PART -15

32 4 0
                                    

15: Pagi bersama Aksa

Pagi saat ini terlihat mendung dan matahari tertutup oleh gelapnya awan. Angin yang berhembus menerbangkan daun-daun yang mulai layu dari pohonnya. Biru yang berniat untuk bangkit dari tidurnya, kini mengurungkan niatnya itu. Ia kembali bergelut dengan selimutnya, mencari kenyamanan dan kehangatan.

Ia mengambil ponselnya yang berada di atas nakas dan membuka layar ponselnya. Notif dari WhatsApp yang paling dominan muncul pun ia buku dan itu rata-rata dari grup-grup, seperti grup sekolah, kelas dan lainnya. Namun, ada satu chat yang menarik untuk ia klik. Nama Elang yang tersematkan.

Isinya hanya tentang Elang menanyakan dimana keberadaan Biru. Dan apa ini? Elang pergi kerumahnya tadi malam? Kok ia tidak mendengarkan bunyi bell atau suara ketukan pintu? Oh, iya! Biru menepuk keningnya pelan. Ia lupa jika saat ini, ia tidak berada dirumah sendiri melainkan dirumah Aksa. Wait, Aksa?

Biru membelalakkan matanya dan bangkit dengan tergesa dari tidurnya. Bagaimana bisa ia ada di sini? Rumah Aksa? Biru merutuki kebodohannya. Mengapa ia mau-mau saja menginap di sini? Kenapa ia tidak minta diantar pulang saja? Oh my God, Biru!

Mungkin ini efek ia terkena demam semalam, jadi tidak fokus dengan apa yang terjadi. Dan sekarang? Orang rumahnya mencari dirinya atau tidak? Ah, mungkin tidak. Mengingat mereka semua, Bunda dan Ayahnya sibuk berkerja.

Biru menuju kamar mandi hanya sekedar mencuci muka, gosok gigi dan tidak mandi. Setelahnya, ia keluar dari kamar yang ia tebak pastinya kamar Aksa.

Menuruni tangga sambil melihat-lihat sekitar. Biru akui rumah Aksa lebih besar dari rumahnya dan isinya barang-barang mewah semua. Mungkin rumah ini bisa dibilang sebuah mansion, karena memang besarnya tidak tanggung-tanggung.

Berjalan tanpa tau arah Biru teruskan. Ia mana tau seluk-beluk mansion ini. Jadi ia lebih memilih jalan-jalan saja sambil meneruskan acara melihat-lihat sekitarnya.

Buk!

Biru meringis kala kakinya menabrak kursi meja makan lumayan kerasnya. Sakitnya bukan main. Biru mengangkat kakinya yang menabrak kursi tadi dan mengusapnya agar rasa sakitnya berkurang. Biru menatap kesal pada kursi tersebut, siapa yang menaruh kursi segala disini?! Menyebalkan.

Biru menendang kembali kursi tersebut melampiaskan kekesalannya dan namun apa yang ia dapat? Ia meringis untuk kedua kalinya, karena rasa sakit itu muncul lagi. Biru mengusap kembali kakinya sambil meniup-niup kecil.

Tapi ada yang janggal. Mansion sebesar ini mana penghuninya? Masa Aksa tinggal sendirian? Ya, kali. Tapi, keadaan benar-benar sepi, sunyi tanpa ada suara barang sedikitpun. Masa iya, Aksa tinggal sendirian? Berani banget. Biru yang tinggal bersama Bunda, Ayah, dan juga ART serta satpam saja masih takut-takut. Nah ini, Aksa sendirian.

Oh iya, ini keberadaan Aksa dimana? Sedari tadi ia tidak melihatnya. Apa Aksa sudah berangkat ke sekolah? Biru melihat sekitar untuk melihat jam berapa sekarang dan ketemu.

08.15.

Biru mengangkat bahunya acuh, mungkin saja sudah. Biru membuka kulkas tanpa izin terlebih dahulu dan mengambil minuman dingin, lalu ia tuangkan ke gelas. Meneguk air tersebut agar menyegarkan tenggorokan. Bukannya dingin, Biru malah adem dibuatnya.

"Hujan-hujan gini minum air dingin? Kamu lagi sakit lho, Ra."

Khuk! Khuk!

Biru tersedak air minum dan memukul-mukul dadanya yang terasa sakit. Melihat itu, Aksa pun membantu dengan menepuk punggung Biru.

"Udah baikan?" Tanya Aksa.

Biru yang masih terbatuk-batuk kecil pun hanya mengangguk saja.

"Aku kira, Kaka udah disekolah tadi." Ucap Biru setelah meredakan batuknya.

BIRU (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang