Kendaraan darat roda empat menyusuri jalanan ibu kota yang tak lepas dari kata sepi. Valen terus saja berkutat dengan novel karangan Nata Avelir. Menuliskan beberapa tempat yang tertulis di sana. Ia tidak tahu lagi harus mencarinya di mana. Tempat karya-karya itu tercetak pun juga tak mau buka mulut tentang profil lengkap si penulis.
Atensi Valen teralih mendengar tegukan air dari balik kemudi. Wanita itu terkekeh. "Lo haus apa lapar? Kita cari makan sambil istirahat dulu, perut gue juga udah perih, nih."
Bara mengembalikan botol minuman ke tempat semula, celah di antara kursinya dan kursi penumpang. "Ide bagus!" Lelaki itu menjawab semangat, lalu menginjak pedal gas lebih dalam agar bisa cepat memuaskan perut.
Sesampainya di kedai nasi uduk dan ayam goreng Zainal Fanani, Bara bersiap turun. Namun, melihat tangan Valen yang membawa serta novel berjudul "Dunia Pekat" karya sang penulis misterius mengurungkan jemarinya yang siap membuka pintu.
"Ayolah, Valen, kita makan cuma bentar, bacanya dilanjut nanti. Bukannya lo udah baca itu hampir seribu kali?" geram Bara.
"Time is money, Bara." Wanita yang membiarkan surai pekat sepunggung itu tergerai segera keluar dari mobil Honda CR-Z dan disusul oleh Bara.
Valen segera mencari tempat paling nyaman untuk mengistirahatkan tubuh. Bara mengambil tempat di seberangnya agar bisa leluasa menatap ukiran indah sang pencipta. Saat pelayan menghampiri meja, Bara segera menyebutkan makanan dan minuman yang dipesan tanpa harus bertanya dahulu kepada Valen. Selain sudah mengetahui apa makanan favorit Valen, wanita itu sudah kembali berkutat dengan novel yang sudah cetak ke sepuluh kali sejak tujuh bulan terbit.
Bara mengeluarkan ponsel pintar dari saku celana jeans. Membuka ikon berlogo kamera, lalu membidik paras ayu di seberang. Satu sudut bibirnya tertarik saat berhasil menambah koleksi potret pemilik suara lembut. Ia kembali memposisikan ponsel seperti tadi.
"Bara."
Sang pemilik nama hampir menjatuhkan benda persegi panjang biru metalik karena objek tiba-tiba bergerak.
"Lo tahu kantor PT. Cahaya Media nggak? Tempat itu jadi salah satu perusahaan di cerita series Nata," lanjut Valen tanpa menyadari respons Bara.
"Gue lihat di Google dulu, kalau ada kita ke sana, kalau nggak ada berarti itu juga perusahaan fiksi." Bara menghela napas sembari menggulir layar kecil sesuai ucapan.
Pesanan mereka datang, dua porsi nasi uduk serta ayam goreng. Minuman teh hangat untuk Valen dan kopi hitam untuk Bara. Mereka mengucapkan terima kasih pada pelayan, lalu bergegas melahap hidangan di hadapan. Tangan kiri Bara menyodorkan ponsel pada Valen selagi kanan tangannya memegang kendali makanan.
Valen menyeruput minuman ketika gumpalan nasi tertelan tanpa kunyahan, kemudian menjajarkan ponsel Bara dengan matanya. "Bara! Tempat ini ada? Kita harus ke sana, Bar!"
"Makan dulu, oke?"
Wanita itu kembali menyuapkan nasi punel dan ayam goreng bergantian. Tangan kirinya masih menggulir layar ponsel Bara. Melihat silsilah perusahaan yang bergerak dalam industri media berbasis konten. Berdiri sejak tahun 1990. Valen menggeleng tak percaya melihat banyaknya produk, serta pendapatan dari tempat itu.
Ia terus membuka halaman yang berisikan informasi tentang perusahaan besar tersebut. Mencari satu nama yang tak jua ia temui sampai makanan Bara hanya menyisakan tulang ayam.
"Makanan lo dihabisiin nggak?"
Punggung Valen menegak sembari menggeleng kuat, tangan kanan ia celupkan pada mangkuk berisi air. "Kita langsung ke sana saja aja."
*****
Netra Valen mengamati huruf CM sebagai singkatan dari Cahaya Media. Berdiri di depan sebuah gedung yang menjulang, sinar matahari yang melambai di ufuk barat memantul dari kaca gedung.
"Kita tanya di dalam, barangkali lo dapat informasi lain," ajak Bara yang entah sejak kapan berdiri di sisi Valen.
Mereka melangkah memasuki lobi utama, Bara bisa melihat langsung para pekerja mengenakan baju yang sering ia lihat di layar televisi. Sampai langkah mereka berhenti di depan meja resepsionis.
Seorang wanita berparas cantik berdiri. "Selamat datang di PT. Cahaya Media. Ada yang bisa saya bantu?"
Valen tersenyum mendengar sambutan begitu hangat. "Sore, Mbak. Maaf, mengganggu waktunya. Kami dari Green Media, kami sedang mencari seseorang bernama Nata Avelir, apa beliau ada di sini?"
"Saya cek dulu, ya, Mbak." Aida Lestari, nama yang tertera di name tag. Wanita itu kembali duduk menghadap komputer. "Maaf, Mbak. Tidak ada pegawai kami yang bernama Nata, mungkin dia ada di tempat lain."
Desahan Valen bisa didengar oleh orang di sekitarnya. Perjalanan hari ini akan sia-sia lagi.
"Ada lagi, Aida?" Suara itu muncul dari sosok yang berdiri di sisi kiri Valen. Lelaki mengenakan setelan jas hitam dengan celana kain berwarna senada.
Bara membandingkan dengan kemeja panjangnya yang sudah lusuh serta celana jeans kekinian. Satu lagi yang membuat Bara kesal, kenyataan jika lelaki ber-jas itu lebih tampan sepuluh kali lipat darinya.
"Sudah, Pak," jawab Aida sambil berdiri menghadap lelaki tampan.
"Lanjutkan pekerjaanmu, saya pamit undur diri." Lelaki itu berbalik dari tempatnya seraya menyunggingkan senyum.
Aida menunduk saat lelaki tampan itu pergi. Kemudian, ia menatap Valen lagi. "Ada yang bisa saya bantu lagi?"
"Tidak, Mbak. Terima kasih atas waktunya, kami permisi." Valen segera merotasi tubuh dan berderap menuju pintu utama. Bara mengejar langkah Valen setelah mengangguk sopan pada Aida.
"Cepet banget, Val. Lo masih bisa cari tahu yang lainnya, kan?" Bara menghampiri tubuh Valen yang bersandar bada mobil.
"Kayaknya Nata bukan makhluk pribumi, semua orang ditanya jawabnya selalu nggak tahu. Penulis lain juga pakai nama pena, tapi mereka nggak sembunyi kayak gini. Apa perlu kita ke dukun santet, ya, Bar? Hayati udah lelah, Bang ...."
Bara tidak menjawab, tapi tangannya segera membuka pintu penumpang dan memasukkan tubuh Valen yang sudah berbicara di luar nalar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wake Me Up
RomanceValen, seorang wanita yang memiliki nyawa lebih dari satu. Merasa hidup sebatang kara di tengah keluarga yang tak pernah menganggapnya. Ia mendapat tugas untuk menemukan seorang penulis berbekal nama pena, tanpa identitas lengkap. Sebagian karya cet...