07: Demam (2)
Biru tiba-tiba saja menjadi panik dengan ketukan pintu itu. Ia berfikir, jika itu Bunda nya bagaimana? Sedangkan disini ada seorang lelaki yang berada di kamarnya. Dan, mereka hanya... berdua?!
Lihatlah tampang seorang Elang yang hanya biasa-biasa saja, seperti tidak terjadi apapun, tidak ada bahaya yang akan terjadi, dan... ia terlihat tenang.
Biru sudah panik, ia takut sekarang. Lama kelamaan rasa gelisah, khawatir muncul pada dirinya. Mana, si pengetuk tidak menimbulkan suara lagi.
"Lang, lo ngumpet deh, ngumpet!" Panik Biru, merasa sudah sangat sangat panik sekarang.
Elang menahan tawanya karena melihat kepanikan Biru yang menurutnya menggemaskan. Ia tentu tau siapa yang mengetuk, maka dari itu dia tidak cemas seperti yang dilakukan oleh Biru ini, seperti... takut tercyduk?
"Non! Bibi masuk yak!" Ucap seseorang yang ternyata Bi Ina.
Biru merubah raut wajahnya menjadi melongo, tak percaya dengan apa yang terjadi. Barusan ia melakukan apa? Memalukan tidak? Ia mengerjapkan matanya beberapa kali dan tersadar dari kelakuan absurd nya.
"Iya, Bi. Masuk aja!" Balas Biru.
Perlahan Bi Ina membuka ganggang pintu tersebut dan melihat, indra penglihatannya menampakan Biru dan Elang yang tengah menatap dirinya.
"Ini Non, Bibi buatin bubur. Makan dulu, ya." Ucap Bi Ina sambil menyodorkan nampan kearah Elang karena memang Elang yang memintanya dengan gerakan isyarat.
Biru hanya mengangguk pelan. Tiba-tiba kepalanya menjadi pusing kembali. Kelamaan duduk mungkin, ya? Jadi ia memutuskan untuk membaringkan badannya sejenak dan menutup matanya.
Elang yang melihat Biru mulai berbaring pun dengan cepat menaruh nampan diatas nakas dan membantu Biru untuk berbaring. Ia melihat wajah Biru yang pucat. Ia merasa sakit melihat Biru seperti ini. Semua ini salah dirinya. Ia tidak bisa menjaga Biru, ia tidak bisa selalu ada untuk Biru.
Maafin aku, baby -Elang
"Biru, makan dulu ya, biar cepat minum obatnya, terus baru lanjut tidurnya." Ucap Elang dengan lembut dan mengelus pelan rambut Biru.
Biru membuka matanya perlahan, pusing dikepalanya masih ada tapi tidak seperti tadi. Ia melirik kearah Elang yang seperti khawatir terhadap dirinya. Ia tentu bahagia dengan ini. Siapa lagi yang akan memperlakukan dirinya seperti yang dilakukan oleh Elang. Perlakuan yang manis.
"Gue ngga laper," lemas Biru dengan senyum tipisnya.
Elang menatap Biru tajam, "ngga, ngga! Harus makan, Baby. Bangun!" Titah Elang. Sejak kapan ia memanggil Biru dengan sebutan Baby?
"Baby? Nama gue Biru, bukan Baby!" Ucap Biru yang tak terima, mungkin? Aslinya ia terkejut sekaligus berbunga-bunga dengan nama panggilan Elang terhadap dirinya. Sejak kapan? Terasa geli jika diingat kembali.
"Terserah aku lah! Cepat bangun! Aku suapin sini." Lembut Elang dengan senyum lebarnya.
Seakan terhipnotis dengan pesona senyum Elang yang... manis? Membuat dirinya perlahan mengangguk kecil, dan bangkit dari posisi baringnya. Ia menyenderkan badannya pada kepala ranjang miliknya.
Elang tersenyum semakin lebar hingga membuat matanya membentuk bulan sabit karena Biru mulai luluh oleh bujukannya. Perlahan ia menyuapi Biru dengan hati-hati tentunya. Takutnya Biru tersedak dan bertambah sakit bagaimana?
"Elang, gu-"
"Kalau lagi makan ngga boleh ngomong!" Ucap Elang dengan cepat memotong ucapan Biru.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIRU (Hiatus)
Random[On Going] [⚠Slow Update] Dia Biru Aurora yang kerap di sebut Biru. Hanya seorang gadis lugu dan polos, jangan lupakan sifat dinginnya yang merekat pada dirinya. Kisah kekeluargaan? Kisah percintaan? Kisah persahabataan? Kisah penghianatan? Ia harus...