┆Dunia Watanabe Haruto mulai berubah saat siswi dari Korea Selatan itu membalas perasaannya di festival musim panas. Gadis itu adalah aktris utama mimpinya, tetapi bukan siapa - siapa di dunia nyata. Karenanya, hidup Haruto pun seakan terbelah; tak...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Satu itu kebetulan, dua itu takdir. Dua kali nama Hamada Asahi disebut artinya ini bukan kebetulan, ini takdir! Haruto pun bergumam rendah, berjuang mengingat detail lain dari rangkaian mimpi.
[Surat merah muda > rooftop sekolah > festival olahraga ]
Haruto meraba-raba jejak mimpi itu, lewat logika lalu hati. Ia ingat dalam kewaspadaan tinggi tiba-tiba ada yang memberikan surat pengakuan cinta berwarna merah muda 'Dear Haruto-kun...' dengan nama Wonyoung tertulis di akhir. Rooftop sekolah dimana Wonyoung bilang ia salah sangka soal nama (dan Haruto bisa-bisanya berani mengelus rambut cewek). Terakhir, mimpi tadi malam yang meyakinkannya kalau Wonyoung percaya diri sekali memanggilnya 'Hamada-senpai'
Apa polanya?
Digigitnya ujung pulpen. Tidak ada yang bisa ia pikirkan saat ini. Pusing.
Omong - omong, sudah bulat dua hari Kazue tidak bicara dengannya. Shota yang harusnya jadi bahan ledekan turut menjauh, mungkin karena Takeru yang ikutan kesal padanya sudah cerita pada Shota. Alhasil, Haruto betul - betul tak bicara kepada siapa pun kecuali pada guru. Menyedihkan. Haruto tak cuma tinggi badannya saja melainkan gengsinya juga.
Haruto menyugar rambutnya. Lagipula apa jadinya jika Haruto tiba - tiba bercerita dihantui mimpi Wonyoung setiap malam? Mau ditaruh dimana muka Haruto.
Suara sesuatu dihentakkan ke papan tulis memecah gelembung bengong Haruto. Sensei tengah menulis angka di papan tulis.
"Kerjakan halaman ini tiga puluh menit dari sekarang. Nanti akan saya panggil satu per satu untuk mengerjakan di depan," perintah beliau.
Huh. Menemukan ujung perhitungan Matematika sama sulitnya dengan menarik simpul mimpi - mimpi anehnya belakangan. Mana yang harus didulukan? Sebentar lagi jam pulang dan dia tak punya banyak waktu untuk menentukan langkah selanjutnya sebelum mimpi baru datang lagi.
Haruto melirik Kazue. Jika anak itu duduk di sampingnya, masalah Matematika ini akan cepat selesai. Kazue pintar, itu jelas, tetapi, ah, tetap saja, dia tidak cukup pintar untuk tahu kalau Haruto sudah merasa bersalah.
Rutukannya berakhir seiring ia membaca soal di buku. Mencoba berusaha. Walau pikiran selalu kabur ke jejak - jejak mimpi, Haruto menghitung dan menghitung. Waktunya berjalan hanya di satu nomor soal saja, di belakangnya telah mengantri lima soal lain. Sial, betulan susah sekali. Kalau begini ceritanya, dari tadi dia memerhatikan pelajaran.
Siswa jangkung itu baru mencoba soal nomor tiga ketika sensei memanggil dua nama untuk mengerjakan dua nomor pertama. Kering mengembun di pelipis sementara udara dingin bertiup ke tengkuknya. Bagaimana ini, bagamana ini. Haruto mendapatkan perasaan dia akan maju. Biasa, insting orang sial biasanya kuat.
Benar saja. Tak berselang lama, namanya dipanggil.
"Watanabe-kun nomor lima," sahut sensei. Mati aku.
Sekarang bukan lagi keringat dingin, kaki Haruto bahkan sampai terasa meloyo seperti mie lembek walau tetap dipaksakan kokoh. Haruto tidak yakin hidupnya panjang jika ketahuan belum mengerjakan nomor lima. Ia bolak - balik melihat bukunya dengan papan tulis. Semua soal sangat berbeda, tidak bisa dicontek dikit.
"Watanabe-kun?" panggil sensei lagi.
Haruto menegup saliva. Semua orang bak mengacungkan pedang berupa tatapan. Dikepalkan lah jarinya guna menyembunyikan gemetar. Satu peluh sebesar biji jagung meluncur dari leher, satu lagi dari pelipis. Satu langkah, dua langkah. Ah, tidak, gelombang mual mulai bergulung - gulung kecil, buihnya seakan telah sampai di kerongkongan. Tak nyaman. Haruto mengerjap lalu menghembuskan napas pelan - pelan. Apakah ia bisa melakukannya?
"Sensei, aku mau tanya!"
Tiba - tiba Kazue mengambil perhatian sensei seketika, persis setelah ia melirik Haruto. Tak disangka, saat itu juga buku Haruto direbut seseorang lantas tangannya dijejalkan buku lain. Ternyata Shota. Ia juga cepat - cepat mendorong pelan supaya Haruto tetap maju. Dan bersama Takeru, mereka memasang wajah serius seakan tak ada yang terjadi.
Diangkatnya buku yang ia pegang. Nomor limanya sudah terisi. Ia melirik sekali lagi sambil berjalan ke papan tulis; Shota, Takeru, bahkan Kazue kompak mengangguk samar - samar. []
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hai! Maaf ya ternyata lebih dari seminggu T___T
Jadi gimana nih dua minggu pertama di 2022? Apapun yang terjadi, semoga kalian selalu dikelilingi hal - hal baik!♡ Sama kayak aku yang selalu dapat dukungan kalian huhu makasih banyak ya🥺🥺🥺