lembar 4 : diskusi secangkir kopi

706 217 69
                                    

sebenarnya, saka tidak sesuka itu pada kopi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

sebenarnya, saka tidak sesuka itu pada kopi. hanya di depan wulan saja, saka berlagak seperti laki laki pecinta kopi. padahal jarang sekali menenggak kopi. sekalinya beli-pun, saka lebih memilih kopi yang rasa susunya lebih dominan.

"saka, kopi hitam kan pahit." wulan memulai obrolan setelah keheningan selama 2 menit saat setelah pesanan mereka datang.

"iya, memang."

"oh aku tau, minum itu sambil lihat aku jadi gak berasa ya pahitnya?"

saka tidak menyangkal.

wulan tidak sepenuhnya salah, kok.

wulan menyeruput mie kuahnya, mengunyah sebentar lalu berujar, "aku dengar dari kak jefri, kita bisa aja di terima di sekbid yang bukan pilihan kita." sang hawa memulai topik baru dengan mulut penuh.

"telan dulu." saka memperingati. yang diperingati langsung menurut.

"iya, sudah. maaf."

"iya lan, bisa keterima di sekbid lain."

"aku nggak mau kalau beda sekbid sama kamu, sak."

"memangnya tujuanmu masuk osis itu apa?" tanyanya sambil mengaduk mie kuah, membelah telur rebus hampir matang supaya kuningnya bercampur dengan kuah, kebiasaannya.

"tujuanku? ya kamu, lah. memangnya apa lagi?"

saka sudah sering mendengar ucapan wulan yang terkesan ceplas ceplos, tapi entah kenapa dirinya masih saja kaget tiap kali mendengar ujaran seperti itu keluar dari mulut wulan.

saka berdeham, menutupi semua canggung pada dirinya sampai wulan melanjutkan,

"kata kak jefri, kalau gak ikut LDK, kita gak akan dianggap anggota meskipun sudah lolos seleksi."

saka tidak merespon, memilih sibuk menyeruput mie kuah. tapi telinganya masih mendengarkan wulan dengan baik.

sang hawa masih melanjutkan, "kalau kita gak satu sekbid, aku gak mau datang LDK."

"hm, kenapa?" tanya saka pada— semangkuk mie di depannya. ah, saka tidak menatap wulan.

"kenapa? ya... karena gak bareng kamu."

hening setelahnya. keduanya sibuk dengan mie rebus masing masing. tahu sendiri, kalau dibiarkan kelamaan bisa melar.

punya saka habis lebih dulu. tadinya ia ingin menutup makan sorenya dengan kopi hitam yang masih sisa setengah, tapi saka rasa air putih dalam botol tupperware wulan lebih baik.

"wulan, boleh minta?" wulan menjawab dengan anggukan.

dirasa tenggorokannya sudah lega, saka melanjutkan obrolan.

"masuk osis itu supaya menambah pengalaman, wulan."

"pengalamannya bakal indah kalau bareng sama kamu." sahut wulan cepat.

"memangnya harus selalu bareng? kan sudah sama sama di osis. lagian, kita ini—"

saka mengatup mulut. hampir saja kata itu terlepas dari bibirnya.

"apa, sak?"

saka tersenyum simpul sembari menggeleng pada wulan. "gapapa. cepet habisin, sebentar lagi maghrib." ujarnya, berusaha mengalihkan minat wulan pada kalimatnya tadi.

rasanya berat sekali mengklaim wulan sebagai temannya. entahlah, lidah saka seperti mendadak kelu saat hendak menyebutnya.

 entahlah, lidah saka seperti mendadak kelu saat hendak menyebutnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⊹°.⋆ 𝐬𝐚𝐤𝐚𝐥𝐚, 𝐰𝐮𝐥𝐚𝐧.

asmaraloka ; ssungwintTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang