Selamat untuk kita semua. Akhir tahun 2020 sudah sangat dekat untuk berganti dengan 2021. Mari kita sambut hari-hari ini dengan banyak syukur untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi..
Happy reading, gaes ..
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Rei menyedot dengan tenaga maksimum hingga menghabiskan minuman itu beberapa detik saja. Minuman tersebut tepat habis ketika Baron sampai tepat di depan Rei.
Tangan kiri Baron sudah siap menampung untuk memalak minuman Rei. Sayang sekali, yang tersisa hanyalah es di kantung plastik minuman segar itu.
Rei dengan tampang polosnya meletakkan plastik dengan es dan sedotan itu di atas tangan Baron yang sedang mengulurkan tangan untuk merebut minuman dari Rei.
"Owh, jadi Kamu mau bantu buang sampah, ya? Terima kasih, ya." Rei menyerahkan kantung plastik minuman dengan sisa es dan sedotan di dalamnya dan berlalu menuju ke arah kursi tempat berteduh.
Rei ingin istirahat setelah lelah bermain. Walau niat awal sebenarnya duduk berteduh sambil menikmati minuman segar yang susah payah ia perjuangkan.
"Berani-beraninya, kau!?" ucap Baron dengan menahan luapan emosi pada dirinya.
Rei merasa hawa yang sangat tidak enak setelah mendengar Baron berkata seperti itu. Lalu Rei menoleh ke arah Baron.
"Kurang hajar sekali, kau! Beraninya kau memberikan sampah kepadaku ...!?" Baron sekarang berteriak dengan penampakan wajahnya memerah penuh gejolak amarah.
Melihat Baron yang sudah sangat marah, membuat Rei gemetaran sampai tidak bisa bergerak menjauh dari tempat itu. Ingin sekali dia lari dari tekanan yang sangat mencek dari Baron.
Kemudian, melesat begitu cepat kantong plastik yang berisi es ke arah Rei.
PRAAAAK
Bukannya mengenai Rei, kantong plastik dengan es di dalamnya itu mengenai seorang anak laki-laki yang sedang berjalan ke arah pagar.
Anak itu tampak penuh dengan keringat. Kemungkinan, dia mau membeli minuman setelah selesai bermain. Kulitnya berwarna putih, sehingga terlihat bekas merah pada kepala yang terkena lemparan tadi.
Seketika itu, dia terlihat sangat marah sehingga seluruh wajahnya menjadi berwarna merah semua.Tiba-tiba, seorang gadis menggenggam dan menarik tangan Rei, menjauh dari tempat itu.
"Tara?!" ucap Rei sembari berlari mengikuti tarikan gadis itu.
"Iya, Rei. Ayo, lari!" serunya kepada Rei.
Baron terlihat masih kesal kepada Rei dan langsung bergerak mengejarnya. Akan tetapi, tendangan melesat ke dadanya, membuat Baron sedikit terpental ke belakang saat itu.
"Tanganmu hangat Tara," ucap Rei pada anak yang menariknya itu.
"Iya, mungkin karena Rei habis megang minuman dingin tadi," balasnya pada Rei.
Tara beralih melihat lokasi memanas yang mereka tinggalkan tadi. Terlihat seorang berwajah memerah tadi meluncurkan tendangan demi tendangan pada Baron.
Baron seperti tidak terlalu merasa sakit. Dia juga melesatkan serangan pukulan pada anak itu. Mereka berkelahi cukup sengit.
Keributan itu membuat panggung tontonan di lingkungan taman bermain itu. Anak-anak mulai berkerumunan melihat perkelahian itu. Bukannya tidak ada yang mau melerai, akan tetapi anak-anak termasuk aku belum mengerti bagaimana langkah tepat untuk menyikapi perkelahian di depan mata mereka.
Langsung saja bu guru berlari menghentikan perkelahian itu. Terlihat mereka masih saja memberontak saat dihentikan sehingga butuh tiga guru untuk memisahkan mereka berdua dari perkelahian itu.
Baron dan anak itu dibawa ke ruang guru sekolah. Sepertinya untuk didamaikan dan dilakukan penyelesaian masalahnya. Rei merasa akan ikut dipanggil karena plastik dengan es di dalamnya itu adalah kepunyaanku.
Setelah kondisi mulai reda, Tara memecah keheningan.
"Hahaha.. kenapa Kamu beri dia sampah plastik bekas minumanmu Rei?" ucapnya padaku.
"Iya, habisnya minumanku sudah habis kan, terus dia membuka tangan seperti meminta sesuatu padaku. Ya sudah, Aku beri saja plastik minuman yang ada di tanganku," jelas Rei polos.
"Tapi, kamu sepertinya sengaja deh, habisin minumannya saat dia berjalan ke arahmu Rei. Kamu baru saja dapat minuman dari antrean padat itu, tapi minumanmu udah habis saja Rei."
"Ehehe iya Tara, habisnya dia terlihat ingin meminta paksa minuman Aku, Tara."
"Kenapa ga disisakan dikit gitu? Biar Kamu ga kena masalah dengan anak itu."
"Aku tidak suka dengan caranya meminta, Tara," balas Rei.
"Oke deh, ya sudah. Lain kali hati-hati ya Rei."
"Ba-baik, Tara. Makasih ya sudah nyelamatin Aku."
"Sama-sama, Rei."
Rei terpikir sesuatu dan bertanya, "Kamu kenapa bisa datang tiba-tiba gitu Tara? Seperti superhero saja, hehe."
"Aku tadi bermain ayunan kursi panjang berhadapan di sana bersama teman-teman yang lain. Lalu, aku melihat Baron yang sedang meminta paksa anak-anak yang lewat di sana. Terus, aku penasaran, apa ada yang berani nenolak pas dimintai Baron. Eh, Tara malah lihat Rei yang kasih kantong plastik minumam kosong ke Baron. Hahaha ...! Kamu kenapa gak langsung lari, Rei?"
"Iya Tara, Aku juga kaget kalau Baron akan melempar kantong plastik yang masih berisi es itu ke Rei. Aku jadi kebingungan saat melihat wajah geram Baron yang serba merah itu, Tara."
"Eh, kamu kelihatan cape' deh, Rei. Kita duduk di kursi yang teduh itu aja, yuk!"
"Ayo!" jawab Rei.
Rei dan Tara duduk berdua seperti pertama kali kami bertemu dan berkenalan.
Baru saja mau bernostalgia, bel tanda akan makan bersama pun berbunyi. Semua anak-anak termasuk Rei dan Tara mengikuti intruksi untuk masuk ke ruang kelas masing-masing.
Di kelas, Rei dan Tara melihat Baron yang menyiapkan hidangan pada semua anak-anak.
Baron ikut membagikan sepotong-sepotong, yang sama banyak ke semua anak-anak di kelas. Sepertinya itu adalah hukuman dari perkelahian yang baru saja ia lakukan tadi.
Tidak tahu apa yang terjadi di ruang tempat Baron dan anak itu dibawa, Rei merasa tidak disalahkan pada kejadian ini. Mungkin karena Baron takut juga akan ketahuan memalak minuman anak-anak di sekolah.
Makan bersama dan pulang pun berjalan dengan baik tanpa masalah yang dibuat oleh Baron.
Rei merasa cukup aneh dengan itu semua, ketika membagikan roti oleh Baron kepada Rei, tidak ada perbuatan balasan dari Baron seperti tidak ada masalah saja yang terjadi tadi. Rei berpikir, mungkin saja Baron lupa dengan wajahnya. Baron membagikannya dengan sangat baik dan sopan seperti ke anak-anak lainnya. Rei masih sedikit cemas dengan sikap perubahan aneh yang menyimpan sesuatu hal lain dari Baron.
Ketika Rei pulang berboncengan di motor. Terlihat senyum sinis dari seseorang di dalam pagar, ke arah Rei.
TO BE CONTINUED
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Makasi dah mampir, gaes..
Kalau suka jangan lupa vote ya, gaes...
Mohon juga krisarnyanya kakak, bang, teman-teman.Aku butuh itu untuk buat ceritaku berkembang lebih baik lagi.🙏🙂
Sampai jumpa di next chapter ^_^ (see you)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Friend | [Selesai]
General FictionDi rumah, Rei telah diajari untuk disiplin dalam hal kebersihan. Dengan umurnya yang baru empat setengah tahun, ia sudah bisa menyapu dan merapikan tempat tidurnya sendiri. Fazal, adiknya Rei, sering bertengkar dengan Rei di rumah. Rei sungguh jenu...