-"Gimana teh?"
Azil menghampiri Selene yang sedang berjalan santai, baru keluar dari ruang kepala sekolah. Namun matanya tidak bisa berbohong. Sangat sinis. Apalagi kini Azil diperhatikan dari ujung kepala hingga ujung kakinya. Sudah persis seperti guru mata pelajaran ekonominya yang terkenal karena galak."Punteun, ditanya loh ini.."
Selene menghentikan langkahnya di depan Azil. Lalu menghela napasnya."Kurang, uang dari teteh?"
Selene malah bertanya balik. Membuat bocah itu jadi cengar-cengir sendiri, salah tingkah."Buat apasih Jel? Mabok?"
"Nggaaa! Terahir Ejel minum pas waktu ST ke bali doang ko teh, sumpah!"
Elak Azil membulatkan matanya sedikit terkejut dengan pertanyaan Selene. Dengan jari telunjuknya yang ia hentak-hentakkan di belakang daun telinganya. Khas orang sunda kalau sedang bersaksi.Selene mengerlingkan matanya ke atas. Sudah pasrah dengan adiknya ini.
"Ck.. Di skors tiga hari"
Jawabnya"Alhamdulillah.."
"Kok Alhamdulillah?!!"
"Eh iya.. Astagfirullah.. Tapi Ejel kira bakal di dropout tau, teh. Udah panas dingin"
Balasnya.Kini keduanya berjalan berdampingan menuju parkiran depan. Melewati kantin sekolah yang sangat Selene rindukan. Selene masih hafal betul tempat dimana ia duduk bersama teman-temannya di kantin dulu. Ah, Selene rindu sekolah.
Dulu masih bisa santai-santai, pergi bersama teman-teman sepulang sekolah. Sekarang mah, mana bisa? Kerjaan di meja kantor saja sudah menumpuk tinggi. Ditambah adiknya yang selalu buat ulah. Mau pecah kepala Selene.
"Besok kita ke Jakarta, nengok mamah"
Ucap Selene ketika keduanya sudah berada di depan mobil Selene."Ih! Jangan dilaporin atuh!"
Keluh Azil tidak setuju. Selene jadi menghela napas."Mamah sakit, gamau ngejenguk?"
"Hah? Kenapa?"
Ekspresi bocah itu kini berubah jadi terkejut."Demam kata tante Jess, kecapean kayanya"
Jelasnya. Kemarin Selene baru dapat pesan dari tante Jess, adiknya mamah. Katanya, mamah sakit."Kerjaannya mabok, gimana ga sakit.."
Celetuk Azil sembarangan."Heh! Dijaga mulutnya! Masuk neraka baru tau rasa, kamu"
Azil cemberut. Ini juga salah satu faktor kenapa Azil tidak bisa membenci mamah. Selene berkali-kali menyadarkan Azil. Bahwa mamah tetaplah mamah.Tidak sepantasnya cowok itu membenci seorang wanita yang rela mati-matian mengorbankan dirinya untuk mengandungnya selama kurang lebih sembilan bulan. Orang tua tetaplah orang tua.
"Yaudah, teteh balik ke kantor. Kamu kalo gabut lagi di skors ke apart teteh aja, banyak makanan"
Selene mengeluarkan tiga lembar uang berwarna biru dari dalam tasnya dan memberikannya kepada Azil."Tiati teh"
Azil menyalami tangan tetehnya itu sebelum ia kembali masuk ke area sekolahnya."Tiga hari ya?.. Hmm, ngapain ya kita.."
Gumamnya sembari berjalan.-
-
-
Selene turun dari mobilnya. Hari ini ia biarkan Azil yang menyetir. Katanya, itung-itung belajar menyetir jarak jauh. Azil nya sih kelewat senang. Akhirnya bisa sombong kepada Raka kalau dirinya sudah bisa bawa mobil ke Jakarta.
Selene berjalan memasuki pekarangan rumah tantenya lebih dahulu sambil menenteng beberapa kantong keresek berisikan kue bolu dan buah-buahan. Sementara Azil masih sibuk merapikan rambutnya di depan kaca mobil setelah tadi ia turun. Tadi pagi buru-buru, jadi tidak sempat keramas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shady | Lee Haechan ✔
Подростковая литература[completed] Bandung bagi Azil bener-bener ga kehitung deh seberapa berharganya. Dari Bandung, cowok itu jadi belajar banyak tentang kehidupan. Kenangan yang sudah pahit, jangan dibuang sepenuhnya. Cukup diingat, tapi jangan juga terlalu larut. Lalu...