06 : Tersesat?

705 143 16
                                    

"Sumpah. Perasaan dari tadi kita lewat jalan ini terus", ujar Yudha mulai lelah karena terus berjalan satu jam lebih dan melewati jalur yang sama. Mahen mengangguk, setuju terhadap ucapan Yudha. Mereka berdua memilih duduk dibawah sebuah pohon besar.

"Mas Angga, gimana ini?" rengek Haikal menatap Angga frustasi. Angga? Ia sendiri juga bingung, bagaimana bisa setelah satu jam berjalan mereka masih saja melewati jalur ini lebih dari lima kali. "Jangan panik, pasti ada jalan keluar" Angga berusaha memberikan sugesti positif.

Disekitar mereka hanya terdapat pohon besar, cahaya matahari tidak banyak yang masuk, jadi lingkungan disini sangat lembab. Udaranya lebih dingin dari tempat sebelum mereka semua terpecah menjadi dua rombongan. Angga memandang sekeliling, semak - semak tinggi menutupi jalan. Sejujurnya Angga sendiri mulai tidak yakin jika disini ada jalur.

"Ayo kita lanjut jalan lagi, matahari udah mau tenggelam. Kita harus cari tempat lapang buat bikin tenda" perintah Angga setelah diam beberapa saat. Rombongan Angga melanjutkan perjalanan untuk yang kesekian kali. Padahal dalam hati, ucapan Rian perlahan mulai dibenarkan. "Ayo semangat! Jangan nyerah dong!" seru Angga memberi kekuatan untuk anggota rombongan yang ia pimpin.

Mereka semua terus berjalan, sesekali merapalkan doa agar selamat. Senjata, seperti pisau, bambu yang ujungnya dibuat runcing serta balok kayu sudah siap siaga jika ada serangan dari hewan buas atau yang paling buruk itu siluman Barong. Matahari mulai menghilang perlahan - lahan. Menyisakan semburat jingga indah, namun itu tidak membuat terpesona rombongan Kun saat ini.

Perasaan khawatir merayap kembali, pasalnya sedari tadi mereka tidak menemukan tanah lapang atau apapun itu untuk mendirikan tenda. "Kok gak ada tempat sih dari tadi" keluh Dimas, "Iya, dari tadi cuma semak - semak doang" sahut Juan. "Matahari makin turun lagi" sambung Bima, bahkan Bima yang awalnya paling semangat mendaki kini tidak lagi ada semangat dalam dirinya.

"Sabar, jangan berfikir negatif. Tahan sebentar lagi", kembali Angga berusaha membuat agar teman - temannya tidak putus asa. "Iya tapi sampe kapan?" nada suara Dimas naik satu tingkat. "Kok gue jadi yakin sama ucapan mas Rian ya" celetuk Mahen sedikit memancing rasa tidak suka Angga. "Terus lo mau bilang kalo lo nyesel ikut gue?!", bentak Angga pada Mahen.

Mahen mengangguk "Kayaknya sih iya" balasnya sinis. "Yaudah, balik aja lo sana ikut rombongan Rian!" teriak Angga emosi. "Tanpa lo minta gue juga udah niat mau nyusul mas Rian" bahkan Mahen sudah tidak menggunakan embel - embel mas saat berbicara dengan Angga. "Bagus kalo gitu, gak perlu gue usir lagi", Angga semakin dingin.

"Kenapa jadi berantem gini?!" Haikal berkata dengan nada kesal. "Lo mending diem aja! Kerjaan cuma ngeluh, jadi beban doang!" marah Angga pada Haikal. "Lah? Kok lo malah marah sama gue? Harusnya kita semua disini yang marah. Katanya hapal jalan, taunya malah cuma bikin kita tersesat", tidak mau kalah Haikal ikut protes semakin memperkeruh suasana.

"Terus kalian semua mau apa? Mau jalan sendiri - sendiri? Udah deh, ego dikecilin dikit kenapa!" sela Yudha, matahari sudah hampir menghilang tapi mereka justru bertengkar ditengah hutan dan bukannya mencari tempat untuk berlindung dari ganasnya malam.

"Gak tau, tanya aja tuh sama pemimpin yang terhormat dan tau segalanya" entah mengapa Haikal jadi kesal pada Angga. Angga hanya diam, sesekali menatap sinis ke arah Haikal atau Mahen. "Kita jalan lagi, kalo masih gak ada tempat lapang, kita bikin tenda di lokasi yang ada aja" ujar Juna menengahi.

Akhirnya, mau tidak mau kembali mereka semua berjalan mencari tempat. Merasa situasi sangat canggung, Bima berusaha menghibur dengan membuat lelucon. Meski sebenarnya ia sendiri juga tengah cemas memikirkan nasib sendiri.

"Ehh–itu kayak rumah bukan sih?" tiba - tiba Wisnu sedikit berteriak sambil menunjuk sebuah rumah misterius yang tertutup tanaman liar. "Gimana kalo kita ke sana?" usul Juan disetujui rombongan.

Tidak membutuhkan waktu lama, kini mereka semua sudah berada didepan rumah tadi. Sangat seram, rumahnya sangat menyeramkan. Bangunan ini bisa runtuh kapan saja, ditambah berada ditengah hutan, bisa jadi ini menjadi sarang sesuatu bukan?.

"Kita nginep disini aja gimana? Daripada harus bikin tenda, lagian udah gelap juga", saran Angga sudah sedikit bisa mengkontrol emosi. Angga maju membuka pintu rumah secara perlahan. Decitan pintu cukup membuat bulu kuduk berdiri. Setelah pintu terbuka, tampaklah isi rumah yang berantakan, penuh debu, serta banyak sarang serangga.

"Yakin kita tidur disini?" tanya Yudha, tidak terbayangkan nanti tubuhnya akan gatal - gatal akibat debu. "Udah gak usah protes lagi, daripada tidur diluar. Mau lo dimakan macan?" Dimas berucap sambil merangkul bahu Yudha mengajak masuk. Kemudian bersih - bersih mendadak dilakukan, setidaknya bisa mengurangi debu.

"Perasaan gue gak enak sama rumah ini" celetuk Mahen mengusap tengkuknya gelisah. Rendi mendekati Mahen, memberikan pria blasteran itu sebuah kantong kecil. "Jangan sampe ilang" bisik Rendi sebelum berlalu pergi. Mahen menatap Rendi bertanya - tanya. Benda apa yang Rendi berikan, sebab tubuh Mahen agak panas setelah menyimpan benda dari Rendi dikantong celananya.


















°°nama karakter baru°°

• Taeil as Tian
• Johnny as Doni
• Taeyong as Tio
• Yuta as Yudha
• Doyoung as Dimas
• Jaehyun as Rian
• Jungwoo as Juan
• Mark as Mahen
• Haechan as Haikal
• Winwin as Wisnu
• Kun as Angga
• Lucas as Bima
• Renjun as Rendi
• Jaemin as Jaka
• Jeno as Juna
• Jisung as Johan
• Chenle as Dito
• Ten as Tegar
• Hendery as Derry
• Xiaojun as Arjun
• Yangyang as Yoga


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Merapi [NCT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang