18 : Turun

184 31 4
                                    

"Kita turun hari ini," ujar Tio mutlak tidak menerima penolakan. Lagipula tidak akan ada yang membantah. Semua setuju pulang hari ini.

Mereka bergegas membongkar tenda, membereskan seluruh barang. Tenda rombongan Tegar juga melakukan hal yang sama. Sebenarnya mereka sudah berdiskusi kemarin malam.

Sedangkan di tenda Tegar tengah terjadi perdebatan kecil.

"Mas, kalau dia sampai bebas gimana? Dia udah menemukan wadah," bisik Derry khawatir.

"Itu belum pasti Der, berhenti mikirin hal yang belum jelas," jawab Tegar tegas.

"Kurang jelas apalagi? Lo juga tau dia udah jadi wadah dan bukan lagi bagian dari rombongan Tio," kata Derry pelan.

"Apalagi sekarang malam satu suro. Segel sedang melemah, kita harusnya disini bukannya bantuin mereka." Nada suara Derry kesal tapi juga takut.

Rombongan Tegar yang tadinya sibuk kini mendadak berhenti. Mereka saling menatap satu sama lain. Tegar menarik nafas sebelum kembali melanjutkan pekerjaannya.

"Nyawa lebih penting daripada segel itu. Kita masih punya waktu, sedangkan mereka? Apa lo bisa jamin mereka masih hidup besok?," Derry terdiam, tidak mampu membalas ucapan Tegar.

"Kita harus turun malam ini juga. Maksimal bisa sampai pos satu," ucap Tegar.

Dito termangu, "Hah? Jangan bercanda mas, kita emang bisa jalan cepet. Tapi rombongan mas Tio emang bisa?."

"Bisa Dito," Tegar menatap Dito meyakinkan. Namun Dito menggeleng, "Mustahil, jarak dari sini ke pos yang paling deket bahkan butuh waktu empat jam mas."

"Kalau gue bilang bisa berarti bisa!!" tanpa sadar Tegar membentak Dito. Sungguh, pikirannya kalut saat ini.

Rombongan Tian yang sudah selesai dan sedang melangkah menuju tenda Tegar mengentikan langkah. Beberapa detik mereka terkejut mendengar nada tinggi Tegar.

"Mereka lagi ribut? Gak papa nih kita kesana?" tanya Doni ragu-ragu.

Tio mengangguk, "Kesepakatan kita kan turun hari ini. Lebih cepat lebih baik, kita tetep samperin mereka."

"Jangan bahas itu lagi. Gue gak mau bikin rombongan Tio ikutan panik." mutlak Tegar.

Dito hanya bisa menghela nafas pelan. Ia kembali melanjutkan menata barangnya. Sedangkan Tegar melemparkan senyuman kearah Tio, seolah mengatakan bahwa mereka baik-baik saja.

"Semua udah siap?" tanya Tegar. Rombong mengangguk mantap, kecuali Dito.

"Ayo kita berangkat sekarang. Kita pakai formasi urutan jalan sesuai yang disepakati kemarin." Lagi-lagi mereka hanya mengangguk mendengar ucapan Tegar.

Rombongan beranjak pergi dari pasar Bubrah. Tempat yang semakin mencengkam sejak kejadian kesurupan massal. Tegar berada diposisi paling depan kemudian Arjun berjalan dibelakang barisan.

Tidak ada yang bisa mereka lakukan. Mengobrol pun kini rasanya tidak menyenangkan. Beberapa kali bulu kuduk berdiri, acuh, mereka berusaha tidak peduli.

"Mas Tian kalau capek bilang ya. Jangan diem aja, gue bukan cenayang yang bisa baca pikiran orang" ujar Tio dari belakang tubuh Tian.

Tian hanya mengangguk sekali tanpa menolah atau menyahuti perkataan Tian. Sedangkan Dito, sedari tadi perasaannya sudah tidak karuan. Ada keinginan untuk berbicara dengan Tio. Hanya, tatapan tajam Tegar juga tidak bisa ia abaikan.

"Rian.." panggil Tegar lirih. Rian menaikkan sebelah alisnya.

"Bisa lo pindah ke belakang Tio?," Rian mengernyitkan dahi, bingung. Karena sejak awal formasi ini sudah tetap, kata Tegar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 20, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Merapi [NCT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang