Pandangan Valen tertuju pada ponsel mati yang ada di gengaman. Enggan menyalakan, tapi ia masih memikirkan nasib sahabatnya dan tugas kantor. Apalagi ia juga mendapat salah satu tugas untuk acara ulang tahun Green Media. Setelah membuang napas panjang, ibu jarinya menyentuh tombol di sisi kanan hingga layar 6,5 inci menyala dengan sempurna.
Tatapannya beralih pada lelaki yang sejak tadi hanya fokus dengan ponsel pintar. Matanya bergerak meneliti penampilan Sandi dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Lo orang kantoran? Ngapain masih di sini? Nggak kerja?"
Lelaki mengenakan kemeja polos cokelat itu langsung berdiri dari sofa, dan berdiri di samping brankar. "Izinkan saya memperkenalkan diri secara pribadi. Nama saya Sandi Wijaya, saya sek, ehm. Saya sahabatnya Nagata. Saya di sini ditugaskan untuk menjaga Anda, jadi apa yang bisa saya bantu sekarang?"
Kedua alis Valen menyatu dengan mulut terbuka. Ia terkejut melihat respons Sandi saat lelaki itu bisa menjawab pertanyaannya dari tempat duduk. "Bentar, gue nggak nyaman sama cara bicara lo kayak gitu. Lo sama Aga aja pakai bahasa santai, kenapa sama gue harus formal? Oh, ya, kenalin juga, nama gue Valentina tapi lanjutannya bukan Rossi. Panggil gue Valen aja." Valen menyodorkan tangan kanan kepada Sandi dengan seulas senyum.
"Karena ini juga termasuk tugas saya, jadi saya harus mematuhinya. Tapi ... semoga kita bisa menjadi teman." Sandi membalas uluran tangan yang masih tertusuk jarum infus sebentar.
Namun, wanita di hadapannya malah tertawa, membuat Sandi sedikit ketakutan. "Jadi lo juga kacung? Berarti nasib kita sama, San. Gue juga seorang pembantu, tapi nggak pernah pakai baju bagus kayak lo. Semoga lo betah, ya jadi kacung. Kalau gue sekarang udah capek. Beneran capek, mau mati malah digagalin terus sama sahabat lo."
Sandi terkekeh samar, ia sedikit paham dengan ucapan Valen. Sudah banyak kasus tentang pembantu yang disiksa oleh majikan, mungkin Valen adalah salah satunya.
"Aga hari ini nggak ke sini?"
"Saya tidak tahu, dia harus menyelesaikan pekerjaan yang ditinggal kemarin."
Valen tersenyum lebar seraya mengangguk. Dering ponsel miliknya menghentikan percakapan dengan Sandi. Ada nama Bara di sana, ia segera menggeser ikon hijau dan mendekatkan ponsel ke telinga.
"Ha-"
"VALENNN! INI LO, KAN? LO NGGAK APA-APA? LO DI MANA SEKARANG?"
Wanita itu memijat telinga sambil menjauhkan ponsel saat suara Helna memekik. "Iya, ini gue. Gue nggak apa-apa, kok. Gue di mana, ya? Gue di rumah sakit ...." Valen berdeham memanggil Sandi untuk bertanya alamat tempatnya di rawat.
"Lo bilang lo nggak apa-apa tapi lo di rumah sakit? Buruan bilang rumah sakit mana!"
"Gue di RSCM!" Sambungan terputus tepat di huruf terakhir Valen ucapkan.
Sandi bertanya. "Pasti mama Anda, ya?"
Wanita yang memiliki rambut sampai pinggang itu menggeram. "Bisa nggak bicaranya santai aja? Nggak nyaman gue dengernya! Lo bilang mama? Dia nggak mungkin peduli sama keadaan gue, San."
KAMU SEDANG MEMBACA
Wake Me Up
RomanceValen, seorang wanita yang memiliki nyawa lebih dari satu. Merasa hidup sebatang kara di tengah keluarga yang tak pernah menganggapnya. Ia mendapat tugas untuk menemukan seorang penulis berbekal nama pena, tanpa identitas lengkap. Sebagian karya cet...