⛔ Cerita ini hanya untuk hiburan semata, para pembaca diharap untuk tidak terbawa perasaan terlalu dalam dan membawa-bawa isi cerita ke dunia nyata.⛔ Cerita ini ditulis dalam bahasa semi baku agar unsur lucunya tidak tergerus dengan aturan baku.
⛔ Cerita ini udah sampai 20 chapter. Kalo mau cepet update, tau dong harus apa dulu :)
Joanna baru saja menuruni avanza berwarna putih. Rambut panjangnya tampak digerai asal karena merasa panas setelah memakai kerudung selama perjalanan tadi.
"Joanna! Astaghfirullahhaladzim, Nak. Itu kerudungnya dipakai yang benar! Malu, ini di pesantren. Masa itu kamu kalungkan di leher kayak mau nyanyi India? Ayo dipakai, jangan buat Mama Papa malu, ih!"
Pekikan Julia membuat suaminya mulai terkekeh geli, entah kenapa dia senang sekali jika melihat interaksi menggemaskan anak dan istrinya saat ini.
"Ih, Mama serius mau aku tinggal di sini selama satu bulan? Ma, nanti kalau kulitku gosong bagaimana? Pasti gak ada AC, kan? Banyak nyamuk juga. Terus makanku gimana? Mama mah jahat!"
"Jangan lebay gitu! Cuman satu bulan! Lagi pula kamu nganggur, kan? Daripada waktumu terbuang sia-sia, lebih baik digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat. Apa salahnya kalau belajar agama? Itu kerudungnya dipakai dulu, Nak! Malu kalau dilihati santri putra."
Joanna hanya diam saja ketika Julia memasangkan kerudungnya dan memakaikan jarum pentul di sekitar lehernya.
"Nah, kalau begini 'kan cantik. Ayo, kita ke rumah Nyai."
Rumah Nyai
"Ini putrimu, Jul? Cantik sekali, mirip kamu."
"Terima kasih, Nyai. Rosa juga cantik, anggun, apa sudah ada yang meminang, Nyai? Kalau saja aku punya anak laki-laki, pasti sudah kulamar."
"Belum, Jul. Sebenaranya sudah ada beberapa yang ingin melamar, tetapi karena masih belum bertemu yang pas. Jadi, ya... seperti ini, kegiatannya sehari-hari hanya bantu-bantu di pesantren ini."
"Itu contoh, Ning Rosa. Kamu boro-boro bantu Mama, sholat subuh aja sering ditunda-tunda!"
Joanna tidak menggubris ucapan ibunya, tetapi dia mulai melonggarkan kerudung lewat celah jarum pentul hingga membuat kerudungnya melonggar dan memperlihatkan sedikit rambut di dahinya.
"Wajarlah Rosa rajin! Orang dia gak sekolah! Aku 'kan sekolah!"
"Hush! Ning Rosa, kamu ini. Maaf, Nyai. Joanna ini memang suka kasar kalau berbicara, tetapi aslinya dia baik sekali. Suka membantu juga, jadi jangan sungkan kalau mau meminta bantuannya."
Joanna hanya memutar kedua bola matanya malas sembari melihat interior rumah Nyai Airin yang terlihat sederhana karena terbuat dari kayu dan batu beton saja.
"Tidak apa-apa, aku bisa maklum. Rosa, ayo ajak Joanna jalan-jalan sebentar. Supaya dia bisa melihat-lihat suasana pesantren sebelum orang tuanya pulang."
Rosa yang sejak tadi bersembunyi dibalik gorden kamar, kini mulai keluar dan tersenyum pada Joanna sembari mengangguk singkat sebagai isyarat kalau Joanna bisa mengikutinya sekarang.
"Ning, di sini boleh bawa hape?"
"Boleh, nanti dititipkan di Ustadz Johnny lewat Ustadzah Jeni. Nanti diambil setiap hari jumat waktu gak ada jadwal ngaji."
"Yah, gak enak dong! Btw, ini aku pake bahasa gak baku gak papa 'kan, Ning? Takutnya dimarahin Nyai."
Rosa terkekeh dan menggeleng pelan.
"Gak, kok. Santai aja, di sini mau pakai bahasa Inggris juga boleh. Ustadz Johnny sama Ustadzah Jeni kalau mengajar juga kadang pakai bahasa Inggris. Maklum, mereka pernah tinggal di luar negeri."
"Wah, keren dong. Jadi Ustadzah sama Ustadz itu nikah? Apa gimana?"
"Bukan, astaghfirullahaladzim!"
Pekik Rosa ketika menatap tiga anak laki-laki yang sedang berlari-lari dan hanya memakai celana pendek dengan sarung yang dililitkan pada kepala menyerupai maling.
I swear its gonna be fun!
Do you believe it?
See you in the next chapter ~