lembar 5 : malam temaram berhias senandung kata

707 215 65
                                    

bercakap-cakap dengan wulan sudah menjadi rutinitas malam saka sebelum taruna itu terlelap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

bercakap-cakap dengan wulan sudah menjadi rutinitas malam saka sebelum taruna itu terlelap. setiap hari, pemudi berasma wulan selalu menelponnya. jujur saja saka tidak pernah meminta untuk berbincang di telepon. tapi dirinya juga tidak keberatan. sama sekali tidak.

pukul 9, ponsel saka bergetar sebab panggilan wulan. saka tidak langsung menggeser logo berwarna hijau, sang adam justru sibuk memandang ke luar jendela. entah apa yang dilihatnya.

seperti malam malam sebelumnya, sakala dilanda gundah.

lucu betul padahal saka sudah sering melakukannya tapi tetap saja takut kondisi jantungnya semakin buruk bila mendengar suara wulan.

suaranya wulan itu, kelewat manis. entah sudah berapa kali ia singgung.

tidak jarang saka terlelap ketika sang pemudi sedang bercerita panjang lebar. jika sudah begitu, esok harinya wulan akan meminta dibelikan es krim sebagai ganti rugi karena saka tidak mendengarkan.

tetap saka belikan, walaupun alasan saka terlelap di tengah pembicaraan adalah wulan sendiri. salahkan suaranya yang menenangkan.

sibuk memikirkan dampak mendengar suara wulan, saka sampai tidak sadar nada dering ponselnya telah berhenti.

wulan langsung mengirim beberapa pesan, menanyakan perihal saka yang tidak menerima panggilannya.

bukan begitu, tadi itu saya belum siap. belum sempat saka mengirim sepenggal kalimat balasan, panggilan kedua dari wulan masuk.

tanpa menunggu lagi, saka menggeser logo berwarna hijau lalu menempelkan benda pipih pada telinga kirinya sebelum suara merdu di seberang memasuki rungunya.

"assalamu'alaikum wahai rakyat budiman."

saka sedang menuang air panas menuju gelas berisi kopi bubuk sambil menahan tawanya. ia berdeham, lalu menjawab, "wa'alaikumsalam." ujarnya sembari mengaduk kopi.

"saka, aku mau cerita."

"perihal apa?"

"saka tau aarav?"

baru dengar wulan menyebut nama laki laki lain, dada saka hampir sesak. seolah pasokan oksigen di dapur tempatnya berada kian menipis. tidak bermaksud hiperbola.

"anak kelas sebelah, bukan? aarav jamin akarsana?"

"iya, itu dia. dia daftar osis juga, aku baru tau tadi. waktu kamu diwawancara, aku ngobrol sama dia. aarav daftar ke sekbid TIKK."

"hmm."

"saka tanya dong, aku ngobrol apa sama dia."

"ngobrol apa?"

"ehm- begini, aarav nanya aku bisa nyanyi apa nggak. kujawab, nggak. terus dia bilang lagi; gak mungkin, suaramu bagus begini. terus, kuulang lagi jawaban sebelumnya. terus, aarav muji suaraku lagi. dia orangnya banyak bicara, sak. ngobrol sama aku juga kayak udah akrab 2 tahun aja, hahahahah. terus aarav cerita kalau dia bikin band. tau gak anggotanya siapa aja? ternyata gengnya dia! bareng haekal, arzeno, sama--- aduh sak, aku lupa yang lainnya. nah terus dia cerita awal mula bikin band itu dicetus sama..."

saka menaruh ponselnya di atas meja makan. mengambil sepotong brownies dari kulkas, membawa serta gelas kopinya, lalu kembali ke meja makan dan mendudukkan diri di sana.

saka kembali menempelkan ponselnya pada daun telinga kanan. di seberang sana, wulan masih bercerita tentang pertemuannya dengan aarav.

"...aku jadi bingung kan, masa aku yang nggak bisa nyanyi diajak jadi anggota bandnya. emangnya suaraku bagus ya, sak? halo? saka? jangan bilang ketiduran lagi?"

"nggak."

"syukur deh. biasanya macam orang kena makroxenoglosofobia."

jangankan tau maknanya, saka bahkan tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang diucapkan sang pemudi.

"jadi, suaraku bagus gak, sak?"

"tadi sudah saya jawab." ujar saka, lalu menyesap kopi susu buatannya tadi.

"nggak, coba ulangi jawabanmu. jawab yang jujur, suaraku bagus apa nggak?"

"bagus, lan. bagus sekali, cantik sekali."

terdengar sautan tawa dari seberang.

"ah, kamu ini. diminta jujur kok malah berbohong. tapi nggak apa! aku senang kalo bohongnya begitu. hehehehe."

diam diam saka tersenyum, miris. wulan menyuruhnya untuk jujur dan tentu saja saka langsung melakukannya.

 wulan menyuruhnya untuk jujur dan tentu saja saka langsung melakukannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⊹°.⋆ 𝐬𝐚𝐤𝐚𝐥𝐚, 𝐰𝐮𝐥𝐚𝐧.

asmaraloka ; ssungwintTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang