21. Ngelez

37 6 0
                                    

Valen bisa bernapas lega setelah mendengar suara mobil Aga menjauh. Ia duduk bersila di atas tempat tidur sembari menatap barang-barang yang sudah dibelikan oleh Aga. Otaknya masih tak memiliki perintah yang tepat untuk tindakan apa yang akan ia ambil selanjutnya.

Ia berjingkat ketika mendengar suara pintu diketuk. Tubuhnya menjadi panas dingin dengan jantung yang berdetak cepat. Valen memilih berbaring dan menarik selimut hingga menutupi tubuhnya meski suara ketukan itu tak berhenti juga.

"Ini gue, Kak. Kakak udah tidur?"

Wanita itu membuang napas lega, ia segera membukakan pintu untuk pemilik suara itu. Valen nyengir saat bertemu dengan tatapan kesal adiknya.

"Hai, gue belum tidur, kok. Ngobrol di dalam aja, ya?" Tak perlu mendapat persetujuan Axel, ia segera menarik tubuh adiknya itu dan kembali mengunci pintu.

"Gimana kabar Kakak? Kenapa nggak angkat telepon aku? Emang Kakak pikir aku nggak bingung waktu Kakak kemarin ilang?"

Valen terdiam. Mulutnya bergerak tanpa suara. Matanya memerah saat masih menemukan orang yang sangat mengkhawatirkannya.

Axel mendekap tubuh Valen yang sudah sangat ia rindukan. "Kalau ada apa-apa, Kakak bisa cerita sama gue. Please, jangan anggap gue orang lain, Kak. Kita saudara, seharusnya Kakak bisa lebih percaya sama gue daripada orang di luar sana. Meski gue nggak yakin bisa membantu, tapi pasti gue usahakan buat bantu cari jalan keluarnya."

Kristal hangat meleleh begitu saja di wajah Valen. Ia tak menyangka Axel bisa berkata panjang dengan tamparan keras untuk dirinya. Valen menarik tubuhnya dari dekapan Axel, lalu mengusap wajah dan matanya agar berhenti mengeluarkan air.

Sambil mengacak rambut adiknya, Valen berkata, "Udah pinter ngomong, ya? Tapi gue nggak apa-apa, kok. Makasih udah khawatir."

"Kakak kemarin tidur di mana?" tanya Axel.

"Sini gue ceritain sambil duduk."

Valen menarik lengan Axel ke tempat tidur. Sepertinya adiknya itu bisa membantu berpikir bagaimana cara keluar dari jangkauan Aga. Ia bercerita semuanya. Mulai dari melihat kelakuan Lusi sama Andra, sampai lamaran Aga.

Axel yang mendengar tentang sifat Lusi juga tak habis pikir, kenapa harus pacarnya Valen? Apa tidak ada laki-laki lain? Pantas saja Valen memilih kabur.

"Xel," panggil Valen dengan kesadaran yang mulai hilang. "Jangan pacaran kalau masih mau main. Puas-puasin dulu masa mudanya, ya."

"Oke. Kakak tidur aja, gue mau balik ke kamar." Axel membenarkan selimut Valen, lalu turun perlahan dari tempat tidur Valen.

"Nggak! Jangan ke mana-mana. Jangan tinggalin gue, Ga." Valen menarik dan menggenggam erat tangan Axel, tetapi yang ia panggil nama orang lain.

Axel merasa prihatin melihat kakaknya yang ketakutan di rumahnya sendiri. Ia kembali duduk sembari mengusap rambut Valen.

"Gue di sini, Kak."

****

Kedua orang itu hanya menatap wanita di hadapannya dalam diam. Membiarkannya menikmati makanan yang tampaknya sangat dirindukan. Berbeda lagi dengan Bara, ia tidak bisa melihat ke arah lain sedikit pun.

Pagi tadi saat Valen tiba di kantor, ia langsung memeluk wanita itu begitu erat. Rasanya sudah sangat lama ia tak berjumpa dengannya. Jika tidak sadar sedang berada di tempat umum, mungkin Bara tidak akan melepaskan tubuh Valen begitu saja.

"Bar, masih aja ngeliatin gue kayak liat hantu." Valen mengusap wajah Bara, lalu terkekeh bersama dengan Helna. "Gue udah beneran sehat, kok."

Wake Me UpTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang