Angin di pagi hari menerpa lembut wajah Scarlett yang sedang duduk di sofa depan rumahnya. Sementara suaminya sedang membaringkan kepalanya ke perut Scarlett yang sudah besar. Menikmati pemandangan serta berbicara dengan calon putri mereka yang telah seminggu menolak keluar melihat dunia.
"Kapan kamu lahir ya? Papa mau lihat kamu. Sudah tanggal 31 Agustus nih. Padahal kamu janji tanggal 24 Agustus," ucap Benicio sambil mengelus lalu mengecupi perut Scarlett. Sementara istrinya hanya tertawa kecil menanggapi hal itu.
"Perut kamu sakit - sakit lagi tidak? Beri tahu saja kalau mulai tidak nyaman," ucap Benicio dengan nada perhatian. Scarlett pun mengangguk membalas ucapan Benicio.
Scarlett pun memutuskan untuk ke dapur untuk mengambil minuman. Tepat di saat itu, sebuah rasa mulas menyerang perutnya. Hal itu membuat Scarlett sedikit mengaduh sambil memegang perut besarnya.
Awalnya, Scarlett mengira rasa sakit di perutnya hanya kontraksi palsu yang dia alami selama beberapa hari terakhir. Namun, rasa mulas ini terlalu lama untuk dikatakan kontraksi palsu. Bahkan rasa mulas ini membuatnya jatuh bersimpuh.
Sebuah tangan yang kekar merangkul pundak Scarlett dan membiarkan kepala Scarlett berbaring di dadanya. Lalu tangan itu meraih tangan Scarlett yang sudah dibanjiri dengan keringat. Scarlett pun menggenggam tangan itu dengan erat sambil mengerang kesakitan. Dia tahu tangan itu adalah milik suaminya, Benicio.
"Hey, masih kuat kan? Kamu duduk di sofa saja dulu sebelum ke rumah sakit. Biar aku nyiapin barang - barang yang diperlukan," ucap Benicio sebelum membantu Scarlett bangun dan mengantarnya ke sofa untuk duduk.
Kontraksi itu berakhir ketika Scarlett sudah duduk di kursi. Dia pun bernafas lega sambil melihat perutnya. Berusaha menetralkan detak jantungnya yang terus berpacu cepat. Namun begitu suaminya kembali setelah beberapa menit mempersiapkan barang - barang, Scarlett kembali merasakan mulas.
Tepat di saat itu, Benicio langsung menaruh bawaan mereka dan segera duduk di samping Scarlett. Tepat saat Benicio duduk, Scarlett langsung menarik baju Benicio dan meremasnya sambil berusaha bersahabat dengan rasa sakit itu. Sementara Benicio hanya bisa mengusap punggung istrinya dan berharap kontraksi yang satu ini cepat selesai.
"Huft... hah... hah... aku... takut," ucap Scarlett dan tiba - tiba deraian air mata mulai turun dari mata Scarlett. Sementara tangannya yang masih meremas baju Benicio gemetar ketakutan.
"Sst... semua akan baik - baik saja. Ayo ke rumah sakit. Kubantu kamu jalan," ucap Benicio sebelum mengambil semua barang bawaan dan langsung menuntun Scarlett ke mobil mereka. Setelah itu mereka melaju menuju ke rumah sakit.
Tidak membutuhkan waktu lama, Scarlett sudah berbaring di ranjang rumah sakit sambil menggenggam tangan suaminya. Kembali lagi dengan usahanya untuk bersahabat dengan rasa sakit itu agar bisa tenang dalam melahirkan nanti.
"Kamu haus tidak? Atau kamu lapar? Minum dan makan sesuatu ya, Scarlett. Agar kamu tidak fokus pada rasa sakit itu," ucap Benicio sebelum mengambil segelas air mineral dan juga sebuah donat kepada Scarlett. Tanpa diminta lagi, Scarlett langsung melahapnya.
"Kamu tahu, sebenarnya aku sudah memiliki ide untuk menamai putri kita. Namun setiap hari aku selalu menolak memberi tahumu karena aku merasa tidak pantas," ucap Benicio dan dibalas Scarlett dengan kernyitan di dahi.
"Kenapa? Anak ini putrimu," ucap Scarlett sebelum kembali melahap donatnya.
"Karena aku masih mengingat bagaimana aku meninggalkanmu dan membiarkanmu dijual. Sungguh aku merasa tidak bisa menerima maafmu. Jadi, nama bayi itu kamu saja yang tentukan," ucap Benicio namun langsung dibalas dengan gelengan Scarlett.
"Kamu ayahnya, Benicio. Kamu pantas menamai putrimu. Aku tahu kamu terpaksa seperti itu karena keadaan di sini yang sedang genting. Ditambah lagi, memang ide kamu apa soal nama anak kita?" ucap Scarlett sebelum meminum habis air mineralnya.
"Charlotte. Itu yang kupikirkan sejak lama," ucap Benicio dan dihadiahi dengan Scarlett yang membelalakkan mata.
