lembar 3 : dalam riuh rendah kantin, mencari eksistensi sakala

853 225 70
                                    

bermenit-menit sudah wulan menelisik tempat itu, namun netranya tak kunjung menemukan batang hidung saka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

bermenit-menit sudah wulan menelisik tempat itu, namun netranya tak kunjung menemukan batang hidung saka. kemana perginya dia? tumben, biasanya wulan tau dimanapun taruna itu berada.

"lan, dimakan buburnya." kirana memperingati. terhitung sudah yang ketiga kali.

wulan mendecak sebal, "kemana sih, si saka itu? aku belum bilang nanti pergi wawancara bareng." wulan memandangi bubur pesanannya tanpa minat. "aduh ran.. aku jadi gak nafsu, buat kamu deh."

kirana menggeleng, "gak, kamu harus makan sekarang." tolaknya. kirana bersiap menyendok sesuap bubur untuk wulan sampai tangan wulan menahannya.

"iya iya, aku makan." wulan mengambil alih mangkok bubur. "malu aku, kalau kamu suapin di sini."

"alhamdulillah masih punya malu." ujar kirana, sambil memperhatikan wulan seksama. seolah akan menghukum pemudi itu jika tidak menghabiskan buburnya.

"kamu tuh lan, kayak gak bisa banget gak liat saka."

wulan mendongak, "emang nggak bisa, ran. hehe." sahutnya sembari terkekeh.

"padahal saka gak ganteng ganteng amat. gantengan si arzeno, tuh. ipa tiga, kalau kamu belum tau."

"arzeno yang satu geng sama haekal itu? ah, geng mereka isinya emang anak ganteng semua. tapi aku udah jatuh sama saka, gimana dong?"

"iya kamu jatuh, tapi apa saka mau nolongin kamu?"

wulan terdiam beberapa saat sebelum menyahut, "saka gak tau aku jatuh."

"oh? aku kira sudah tau.. terus, kapan mau bilang?"

setelah satu suapan bubur terakhir, wulan berdiri membawa serta mangkuk buburnya untuk dikembalikan pada ibu kantin. "aku nggak mau bilang, ran. biar saka sendiri yang merasa." ujarnya, sebelum beranjak dari meja.

kirana memilih mengikuti perginya pemudi itu. kala menyusul wulan, netranya menangkap sosok tinggi tengah di dekat warung nasi.

siapa lagi kalau bukan sakala.

"lan, ada saka tuh." ujar kirana.

"iya, bentar. lagi nungguin kembalian." sahut wulan tanpa menoleh. menunggu ibu penjual bubur yang pergi untuk memecah uang dengan pedagang lain.

"lan, saka mau pergi."

ibu penjual bubur datang, wulan tersenyum padanya. "waduh. beneran, ran?" tanya wulan tanpa menoleh. atensinya masih terfokus pada ibu penjual bubur yang alih alih memberikan kembalian, justru menghitung uang lain. wulan menarik napas dalam dalam —bermaksud menenangkan hati, lalu menoleh pada kirana, "mana saka?" tanya wulan, dengan senyuman aneh.

"di ujung sana, bareng sama renaldi. kamu kenapa senyum begitu? nahan kentut, ya?"

"bukan begitu, kiran." netranya melirik ke ujung, menangkap sosok yang ia cari, lalu kembali menatap kirana. "ah, kesalku langsung hilang lihat saka bareng sama renaldi, lucu."

asmaraloka ; ssungwintTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang