14: Kepedulian Aksa
Biru menduduki dirinya pada bangku di taman yang lumayan sepi karena hari seperti akan turun hujan. Angin yang berhembus kencang tak membuat seorang Biru bangkit dari duduknya. Orang-orang yang berlalu-lalang menghindar untuk tak terkena rintik-rintik hujan yang mulai turun tak membuat Biru ikut kegiatan mereka.
Justru itu Biru datang kesini. hujan, angin, dan melamun bak patung yang tidak bergerak. Ia masih memikirkan kejadian tadi sore yang membuatnya tak berkutik, ditambah perkataan Cherry yang membuatnya semakin yakin akan sosok gadis yang bersama Elang.
Matanya yang berkaca-kaca akibat kejadian tadi tidak ia hiraukan. Yang ia inginkan sekarang, bagaimana caranya melupakan kejadian tadi dan bagaimana cara lepas dari Elang atau yang lebih pastinya, lepas dari kehidupan Elang.
Mungkin susah, sangat susah untuk keluar dari hidup Elang dimana ia sudah memasuki kehidupan Elang. Ya, walaupun tidak terlalu dalam, tetapi tidak menutup kemungkinan itu sudah dibilang cukup jauh.
Biru dan Elang.
Dua nama yang sekarang sudah membludak diperbincangkan oleh warga sekolah ataupun di luar sekolah. Mereka berdua bagaikan lem yang tidak dapat dilepaskan, itu dulu.
Menurut Biru, Elang itu bagaikan pangerannya, disaat ia butuh sesuatu, Elang selalu memenuhinya. Disaat ia menginginkan apa yang ia mau, Elang menurutinya.
Dan sekarang, setelah ia tau status Elang. Ia menjadi berfikir yang kesekian kalinya. Posisinya dihati Elang sebagai apa? Ia tau posisinya tidak lebih sebagai seorang teman bagi Elang. Ia sadar diri, posisinya tidak seharusnya berada didalam hati Elang, karena ada seseorang yang harus dijaga.
Setelah melamun sekian lamanya, ia bertekad untuk menjauhi Elang untuk sementara waktu. Ia butuh waktu untuk memantapkan hatinya agar tetap berdiri kokoh saat berhadapan dengan Elang.
Terlalu hanyut dalam lamunannya, sampai Biru tidak menyadari keadaan taman sekarang sudah sepi senyap. Hujan deras yang mengguyurnya tidak ia sadari, hingga seluruh badannya dibasahi oleh hujan yang menimpa dirinya. Air mata yang mengalir dimatanya tidak terlihat karena dibarengi oleh aliran hujan.
Matahari sudah menyembunyikan dirinya dan langit nampak gelap karena ditutupi awan hitam. Biru melihat kesekitarnya dan benar-benar sudah tidak ada orang. Biru tidak berniat sama sekali untuk beranjak dari duduknya. Ia merasa sudah tidak ada tenaga dalam dirinya. Bibirnya yang pucat dan wajahnya yang lesu sudah menjelaskan bahwa keadaan Biru sekarang tidak baik-baik saja.
Biru memang tidak bisa jika sudah terkena air dingin dan mengguyur tubuhnya sampai berjam-jam, jika sudah seperti ini, nantinya pasti ia akan jatuh sakit, demam. Ingat, pada saat Cherry beserta antek-anteknya melakukan bullying terhadap dirinya sampai-sampai ia jatuh sakit karena terguyur air dingin selama berjam-jam.
Biru tidak merasakan lagi guyuran hujan pada tubuhnya sekarang. Apa hujan telah berhenti? Tapi terdengar jelas suara hujan yang bertubrukan dengan tanah yang menandakan hujan masih berlanjut.
Ia mendongak dan mendapatkan sebuah payung yang berada tepat di atasnya. Ia melihat Aksa yang berdiri didepannya yang sedang terguyur derasnya hujan. Ah, pantas saja ia tidak melihatnya, keadaan kepalanya tadi sedang menunduk. Tapi, Tunggu. Derasnya hujan?
Biru membulatkan matanya dan berdiri untuk memayungi dirinya dan juga Aksa. Ia tidak ingin ada orang lain yang basah-basahan seperti dirinya sekarang.
Biru mendongakkan kepalanya menatap wajah datar Aksa yang sedang menatapnya juga sekarang.
"Kaka ngapain ada disini?" Tanya Biru dengan suara seraknya akibat menangis tadi. Jujur, setelah ia bangkit dari berdirinya tiba-tiba kepala menjadi sakit, dan ia tahan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIRU (Hiatus)
Random[On Going] [⚠Slow Update] Dia Biru Aurora yang kerap di sebut Biru. Hanya seorang gadis lugu dan polos, jangan lupakan sifat dinginnya yang merekat pada dirinya. Kisah kekeluargaan? Kisah percintaan? Kisah persahabataan? Kisah penghianatan? Ia harus...