"Buat apa KTP Joanna? Kamu serius? Mau hitbah dia? Kalian belum ada satu hari kenal, loh."Kali ini Johnny yang bersuara, dia tampak tidak suka dengan keputusan Jeffrey yang sangat gegabah kalau sampai benar.
"Y-ya, bukan. Aku hanya penasaran saja. Mana ada aku suka dia."
Jawaban terbata Jeffrey membuat Johnny geram dan langsung berjalan menuju pintu kamar.
"Eh, Joanna. Sedang apa?"
Jeffrey langusung bergegas memakai peci dan sedikit mendorong tubuh Johnny agar tidak menutupi pintu kamar.
"Katanya tidak suka?"
Ejek Johnny sembari berlari kecil menuju tempat penitipan barang. Karena biasanya para kurir datang di jam-jam sekarang.
Dimas yang melihat itu hanya terkekeh pelan dan mulai menuju kamar mandi untuk buang air kecil.
Setelah sarapan, Joanna kembali memasuki kamar sembari memegangi perutnya. Karena tiba-tiba saja perutnya mulas padahal belum ada separuh sarapannya dimakan.
"Kamu istirahat saja, Ning Rosa nanti datang bawa obat. Aku dan Rumi mau ke masjid untuk sholat dhuha."
Joanna mengangguk singkat setelah Yeri selesai mengusap perutnya menggunkan minyak kayu putih cap kali lima.
Di masjid, Jeffrey tampak celingukan ketika tidak menemukan Joanna di barisan shaf perempuan. Dia ingin bertanya pada Yeri dan Rumi, tetapi tiba-tiba saja Haikal mendorongnya menuju shaf paling depan di sebelah Johnny.
"Ustadz, itu masih kosong! Nanti diisi setan loh!"
Jeffrey akhirnya berdiri menuju shaf depan tadi sembari mencoba fokus beribadah pagi ini.
Di kelas, Jeffrey tampak gelisah. Apalagi kalau bukan karena Joanna yang absen mengikuti kelas karena tiba-tiba sakit menyerang.
Di dalam kamar, Joanna sedang ditemani Rosa. Mereka sesekali membicarakan tentang para Ustadz dan Ustadzah populer di sana.
"Ning Rosa sama Ustadz Jeffrey cocok banget. Agak mirip juga, mungkin itu pertanda kalau kalian jodoh, hehehe."
Rosa tampak tersenyum malu, pipinya memerah dan dia terlihat agak salah tingkah setelah digoda Joanna seperti itu.
"Ah, kamu bisa saja. Aku dan Jeffrey sudah berteman sejak lama. Dia di sini sudah hampir 10 tahun. Sejak pesantren hanya memiliki 10 santri hingga 500 santri. Oh iya, kamu pasti bingung kenapa di sini sepi sekali. Ini karena seluruh pengurus dan santri dipulangkan ketika sebelum puasa hingga lebaran kurban nanti. Itu sebabnya hanya ada beberapa pengurus dan santri saja yang tersisa di sini. Peraturan di sini juga lebih santai karena memang hanya ada sedikit santri yang diawasi."
Joanna mengangguk paham dan mulai melirik pintu kamar yang mulai dibuka dari luar.
"Akhirnya selesai juga, aku ngantuk banget. Eh, Ning Rosa."
Sapa Rumi sembari menduduki ranjang.
"Kok tumben cepat? Bisanya Ustadz Jeffrey kalau ngajar sampai jam setengah dua belas."
Tanya Rosa sembari menatap jam dinding yang menunjukkan jam sepuluh tepat.
"Kurang tahu Ning, katanya ada urusan mendadak."
Joanna hanya menyimak pembicaraan mereka dalam diam, karena tiba-tiba saja rasa kantuk menyerang akibat obat pereda nyeri yang diminum setelah makan.
Setelah sholat dhuhur, Yeri dan Rumi langsung menghadiri kelas Ustadz Dimas yang mengajarkan teknik-teknik murrotal dengan baik dan benar.
Berbeda dengan kelas Ustadz Jeffrey yang mengajarkan seluk-beluk ilmu hadist shahih dan bukan.
Setelah tidur selama kurang lebih lima jam, Joanna akhirnya bangun dalam keadaan segar. Rasa nyeri di perutnya juga berangsur-angsur menghilang.
"Masih sakit?"
Entah sejak kapan, Joanna tiba-tiba saja sudah menemukan Jeffrey yang sedang memegangi botol berisi air hangat berukuran sedang yang saat ini tengah diusapkan pada permukaan perutnya dibalik selimut tebal yang digunakan.
"Astaghfirullah Ustadz! Kenapa di sini!?"
Joanna langsung bangun dan menatap Jeffrey takut-takut saat ini. Pasalnya keadaan kamar sudah gelap, pertanda siang akan segera berakhir.
"Saya sudah izin kok, di depan ada Ustazdah Yanti yang sedang memeriksa bahan-bahan untuk makan malam nanti."
Jeffrey menujuk jendela kamar yang dibuka lebar dan sedikit telihat seorang wanita paruh baya yang sedang tersenyum mengamati mereka.
Gila! Pesantren apaan, nih!? Bisa-bisanya lawan jenis boleh deketan kayak gini.
Batin Joanna sembari menatap Jeffrey takut-takut. Bukannya sok suci, dia hanya tidak habis pikir saja. Kenapa label pesantren yang disematkan di tempat ini benar-benar tidak sesuai dengan isi.
Dimulai dari bangunan santri putra dan putri yang berdekatan dan diantara dari mereka diperbolehkan mendatangi setiap kamar asal dengan pintu dan jendela terbuka seperti sekarang.
Iya, sih. Bangunan setiap kamar memang selalu memiliki pintu dan jendela yang sangat lebar sehingga dari jarak 10 meterpun orang-orang bisa melihat apa yang sedang terjadi di dalam.
Tetapi tetap saja, kan? Ini pesantren, seharusnya interaksi antara perempuan dan laki-laki yang bukan muhrim harus dibatasi.
"Sudah bangun? Itu jamu kunir asemnya diminum. Supaya darah yang keluar lancar."
Ustazah Yanti adalah kepala koki sekaligus Ibu kandung Ustadz Jeffrey. Dia juga terkenal baik sekali dan suka membuatkan para santri jamu-jamu tradisional ketika mereka sakit.
Aku nulis ini waktu nunggu kelas zoom-ku dimulai. Kalau ada typo jangan lupa dikoreksi, ya...
Oh, iya. Cast Ustazah Yanti aku terinspirasi dari akun ini Mamah_Jeffreyanti 😂
See you in the next chapter ~