Joanna menatap Jeffrey lekat-lekat, rambutnya sudah basah padahal malam ini tidak hujan. Kali ini dia juga hanya memakai kaos pas badan berwarna hitam yang mencetak otot perutnya.Jeffrey hanya berniat mencuci baju di luar, tetapi dia bertemu dengan Joanna dan Rosa yang sedang berjalan berdampingan semabari membicarakan dirinya.
"Ning Rosa, saya permisi."
Greb...
Jeffrey menahan tangan Joanna, tubuhnya juga ikut meremang ketika kulit mereka bersentuhan.
Kedua matanya juga sudah memerah akibat terekena shampoo ketika melakukan ritual keramas kilat.
"Aku serius, aku suka kamu ketika pertama bertemu. Ketika kamu terkena lemparan bola dariku. Aku memang cupu, aku tidak pernah berpacaran apalagi melihat dunia luar sepertimu. Jangankan memiliki gelar sarjana sepertimu. Ijazahku bahkan hanya lulusan Madrasah Tsanawiyah saja. Kalau memang itu yang membuatmu selalu menolakku, aku tidak akan menyerah. Aku mau belajar lagi untuk menjdi setara sepertimu. Kemarin aku baru saja mengisi formulir pendaftaran sekolah kejar paket C agar bisa menempuh studi strata satu sepertimu. Aku tahu ini terlalu terburu-buru. Tapi Joanna, aku sungguh-sungguh menyukaimu. Ingin menjadikanmu sebagai istriku. Aku juga tahu kamu masih belum menyukaiku, tapi apa salahnya mencoba melihatku? Kalau kamu mengizinkan, boleh aku menemui orang tuamu besok setelah sholat dhuha?"
Joanna tertegun, apalagi penyebabnya kalau bukan Jeffrey yang tiba-tiba saja membicarakan hal mencengangkan seperti ini di depan dirinya dan Rosa.
Joanna bukannya tidak melihat Jeffrey. Laki-laki setampan dia, siapa juga yang mau menyia-nyiakan kesempatan menatap anugrah indah ciptaan Tuhan seperti dirinya.
Hanya saja, Joanna sungkan pada Ning Rosa. Joanna memang bar-bar dan suka berbuat seenaknya. Tetapi dia masih beretika, dia tentu tidak akan menerima Jeffrey dengan tangan terbuka dan membut orang lain terluka apalagi itu Ning Rosa, orang yang selalu baik padanya.
"Ustadz Jeffrey, saya mengharagai perasaan anda. Tapi, maaf. Saya tidak menyukai Ustadz."
Joanna melepas tangan Jeffrey hati-hati, sesekali dia melirik Rosa yang tampak hampir menangis karena mendengar pengakuan Jeffrey.
"Satu lagi, saya tidak pernah membeda-bedakan orang karena tingkat pendidikan atau kekayaannya. Saya sadar diri Ustadz, saya masih bukan siapa-siapa. Memiliki gelar sarjana memang sebuah kebanggaan. Tetapi kalaupun tidak, itu juga tidak menjadi masalah. Selagi orang itu masih bermanfaat dan tidak merugikan sesama. Orang tua saya bahkan hanya lulusan SD saja, mereka orang hebat yang mau bekerja keras ketika muda agar selalu bisa memenuhi keinginan saya. Tidak masalah kalaupun pendidikan Ustadz hanya sampai SMP atau Madrasah Tsanawiyah saja. Tapi sayangnya saya tidak bisa membalas perasaan Ustadz, ada orang lain yang lebih berhak daripada saya. Seperti Ning Rosa misalnya. "
Rosa tampak sedang berurai air mata, dia juga ingin pergi, tetapi Joanna mulai mencekal tangannya kali ini.
"Joanna, saya memang menyukai Ustadz Jeffrey. Tapi kalau memang yang disukai bukan aku. Aku iklas, aku benar-benar ikhlas kalau wanita itu kamu. Saya pamit."
Rosa pergi, meninggalkan Joanna yang semakin diliputi rasa bersalah bertubi-tubi.
"Ustadz lihat? Ning Rosa itu orang baik, kenapa Ustadz ini tega sekali?"
Joanna langsung pergi, berjalan cepat bahkan sedikit berlari agar dia bisa menghindar dari Jeffrey.
Kalo jadi Joanna, kalian bakalan ngelakuin hal yang sama, gak?
Lucu kali ya kalo Joanna hijrah dan gak lagi ngegas terus nikah plus punya banyak anak 😂
See you in the next chapter ~