Salah satu nikmat Tuhan yang harus kita syukuri dan selalu kita rasakan setia detik adalah bernapas. Pertukaran oksigen dan karbon dioksida yang tak tampak oleh mata telanjang merupakan kunci utama kita bertahan di alam ini. Namun, Aga tidak habis pikir dengan jalan hidup wanita lemah yang terbaring di atas brankar. Waktu belum berlalu 24 jam, tapi wanita itu sudah mencoba menghentikan pernapasannya dua kali. Beruntung ia tidak terlambat membawa Valen ke rumah sakit, Aga tidak mengizinkan apartemennya mengukir sejarah karena kematian seseorang.
Lelaki berparas bak terangnya lampu stadion lapangan tersebut menutupi wajahnya dengan lengan kanan. Berdiam diri ternyata membuatnya bosan dan mengantuk. Namun, baru saja ia menyentuh alam bawah sadar, ia dikejutkan dengan suara bedegum yang berasal dari pintu. Aga langsung terduduk dan menatap tubuh di atas brankar dengan jantung berdetak cepat. Ia takut wanita itu berbuat hal gila lagi.
"Aga! Lo nggak apa-apa, kan?"
Aga berdecak mengetahui siapa yang datang dan langsung mendekati brankar. "Gue di sini," ucapnya.
Sandi memutar tubuhnya dan segera menghampiri Aga dengan menghela napas. Lelaki itu tiba-tiba menyuruhnya untuk membereskan apartemen, sesampainya di sana, Sandi terkejut bukan main melihat lantai bersimbah darah. "Syukurlah, gue kira lo yang luka. Terus dia siapa?"
"Dia hampir mati di tempat gue. Dia juga nggak mau kenalan sama gue, tapi gue tahu kalau nama dia Valentina. Baju gue mana?"
Sandi menyodorkan paper bag berwarna abu kepada sahabatnya. Lelaki dengan setelan hitam mengamati setiap gerakan Aga. Ia dapat lihat bercak darah menempel pada turtleneck yang dikenakan Aga. "Gue masih penasaran apa yang sebenarnya terjadi, demi patung Pancoran yang turun ke jalanan, lo nggak pernah ninggalin kantor apalagi ini karena perempuan," celetuk Sandi.
Aga segera melepas bajunya yang berbau anyir karena darah Valen. "Gue nemuin dia hampir mati dua kali, dan kayaknya gue udah salah nolongin orang gila."
Sandi mengangguk, lalu kepalanya menoleh ke brankar. "Keadaannya gimana?"
Aga mengikuti arah pandang Sandi. Wajah Valen masih pucat dengan selang oksigen menancap di hidung. Ada dua kantong cairan berbeda warna mengalir di kedua tangannya. "Tadi sempat kehilangan banyak darah, tapi udah diatasi sama dokter. Kata dokternya, mungkin dia lagi banyak pikiran jadi nekat ngambil jalan gila ini."
"Lo nggak apa-apa gue tinggal sendiri?"
Aga berdeham. "Gue ngantuk, mau tidur."
Lelaki yang mengenakan setelan hitam kembali melirik Aga. "Oke, deh. Kalau ada apa-apa, langsung kasih tau gue."
Aga tak lagi menanggapi ucapan Sandi, matanya sudah sangat berat untuk bertahan. Ia berbaring dengan tangan terlipat di atas dada.
"Kalau begitu saya izin pamit. Selamat beristirahat, Bapak Nagata." Mata merah Aga kembali terbuka lebar, menatap Sandi datar. Namun, Sandi segera meninggalkan kamar VVIP sebelum dijadikan bola oleh Aga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wake Me Up
RomanceValen, seorang wanita yang memiliki nyawa lebih dari satu. Merasa hidup sebatang kara di tengah keluarga yang tak pernah menganggapnya. Ia mendapat tugas untuk menemukan seorang penulis berbekal nama pena, tanpa identitas lengkap. Sebagian karya cet...