacaran sama sahabat sendiri"
Ucap Kaleya kepada dirinya sendiri sebelum akhirnya berdiri dan mengumpulkan kertas soalnya ke depan, bersamaan dengan siswa-siswi lainnya.•
•
•
udah makin jelas belum keluarga Ajil?
kasih foto teh Selene dulu ah
nuju cing ogo si teteh, ngantosan si Ajil meuni lila.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shady | Lee Haechan ✔
Roman pour Adolescents[completed] Bandung bagi Azil bener-bener ga kehitung deh seberapa berharganya. Dari Bandung, cowok itu jadi belajar banyak tentang kehidupan. Kenangan yang sudah pahit, jangan dibuang sepenuhnya. Cukup diingat, tapi jangan juga terlalu larut. Lalu...