#17 | Pesuruh dan Perlindungan

22 12 20
                                    

Hallo semua, semoga sehat-sehat selalu yaa! ^_^
Happy reading~

.

.

.

.

.

.

Kini insiden yang mencelakakan Tara telah terselesaikan dengan tuntas. Rei dan Tara sudah berteman baik kembali. Walau dengan beberapa situasi yang berubah, diantaranya Tara yang sekarang sering ditempel sama teman barunya dan Rei yang telah punya ngobrol bersama Aldi saat jam keluar main.  Keadaan membuat mereka tidak terlalu banyak menghabiskan waktu berdua seperti sebelumnya.

Walaupun begitu, di kelas, Rei dan Tara tetap berteman baik di dalam kelas. Walau tidak seintens sebelumnya.

"Ada apa nih Rei? Tiba-tiba Rei mau ngomong lagi sama Tara," tanya gadis munyil yang duduk di samping bangku Rei.

Rei bertanya balik, "Apa Tara gak suka Rei ngomong lagi sama Tara?"

"Gak kok. Malah Tara jadi senang tau."

"Ba-baiklah, oke," Rei bergerak mengeluarkan buku paket dari tasnya, bersiap untuk belajar.

"Jadi, kenapa Rei cuekin Tara akhir-akhir ini?"

"Sebenarnya Rei gak mau Tara terluka karena main sama Rei lagi. Karena Rei udah bikin mereka bertengkar, Rei pikir mereka mau balas dendam sama Rei. Trus kemaren Tara kena imbasnya. Ternyata Rei salah. Maafkan Rei ya, Tara."

"Owh, gitu. Oke deh, gak apa-apa kok Rei," Tara tersenyum senang karena ternyata Rei tidak benci sama dia. Tara berpikir kalau Rei kemaren jaga jarak sama dia karena Tara pikir dirinyalah yang menyebabkan Rei masuk ruang guru.

Setelah salah paham diluruskan, Rei dan Tara kembali fokus untuk mengikuti kelas dengan serius.

***

Merasa suasana begitu damai, Rei dengan riangnya setelah bermain membeli minuman segar dan kembali menuju tempat Aldi duduk untuk mengobrol dengannya. Rei terlupakan suatu hal, yaitu tidak berhati-hati akan keberadaan Baron.

Ketika Baron hendak berjalan ke arah Rei yang sedang lengah, tiba-tiba langkah Baron terhenti. Bukan tanpa sebab, sekarang tiba-tiba terlihat Fauzan memangku sebelah pundah Rei.

Bukannya takut kepada Fauzan, tapi Baron takut masuk kembali ke ruang pengadilan, tempat guru mengintrogasi dan memberi ceramah kepadanya. Maka dari itu, Baron mengurungkan niatnya dan berlalu menjaga wilayah palakannya.

"Aku ingin bicara sama kau," ucap Fauzan sembari berjalan pelan dan berbisik.

"Karena kamu udah buat benjol di kepala waktu teman cewekmu tidak sengaja terbentur olehku. Dimana sudah jelas siapa pelakunya sekanag, 'kan?! Aku mau kamu jadi pesuruhku selama 3 hari dari besok saat jam keluar main. Kamu bersedia dong?" lanjut Fauzan.

"Ha? Baiklah, ga masalah. Tapi kenapa 3 hari?" tanya Rei.

"Tidak ada alasan khusus. Bersiaplah untuk besok!" Fauzan menutup kesepakatan dan berlalu menjauh dari Rei.

***

Hari berganti dan jam keluar main belum lama berlangsung. Baron tersenyum lebar dan menyeringai. Ketika hendak menyergap jajanan yang dibawa Rei, lagi-lagi usahanya terhadap Rei gagal lagi. Itu karena saat dimintai semua jajanannya, Rei menunjuk ke arah kursi ban yang sedang diduduki oleh Fauzan. Ia tampak berkeringat dan butuh air untuk menghidrasi dirinya.

Langsung saja Rei berjalan lurus ke Fauzan memberikan 2 plastik minuman kepada Fauzan.

"Baiklah cukup untuk hari ini," ucap Fauzan dengan logat sudah seperti bos besar saja.

Raut wajah Rei tampak menahan-nahan geram terhadap sikap Fauzan yang seperti itu. Akan tetapi, faktanya memang Rei juga salah karena memukul Fauzan tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi waktu itu.

Rei pergi berlalu dari Fauzan. Disedot dengan cepat minuman segar itu oleh mulut Fauzan yang mengeluarkan suara ngos-ngosan sebelumnya. Dengan satu pernapasan, satu hisapan kuat Fauzan mampu menghabiskan satu minuman segar di plastik itu. Sehingga setelah selesai dengan hisapan kuat keduanya, membuat kedua minuman segar itu tinggal plastik dengan batu es di dalamnya.

"Apa maksudnya ini?" ucap Baron yang sudah berada di hadapan Fauzan.

"Kau ada masalah?" Fauzan tampak geram ditanyai Baron.

"Bukankah kita sepakat akan bekerjasama untuk menghajar si cupu itu? Kau ingatkan kalau dia yang membuat kita masuk ruang guru waktu itu," ujar Baron.

Fauzan menyeringai dan tersenyum tipis, "Tapi dia juga yang sudah menghidangkan pertarungan yang segar waktu itu. Kebetulan sekali waktu itu aku mau menendang bokong seseorang. Hehehe."

Baron kaget dengan jawaban Fauzan. Kecewa dan geram bercampur bergejolak Baron rasakan. Ia merasa kepercayaannya dikhianati membuat amarahnya terpancing. Kata-kata Fauzan seakan memberi informasi lain bahwa Fauzan tidak lagi berpihak kepadanya.

"Apa insiden jatuh berdarahnya teman perempuan Rei itu belum cukup untuk membalasnya? Dia terlihat menderita beberapa hari sebelum kebenarannya terungkap," lanjut Fauzan.

Baron tidak peduli karena dirinya tidak terlibat masuk ke dalam ruang guru waktu itu.

"Terserah sau saja. Aku akan tetap membalasnya sampai hancur pada setiap kesempatan yang ada dengan alasan tidak sengaja nantinya," papar Baron sembari menyeringai ke arah Fauzan.

"Lakukan sesukamu, seminggu ini jangan ganggu dia, atau Kau akan berurusan denganku," ancam Fauzan dengan tatapan tajam mode seriusnya.

"Sialan, kau!" Baron menggeram penuh amarah. Namun pikirannya teralih pada ibunya yang pernah berpesan kepadanya.

"Tidak ada uang jajan selama sebulan kalau sampai mami dipanggil ke sekolah ya, Ron!"

Ancaman itu begitu menakutkan karena bagaimana mungkin dia bisa bertahan dengan keadaan itu. Sedangkan, ada uang jajan saja tidak cukup untuk melepas dahaga dan laparnya. Hal itu, merupakan alasan Baron memalak beberapa anak untuk memenuhi nafsu makan tubuh besarnya itu.

Karena kondisi Baron tidak diuntungkan, terpaksa ia kembali mengalah untuk kesekian kalinya.    

TO BE CONTINUED~

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Jangan lupa tekan bintang setelah membaca yaa, biar aku lebih semangat lanjutin ceritanya~
Kalau mau Krisar boleh banget kok, asal jangan dengan maksud menjatuhkan yaa,, gak baik buat kesehatan mental aku, hehe...
Thanks and see you next chapter, gaees...

Sweet Friend | [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang