Dengan langkah besar Jeffrey mendekati meja Joanna dan mulai menggeser tubuh Jeno agar sedikit menjauh dari perempuan yang dia suka."Ustadz mau makan di sini. Boleh, kan?"
Tanya Jeffrey sembari menatap Jeno yang sedang menatap teman-temannya penuh tanya. Pasalnya dia tidak tahu apa-apa dan tiba-tiba saja tubuhnya digester oleh Ustadz Jeffrey dan kawan-kawan.
Iya, Johnny dan Dimas ikut makan di meja mereka. Hingga membuat Jeno akhirnya duduk di kursi dekat jalan karena Dimas dan Johnny ikut duduk di samping Jeffrey sekarang.
Rumi dan Yeri tampak terkejut tentu saja. Apalagi ini adalah kali pertama para Ustadz ikut makan di meja para satri tanpa ada tujuan.
Maksudnya, biasanya para santri dan Ustadz maupun Ustadzah makan di meja yang sama jika sedang melakukan rapat. Tetapi ini tidak, tentu mereka terkejut sekarang.
"Ada apa Ustadz? Pesantren mau ngadain acara?"
Tanya Haikal pada para Ustadz di depannya.
"Iya, acara nikahan salah satu Ustadz dengan santriwatinya. Kalian harus datang, ya? Nyumbang lagu kalau bisa."
Jawaban Dimas membuat Jeffrey panas dingin sekarang. Pasalnya dia takut Joanna marah padanya.
"Ih! Serius? Siapa? Ustadz Jeffrey sama Ning Rosa, ya?"
Tanya Haikal antusias, hingga membuat Reno dan Jeno juga ikut menatap mereka penuh binar.
"Sudah kuduga, kemarin aku dengar kalau Nyai Airin sedang menitipkan banyak daftar belanjaan pada Ustadzah Jeni, mungkin itu untuk membuat seserahan nanti. Ahh, tidak sabar. Aku mau makan putu ayu lagi."
Reno tampak senang, tawanya bahkan sangat lebar hingga kedua matanya tidak terlihat.
Jeffrey mulai gelagapan, dia takut Joanna semakin salah paham karena mengira dia sedang mempermainkan dirinya.
"Wah, selamat Ustadz. Tapi tolong ini jangan dekat-dekat! Nanti Ning Rosa cemburu padaku. Haikal, pindah tempat duduk denganku, ya?"
Haikal mengangguk cepat dan langsung bertukar tempat duduk dengan Joanna. Hingga saat ini urutan duduknya adalah Rumi, Yeri, Joanna, dan Reno. Sedangkan di depan mereka ada Haikal, Jeffrey, Dimas, Johnny dan Jeno.
Acara sahur hari ini berlangsung hikmat karena Jeffrey merasa kesal akibat fitnahan orang-orang.
Berbeda dengan Joanna yang tampak biasa saja karena sedang berusaha menghabiskan makanannya cepat-cepat.
"Saya tidak ada hubungan apa-apa dengan Ning Rosa. Kalian salah paham. Kalau tidak percaya tanya saja sendiri dengan orangnya."
Cicit Jeffrey tiba-tiba setelah Rosa melewati meja mereka.
Rosa berhenti berjalan setelah mendengar namanya disebut oleh seseorang.
"Ada apa?"
"Ini Ning, katanya Reno dia melihat Nyai Airin sedang menitipkan banyak belanjaan pada Ustadzah Jeni. Dia berasusmi kalau itu untuk acara pernikahan Ning Rosa dengan Ustadz Jeffrey."
Rosa terkekeh geli semabari menatap Reno dan Jeffrey.
"Bukan, itu untuk acara lain. Nanti kalian juga tahu sendiri. Tapi untuk yang tadi. Doakan saja, ya? Semoga hal-hal baik lekas terjadi. Permisi."
Setelah Rosa pergi, Haikal dan Reno heboh sendiri. Keduanya kompak menujuk Jeffrey sesekali mencie-cie kan mereka saat ini.
"Kode Ustadz! Peka dong! Itu Ning Rosa udah ngasih kode gitu masa gak digas?"
Haikal memang kurang ajar, Yeri saja sampai takut kalau Jeffrey murka dan mulai membalikkan meja. Karena saat ini dia tengah menampakkan raut wajah marah hingga telinganya memerah.
Joanna diam saja, dalam hati dia mengumpati Jeffrey yang memang seorang playboy kampungan.
Cih! Dikira aku tergoda. Maaf Ustadz! Tipeku Jung Jaehyun NCT, bukan Ustadz Jeffrey.
8. 10 AM
Seperti biasa, pagi ini Jeffrey memiliki jadwal mengajar di kelas Joanna hingga siang. Selama mengajar dia tidak fokus karena Joanna yang duduk paling depan sesekali menatap dirinya setiap selesai mencatat di papan.
Kelas sudah selesai, para santri sudah kembali ke kamar masing-masing untuk persiapan sholat dhuhur dan mengaji.
"Ustadz, terima kasih untuk kemarin."
Jantung Jeffrey berdebar, perlahan dia mendongak dan menatap Joanna yang sedang berdiri di depannya sembari mengulurkan aplop putih yang berisi tiga lembar uang berwarna merah.
"Ini untuk apa? Kemarin saya ikhlas, saya tidak mau terima. Kamu simpan saja."
Tolak Jeffrey sembari mendorong tangan Joanna yang masih memegang amplop tadi.
"Saya juga ikhlas. Saya tidak mau hutang budi, tolong diterima. Saya tidak mau Ustadz berpikir kalau saya ini gampangan dan mudah didekati. Tolong jangan seperti ini lagi Ustadz, saya tidak suka."
Setelah meletakkan amplop tadi pada saku atas kemeja Jeffrey, Joanna bergegas pergi sembari sedikit berlari guna menyusul Rumi dan Yeri yang sedang menunggu dirinya di bawah pohon manggis.
Ya Allah, cobaan apa lagi ini?
Batin Jeffrey sembari menatap amplop putih pemberian Joanna tadi.
Di tempat lain, Nyai dan Kyai sedang bingung bukan main. Pasalnya Rosa menolak lamaran putra dari Kyai besar di kota ini.
"Rosa tidak suka Umi, Abi. Rosa tidak mau menjadi istri ke empat Gus Kafi. Rosa tidak mau dimadu Umi, Abi. Lebih baik Rosa menikah dengan orang biasa saja, daripada dengan orang besar tapi harus menahan batin setiap hari."
"Lalu Abi harus berbicara bagaimana, Rosa? Abi tidak bisa menolak kalau tidak memiliki alasan yang kuat."
"Nikahkan Rosa dengan Ustadz Jeffrey Abi, bilang saja Rosa sudah dihitbah sejak lama oleh Ustadz Jeffrey."
Nyai Airin tampak tidak setuju, pasalnya dia ini menganut nilai-nilai kejujuran yang sangat tinggi. Tentu berbohong untuk hal-hal seperti ini akan membuatnya merasa terganggu sekali.
Kira-kira Jeffrey mau gak kalo dijodohin sama Ning Rosa?
Umi Yanti, setuju gak nih?
Kalo kalian, setuju gak?
Kapan lagi Jaerose berlayar di sini 😂
See you in the next chapter ~