Valen masih terjaga saat malam kian larut. Ia bersandar di bahu Aga sambil sesekali mengamati pemandangan baru di kamarnya. Hampir 99% suasana di ruangan lima meter persegi itu berubah.
Samar, satu sudut bibirnya terangkat mendapat kebahagiaan semu ini. Namun, apa gunanya kalau semua itu hanya akan membuat iri saudaranya sendiri. Pikirannya berkelana ke mana-mana, tetapi yang jelas bahwa Lusi merasa gengsi saat berkumpul bersama temannya.
"Tidur, ya. Aku juga udah mulai ngantuk." Aga mengusap tangan Valen yang memeluk lengannya. Jujur saja, bahunya terasa kebas, tetapi ia tidak mau mengusik kenyamanan wanita itu.
Jemari Valen meraba dada bidang Aga yang masih tertutup oleh kemeja. "Aku memiliki harapan indah bersamanya, tetapi semuanya hilang begitu saja saat aku tahu dia memiliki perempuan lain. Entahlah, aku seperti tidak terima. Aku sudah terlalu sayang sama dia, dan karena dia juga aku punya alasan melihat hari-hari yang cerah."
Tanpa bisa dicegah lagi, kristal hangat yang wanita tahan sedari tadi mulai mengalir dan berhenti di kemeja Aga. Usapan lembut di belakang kepala kian menambah derasnya air dari matanya.
"Sama halnya waktu aku kehilangan semua harapan itu. Aku benar-benar kosong sampai malam itu. Bertemu kamu rasanya seperti mimpi. Setiap bangun tidur, aku takut nggak bisa bertemu kamu lagi, Ga. Kehadiran kamu benar-benar seperti cahaya buat aku, tapi aku masih nggak mau menanam harapan bareng kamu. Karena aku nggak tahu apa yang akan terjadi nanti."
Aga menarik tubuhnya dari pelukan Valen, ia mengangkat dagu wanita di depannya agar menatap tepat di manik hitamnya. "Apa lagi yang kamu ragukan dari aku, hmm? Apa semua ucapan dan sikap aku kamu anggap bohongan?"
Gelengan kuat serta derasnya air mata Valen sebagai penolakan, tetapi ia juga ingin mengiyakan. "Aku nggak mau kamu terlibat sama masalah aku terlalu jauh. Mending sekarang kamu pulang, nggak baik juga kita tidur bareng tanpa ikatan."
Valen menarik diri saat Aga ingin menyentuh lengannya. "Pulanglah," lirihnya.
Lelaki itu meraih paksa lengan Valen dan menghempasnya ke tempat tidur. Ia mengunci Valen dengan posisi tepat di atasnya. "Mungkin ini yang kamu maksud bukti." Aga segera menyatukan bibirnya dengan milik Valen.
Gerakan yang terbalut emosi jelas saja membuat Valen semakin ketakutan. Kedua tangannya memukul serta mendorong dada Aga agar menjauhkan tubuhnya. Tangisan atau lebih tepat berupa erangan tertahan karena Aga.
Akan tetapi, Aga akhirnya melepas tautan kedua bibir itu dan segera menutup dengan jari saat Valen ingin melayangkan protes.
"Kamu harus tenang kalau ingin aku pulang. Jangan berpikir buruk tentang aku, karena semua itu pasti tidak akan terjadi. Satu lagi, tugasku untuk menjaga bukan menyakiti." Aga mengusap puncak kepala Valen dan mendaratkan sebuah kecupan di dahi. Lalu, kembali bertemu dengan bibir Valen.
Kali ini wanita itu mengimbangi gerakan Aga, hati dan pikirannya menghangat saat kata-kata Aga menyihirnya.
****
Ini adalah kali kedua Valen datang ke rumah Aga, tidak heran jika Rika dan lain terperangah melihat betapa megahnya rumah orang tua Aga.
Wanita itu mengenakan gaun brukat pres body berwarna putih lengan pendek. Bagian bawahnya ada rempel yang tampak indah saat kaki jenjangnya melangkah.
Ditemani Aga di sampingnya, Valen memasuki rumah tersebut dengan perasaan bahagia karena pembahasan malam ini tentang acara nanti. Semakin cepat pernikahan diadakan, semakin cepat pula ia pergi dari rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wake Me Up
RomanceValen, seorang wanita yang memiliki nyawa lebih dari satu. Merasa hidup sebatang kara di tengah keluarga yang tak pernah menganggapnya. Ia mendapat tugas untuk menemukan seorang penulis berbekal nama pena, tanpa identitas lengkap. Sebagian karya cet...