Kemarin baru dibicarakan, hari ini malah kejadian.
Tangan kanan Haruto memutar - mutar pensil sementara sebelahnya menumpukan kepala, memberi atensi pada Kazue yang menggebu - gebu menjelaskan kecurigaannya sejak Takahashi Haruna menyapa Shota di kantin. Tugas sialan ini betulan menyita waktu dan kesempatan Haruto meledeki Shota ternyata.
"Jadi kemarin dia yang menulis Takahashi-san?" tanya Kazue.
Takeru mengangguk. "Dia tadinya menaruh di nomor dua, tapi karena aku juga setuju banget jadi ia menaruhnya di nomor satu. Mungkin sengaja biar tidak ketahuan."
Haruto berdecak prihatin. "Aduh, kasihan sekali kau, Takeru. Gebetanmu jadian dengan teman sebangku."
Kazue teringat sesuatu. Bukannya Haruto juga bilang Takahashi-sanㅡah, tidak, tidak. Kazue menggeleng guna merontokan asumsinya.
"Aku tidak naksir!" hardik Takeru sewot. "Lagipula Shota juga bawa - bawa nama Wonyoung-san lah, pipi tembam lah, alasan lain yang bikin aku merasa dia tak menganggap Takahashi-san nomor satu. Aku mana tahu mereka saling menyukai. Aih, kenapa, sih, anak itu keberuntungannya besar sekali."
Setuju. Menurut Haruto, Shota tak lebih unggul darinya. Ganteng, sih, tapi lebih ganteng dirinya, tentu saja. Tubuh juga lebih tinggi Haruto daripada Shota. Jika dibandingkan dua yang lain, Haruto lebih pantas disandingkan dengan Takahashi Haruna atau Okada Aiko atau siapa pun cewek cantik di sekolah ini. Namun meski jelas siapa terganteng, lihat sekarang siapa pemenangnya? Shota.
Bukan kah ini mencemaskan?
"Aku akan mengajak Suzuka-chan jalan besok," celetuk Kazue.
"Sinting."
"Harusnya dukung aku dong!" sungut Kazue lantas menepak lengan Haruto. "Awas saja kau, Haruto. Kalau aku berhasil, aku bakal pindah tempat duduk. Lihat, ya!"
"Terus kalau gagal, kita yang jadian gitu?"
"HARUTO!"
Takeru sudah terbungkuk - bungkuk menertawakan mereka sampai kehabisan napas. Haruto menyeringai bangga atas sumpah serapah yang dimuntahi Kazue demi mengutukinya. Candaan apa lagi yang membikin Kazue bergidik ngeri selain ini?"
"Aku tidak main - main loh, ya! Siap - siap duduk sendiri sampai lulus," ancam Kazue.
"Kalau aku jadi kau, sih, berkaca dulu sebelum macam - macam."
"Harusnya itu kamu, sadar tidak!"
"Lagipula seleramu jelek. Nanoka-san berteman dengan teman yang jelek juga."
Jejak - jejak pemakluman terhempas dari wajah Kazue. "Kau keterlaluan," desisnya.
Haruto malah tertawa - tawa ketika pintu berdebam menutup dan Kazue pun resmi pergi. Jelas sekali atmosfer apa yang terjadi sekarang. Namun gelagat tak mengenakkan ini hanya Takeru saja yang rasa, di lain sisi Haruto masih meledek selera Kazue seraya merapikan meja.
"Kazue sepertinya betulan marah," tebak Takeru sambil berdiri.
"Besok juga biasa lagi." Buku telah masuk ke tas kecuali yang harus dikumpulkan, tas pun sudah Haruto gantung di pundak. Takeru menyelidiki rasa bersalah dalam gerak - gerik Haruto tapi nihil yang ia dapat. Dikatakan keterlaluan pun kadang tidak mempan bagi Si Tengil ini.
"Haruto, kau harus minta maaf pada Kazue."
"Ayo lah, Takeru! Aku sudah biasa dengan Kazue."
"Dia kan suka sekali dengan Nanoka-san."
Nada dan tatapan Takeru menegaskan larangan bantahan yang membuat Haruto wajib main aman. Mau bagaimana pun, Haruto yakin Kazue akan sama lagi besok, tetapi Takeru tampak akan menonjoknya jika membantah. "Baiklah, aku akan minta maaf," kata Haruto santai.
"Karma itu sungguh ada."
Takeru langsung pergi setelah berpamitan singkat. Haruto masih harus menaruh buku di meja guru sebelum pulang. Ia berjalan di lorong sendiri ketika percikan deja vu tanpa ingatan menyentuhnya seperti bekas jejak yang mengarahkan ke suatu tempat.
Tunggu, aku pernah disini...
... Tapi apa?
Mengalihkan benak, Haruto membuka loker dan menaruh buku dari tas. Masalahnya, saat menutup loker, sampai lah ia di ujung jejak itu, Haruto bak tersengat satu ingatan.
Aku akan mendapat surat dari Jang Wonyoung-san disini.
Persis mimpinya. Dari teman, Haruto ingat kata- katanya padahal di ujung surat jelas tertulis nama Jang Wonyoung. Jantung Haruto berhenti sedegub. Kenapa tiba - tiba memimpikan Jang Wonyoung?
"Eish, mana mungkin."
Haruto tertawa canggung. Setelah memastikan loker terkunci, dia melanjutkan jalan ke ruang guru. Namun seberapa keras ia mencoba mengalihkan pikiran, Haruto kembali memutar lagi potongan - potongan mimpi yang tak sempurna disimpan ingatan. Rasanya seperti semut yang memunguti potongan gula, Haruto terkesan dengan perasaan manis yang membikin ujung bibirnya terangkat.
Ujungnya, di depan pintu ruang guru yang sepi, Haruto tak bisa menahan tawa sendiri. Gila. Sinting. Tidak waras. Cuma karena seorang gadis memegang tangannya, itu pun demi memaksa menerima suratnya, Haruto tak bisa menahan rasa senang yang pasti tidak bisa dimengerti Kazue, Takeru, apalagi Shotaㅡorang - orang yang berani bicara dengan perempuan. []
Terima kasih, ya, sudah bertahan baca sampai bab ini T__T
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐨 𝐓𝐡𝐞 𝐅𝐮𝐭𝐮𝐫𝐞 𝐘𝐨𝐮✔
Fanfic┆Dunia Watanabe Haruto mulai berubah saat siswi dari Korea Selatan itu membalas perasaannya di festival musim panas. Gadis itu adalah aktris utama mimpinya, tetapi bukan siapa - siapa di dunia nyata. Karenanya, hidup Haruto pun seakan terbelah; tak...