"Itu cantik sekali. Mungkin itu bisa menjadi nama tengah. Aku juga punya ide," ucap Scarlett dengan senyum lebarnya. Namun sebelum Benicio sempat bertanya, Scarlett tiba - tiba menjatuhkan gelsanya hingga pecah dan langsung memegang perutnya. Kontraksi kembali lagi dan yang satu ini lebih menyakitkan.
Hingga, cairan tiba - tiba mengalir dari bawah Scarlett. Menandakan ketubannya telah pecah. Sekarang hanya menunggu pembukaan lengkap agar bayinya bisa keluar.
Hanya dalam dua jam, pembukaan Scarlett sudah lengkap. Bahkan sekarang dia sudah dalam posisi mengakang, menggenggam erat tangan Benicio, dan berusaha mendorong bayinya keluar.
"Scarlett, bertahanlah," ucap Benicio sebelum mengecup kening istrinya yang basah dengan keringat. Setelah itu, Scarlett pun mendorong bayinya dengan kuat.
Tepat saat dokter menyuruhnya mengambil nafas, Scarlett menatap wajah Benicio. Sinar matanya begitu kesakitan dan cairan bening terus keluar dari matanya. Membuat Benicio sekali lagi mengecup kening istrinya.
"Hampir berakhir. Kita akan melihat anak kita," ucap Benicio dan membuat Scarlett tersenyum kecil. Tepat saat itu, Scarlett kembali mengerang untuk mengeluarkan bayinya. Namun tidak sampai sepuluh detik, Scarlett tiba - tiba berhenti dan menatap Benicio lagi.
"Scarl? Ada apa? Dorong lagi," ucap Benicio dengan panik begitu pula para dokter. Sementara Scarlett hanya menatap Benicio dengan mata berair.
"Aku tidak kuat. Aku lelah banget. Aku tidak bisa dorong Flower keluar," ucap Scarlett sebelum menangis. Benicio menggeleng dan mempererat genggaman tangannya pada Scarlett.
"Kamu itu kuat. Kamu bisa mendorong bayi kita agar dia bisa memiliki nama Flower Charlotte Walter. Ayo Scarl, kamu bisa," ucap Benicio sambil menatap lekat Scarlett. Jujur saja, rasa khawatir mulai bertumbuh di hatinya.
Namun rasa itu hilang ketika Scarlett mulai mengikuti intruksi dokter untuk mendorong lagi. Dan tidak perlu waktu lama, tangis bayi mulai memenuhi ruangan. Memenuhi kebahagiaan kedua orang tua baru itu.
Tepat di saat bayi mungil itu ditaruh di dada Scarlett, ibu baru itu segera mengecup kening bayinya dan terkejut melihat matanya.
"Lihat! Dia punya mata merah dan coklat terang. Unik sekali! Dia mewarisi mata kita berdua sekaligus," ucap Scarlett sebelum mengecup kembali anaknya yang mulai menyusu. Sementara Benicio hanya tersenyum dan mencium kepala Scarlett. Hatinya penuh dengan kebahagiaan.
"Flower sama sepertimu. Dia mewarisi wajah cantik ibunya," ucap Benicio sambil mengusap puncak kepala Scarlett. Dahi Scarlett langsung berkerut mendengar hal itu.
"Bagaimana kamu tahu ideku?" tanya Scarlett dan Benicio menjawabnya dengan kekehan kecil.
"Kaamu menyebutnya tadi saat mengeluarkan dia. Jujur saja, aku suka nama itu. Flower Charlotte Walter, nama cantik untuk anak kita," ucap Benicio sebelum mengecup istri dan bayinya yang baru lahir.
Setelah tiga hari Scarlett melahirkan, ketiga sahabat mereka mampir untuk melihat keponakan baru mereka. Tentu saja ketiga orang itu adalah Aska, Naren, dan Hanna. Sekarang mereka sedang memperhatikan wajah bayi yang sedang menatap mereka kebingungan.
"Aw... my little niece," ucap Hanna sambil melihat bayi itu dengan wajah gemas.
"Sepertinya kita bertiga seri. Dia mirip kedua orang tuanya sekaligus," ucap Aska sebelum semua orang tertawa mendengarnya.
"Jadi siapa nih namanya?" tanya Hanna dengan wajah penasaran.
"Flower Charlotte Walter," jawab Benicio dan dihadiahi dengan binaran mata semua orang yang kagum.
Benicio dan Scarlett hanya berharap. Tidak ada lagi yang mengusik kebahagiaan mereka bertiga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Save The Baby (Complete)
Misterio / SuspensoBenicio Walter menghadapi bahaya besar dimana perusahaan tempat dia bekerja diancam oleh perusahaan musuh. Dimana musuh itu juga mengincar istrinya, Scarlett yang sedang mengandung buah hati mereka. Kisah kejar mengejar ini apakah berakhir bahagia?