Selamat hari Jum'at. Maaf nih gaes, aku telat UP lagi. Tugas udah mulai numpuk terus menggerogoki diriku. Eh, maaf. Kalau dilanjutkan akan jadi beda cerita pula nanti. Okey, tanpa memperpanjang basa basi, langsung saja masuk ke ceritanya~
Happy reading!
========
Pada jam keluar main yang cerah, ada seorang pria yang memberikan coklat kepada pria lainnya. Mereka masih kecil dan lugu. Tidak mengerti apa itu hari valentine. Lagian hari juga bukan februari karena sudah lewat satu bulan yang lalu.
"Ini Rei, sebagai ucapan terima kasihku."
"Hah, terima kasih unuk apa?"
"Ya, tentu untuk pertolonganmu waktu itu. Sekarang hukumanku tuntas dengan baik. Kalau yang kemaren dilanjutkan seperti itu, naka aku bisa mampus, Rei."
"Oke, aku terima. Makasih ya, Romi."
"Sama-sama."
"Ehem, sepertinya enak, aku mau coba semuanya!"
Romi merasakan aura kuat mencekam dari Baron. Rei yang sudah terbiasa tidak takut lagi. Malah dia langsung berlari menarik tangan dari Romi.
"Lari!"
Romi juga ikut-ikutan berlari.
"Eh, apa tidak apa kalau lari? Nanti dia tambah marah loh. Dia kan duo yang terkuat bersama Fauzan."
"Tidak apa-apa, kok. Aku sering lari dari dia. Dia itu takut diaduin ke guru tahu. Jadi, kalau kita dekat guru gitu dia gak mau ngejar, hehe."
"Ohh, gitu ya, Rei. Tapi, tetap aja bahaya, kan."
"Ya, kita harus hati-hati terus, lah. Wkwk."
"Padahal aku gak mau terlibat," ucap Romi.
"Tidak apa Romi, kau bisa bermain dengan Fauzan lagi. Tapi, ya entahlah Fauzan mau maafin kamu apa enggak."
"Kenapa?"
"Ia, karena Baron gak mau ribut sama Fauzan, hehe."
"Oh, gitu, ya. Aku main aman aja deh Rei. Dekat dekat guru."
"Oalah, oke Romi. Btw makasi cokaltnya."
"Siip, aman."
Bel masuk kembali berbunyi. Saat waktu makan, Rei membaginya kepada wanita yang duduk di sebelahnya. "Tara, ini untukmu," ucap Rei yang sudah memotong dua.
"Wah, coklat, makasi Rei. Hehe."
"Sami sami, kamu suka coklat ya Tara?"
"Suka, tapi gak banyak. Kata ibu, nanti gigi bisa ompong."
"Oh, gitu ya."
"Iyap." Tara begitu menikmati sembari tersenyum nikmat di wajahnya. Rei yang melihat itu merasa lebih senang dibuatnya.
Di belakang beberapa kursi dari mereka, Baron menggeram karena sikap Rei yang kurang hajar kepadanya. Dia menggerutu dan meremas-remas roti yang ada di tangannya.
Hari demi hari terus berganti, Rei selalu berhasil lolos dari intaian Baron. Hal itu tidak lain karena Rei begitu lihat menghindar dan berlari lebih cepat dari Baron.
Pada suatu kesempatan, Baron memergoki Romi yang sedang sendiri duduk di suatu kursi menikmati roti yang ia beli.
"Hei, kau yang pernah lari dariku, 'kan. Berani sekali kau!' Baron merangkul dan memegang semakin kuat pundak Romi.
"A--ampun, aku cuma ditarik oleh Rei," jawab Romi."
"Oke, aku mau kau memberiku coklat itu."
"Maaf, c--coklatnya sudah habis."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Friend | [Selesai]
General FictionDi rumah, Rei telah diajari untuk disiplin dalam hal kebersihan. Dengan umurnya yang baru empat setengah tahun, ia sudah bisa menyapu dan merapikan tempat tidurnya sendiri. Fazal, adiknya Rei, sering bertengkar dengan Rei di rumah. Rei sungguh jenu...