24. Terungkap

106 19 0
                                    

Kendaraan roda empat yang dikemudikan Aga akhirnya sampai di rumah Valen dengan langit yang sudah gelap. Wanita di sampingnya beberapa kali menguap sejak tadi, tetapi menolak tidur saat Aga menyuruhnya.

"Akhirnya sampai juga." Valen bergegas melepas sabuk pengaman dan bersiap membuka pintu. "Makasih buat hari ini," imbuhnya dengan senyum canggung.

Namun, tangan Aga juga tak mau kalah. Ia segera menahan dan menarik pelan lengan Valen hingga jarak keduanya sangat tipis.

"Masa cuma gitu? Nggak ada salam perpisahannya?" goda Aga.

Alis wanita tepat di depannya mengernyit. "Nggak sekarang, aku masih—" Valen terdiam saat ucapannya terputus oleh bibir Aga. Ia bahkan tidak sadar kalau lelaki itu sudah turun setelah memberinya kecupan singkat.

"Ayo turun, ada yang harus aku sampaikan sama mama kamu." Lelaki itu membukakan pintu untuk Valen dan mengulurkan tangan.

Valen memutar kepalanya untuk melihat kejutan yang Aga berikan lagi. "Biar aku aja yang bilang sama mereka, mending kamu langsung pulang, pasti capek habis nganterin aku mendekam di salon seharian."

Aga hanya menggerakkan bahu. Ia menyuruh Valen dari ekor matanya agar melihat tangan yang tengah menunggu kepastian.

"Aku bisa sen—" Kedua tangan Valen menahan tubuhnya saat Aga menunduk begitu cepat. Satu tangan lelaki itu berpegangan pada dasbor mobil dan satunya lagi menahan tengkuk Valen.

"Apa sejauh ini kamu masih belum yakin sama aku? Kenapa kamu selalu berusaha menolak apa yang aku kasih? Apa caraku yang salah?" Valen menatap dingin mata yang menyiratkan ketegasan tersebut. Semakin jauh mengenal Aga, semakin dalam pula ketakutan yang tumbuh. "Dengerin, aku nggak pernah main-main sama ucapan aku. Aku bakal tetap nikahin kamu, apa pun keadaannya. Entah kamu yang nggak cinta sama aku, atau kamu yang masih sayang sama mantan kamu itu. Kamu akan tetap jadi istriku."

Tubuh Valen hampir saja terbaring saat kedua tangannya terasa lemas. Untung saja ada tangan Aga yang masih . Ia mencoba tetap memasang ekspresi datar, sekalipun hatinya seakan diremas begitu kuat.

"Ayo keluar, jangan sampai kamu dapat masalah karena kita terlalu lama di dalam mobil dengan posisi seperti ini."

Aga membantu Valen yang masih saja diam keluar dari mobil dan mengantarnya sampai di depan pintu utama rumah wanita tersebut. Valen membuka pintu dan berkata pelan bahwa ia sudah pulang.

"Aku nggak mau tahu! Aku pindah ke kamar Valen! Biar dia tidur di kamar aku, Maaa!" Teriakan itu terdengar dari lantai atas, lebih tepatnya di kamar Valen.

"Jangan bikin masalah lagi kamu, Lus! Cepat keluar dari sana sebelum kakak kamu pulang!" Rika membalas dari lantai satu tak kalah nyaring.

"Kamarnya cantik banget, Ma ...."

Valen tak perlu melihat reaksi Aga seperti apa, ia menaiki tangga untuk mencari tahu sumber keributan memalukan malam itu.

Sapaan dari Aga membuat Rika terkejut. Ia tampak gelisah saat melihat langkah Valen sudah sampai lantai dua.

"Ada sesuatu yang mau saya sampaikan, Tan," kata Aga sesaat ia baru saja dipersilakan duduk oleh Rika.

"Wah, apa, ya? Kalau untuk konsep pernikahan nanti kami pasrah saja sama keputusan keluarga kamu." Wanita paruh baya itu terkekeh untuk mencairkan suasana. Berhadapan dengan Aga memang selalu membuatnya gugup.

Terlebih lelaki itu selalu menampilkan senyuman yang menawan sebelum menimpali, "Papa mengundang Tante dan semuanya untuk makan malam di rumah, besok. Mungkin sekalian bicarain soal kebutuhan pernikahan, saya juga nggak tahu, Tan. Tante bisa datang, 'kan?"

Wake Me UpTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang