Tidak terasa puasa tahun ini sudah berjalan selama satu minggu. Selama beberpa hari terakhir Jeffrey mulai menjauhkan diri dari Joanna setelah imsak sampai sholat maghrib. Hingga membuatnya betah berlama-lama nongkrong di depan bangunan tempat tidur santri putri setelah isyak sampai jam dua pagi agar dia bisa berinteraksi dengan Joanna yang akhir-akhir ini suka sekali bermain monopoli dengan Johnny."Males, ah! Pasti Joanna yang menang!"
Keluh Rumi sembari memakan jagung bakar yang baru saja diberikan Haikal.
Iya, saat ini Haikal, Reno dan Jeno sedang membakar jagung bakar pemberian warga desa.
"Joanna, dipanggil Ning Rosa."
Joanna langsung berdiri dari dipan besar yang sedang di duduk mereka. Meninggalkan Rumi dan Yeri yang masih asyik memakan jagung bakar pemberian Haikal.
Jeffrey masih menatap Joanna lekat-lekat, menatap bagaimana cara dia berjalan yang cenderung sangat cepat dan tergesa.
"Ustadz Jeffrey suka Joanna beneran?"
Tanya Rumi memastikan, sesekali dia melirik Yeri yang tampak gelisah sekarang.
"Kalau itu jangan ditanya, jawabannya sudah jelas."
Jawab Dimas yang tiba-tiba saja datang sembari membawa gelas berisi teh hangat.
"Saingan sama Jeno dong!"
Pekik Haikal sembari menyambar gelas yang sedang diangkat Johnny sekarang.
Jeffrey langsung menatap Jeno lekat-lekat, kepalanya tampak menunduk dalam dan telinganya mulai memerah. Persis seperti dirinya ketika sedang digoda.
"Tapi Ustadz Jeffrey jelas kalah, lah! Jeno menang banyak, mereka udah sampe tahap surat-suratan!"
Kedua mata Jeffrey membola, dia tidak terima karena dikalahkan dengan anak didiknya.
"Joanna itu 21 tahun, dia sudah lulus kuliah. Kalian baru tahu, kan?"
Haikal, Reno dan Jeno kompak menatap Jeffrey sekarang. Dia bahkan mengeluarkan fotokopian ktp Joanna yang fotonya agak menceng ke kanan dengan keadaan rambut yang sedikit keluar dari depan kerudungnya.
"Ya Allah! Sampe dilaminating! Kalo mau minta foto Joanna bilang, Ustadz! Aku punya!"
Pekik Rumi karena gemas, dia langung berlari ke kamar guna mengambil dompetnya.
Tidak lama kemudian Rumi kembali, sembari mengeluarkan tiga foto berukuran kecil.
"Assalamualaikum! Eh, astaghfirullahalazdim! Ini Joanna kalo gak pake kerudung?"
Pekik Haikal sembari menatap foto pertama yang diberikan Rumi. Di sana ada foto Joanna yang sedang memakai atasan hitam, rok span pendek dengan gesper dan jas hitam.
"Itu waktu Joanna waktu mau pensi di acara fakultas pas semester lima."
Lanjut pada foto ke dua, Johnny dan Dimas saling tatap dan sesekali melirik Jeffrey yang baru saja merampas foto Joanna yang dipegang Haikal.
"Kalian!"
Pekik Jeffrey sembari merampas foto Joanna yang masih dipegang Dimas.
"Joanna suka work out, ya? Pantas saja tubuhnya terbentuk sempurna."
Goda Johnny sembari melirik Jeffrey yang mulai panas dingin. Pasalnya setelah insiden ciuman waktu itu, Jeffrey selalu mandi besar paling tidak dua kali sehari. Yaitu sebelum subuh dan setelah sholat maghrib. Jangan ditanya kenapa. Tentu karena si itu keluar sendiri tanpa terkendali ketika dia dan Joanna berinteraksi.
"Rumi, foto ini kuminta, ya?"
"Bawa saja!"
Ucapan Rumi membuat Jeffrey langsung bangkit dan mendekati Jeno yang baru saja mengantongi foto Joanna ke dalam kantong kemejanya.
"Tidak boleh!"
Deg...
Jantung Jeffrey terpacu sangat cepat. Seumur hidup dia tidak pernah melihat perempuan memakai pakaian terbuka seperti apa yang telah dilihat sekarang.
Baju-baju si sekretaris Kim saja tidak separah baju yang dikenakan Joanna di foto ini.
Batin Jeffrey.
Dengan kecepatan penuh Jeffrey berlari menuju kamar, mengunci pintu rapat-rapat agar Johnny dan Dimas tidak menganggu dirinya.
"Foto-foto itu kamu dapat dari mana?"
Tanya Jeno hati-hati, karena dia sedikit kesal karena Ustadz Jeffrey telah bersikap seolah-olah dia yang menang sendiri.
"Joanna bawa album kecil ke sini, isinya ada beberapa fotonya berasama keluarga dan teman-temannya. Waktu aku minta buat kenang-kenangan, aku ambil saja foto itu. Ngomong-ngomong, itu Ustadz Jeffrey ngapain? Gak lagi macem-macem, kan?"
Dimas dan Johnny saling tatap sembari membuka kertas monopoli lebar-lebar. Pertanda permainan monopoli yang biasa mereka mainkan akan segera dimulai sekarang.
Rumah Nyai
"Nyai dan Kyai minta maaf, ya? Karena Rosa kamu jadi direpotkan."
"Tidak apa-apa, Nyai. Saya tidak merasa direpotkan. Di sini saya juga sering merepotkan Ning Rosa, jadi anggap saja impas sekarang."
"Terima kasih, ya? Kamu benar-benar baik. Soal Ustadz Jeffrey, kamu sudah tahu?"
"Oh, soal itu. Sudah, Nyai. Tapi saya tidak keberatan sama sekali. Saya juga sudah dengar kalau Ustadz Jeffrey dan Ning Rosa dekat sejak kecil. Jadi ya... saya maklum kalau Ustadz Jeffrey masih bingung dengan perasaannya sendiri."
Nyai Airin dan Rosa tampak menyerengit kecil karena tidak paham dengan ucapan Joanna kali ini.
"Ustadz Jeffrey mengatakan menyukaiku hanya karena dia malu kalau ingin mengatakan itu pada Ning Rosa secara langsung. Jadi dia sengaja mengatakan hal seperti itu padaku supaya bisa membuat Ning Rosa cemburu."
"Maksudmu, Ustadz Jeffrey juga menyukai Rosa?"
"Iya, Nyai. Itu menurut saya."
Setelah pembicaraan mereka selesai, Joanna diantar oleh Rosa menuju kamarnya kembali.
"Joanna, kenapa kamu mengatakan hal seperti tadi?"
"Ning Rosa dan Ustadz Jeffrey cocok sekali. Saya tahu kalau Ning Rosa sudah menyukai Ustadz Jeffrey sejak lama. Jadi Ning jangan khawatir, saya gak baper kok. Ustadz Jeffrey cuman penasaran sama saya, dia gak serius waktu bilang suka saya."
"Kata siapa aku gak serius!?"
Tanya Jeffrey dengan nafas memburu, lagi-lagi wajahnya memerah karena amarahnya memuncak akibat mendengar omong kosong Joanna untuk yang kesekian kali selama satu minggu ini.
See you in the next chapter ~