lembar 7 : afeksi di minggu pagi

559 170 72
                                    

aku penasaran, apa masih ada yang menyimpan asmaraloka di library-nya?

sebab, aku sudah cukup lama engga update.

draft-ku kehapus semua, jadi harus buat ulang semuanya. makanya kenapa slow update huhu :(

tapi setelah ini aku usahain update kilat!

aku ada target votes sama komentar, kalian ramein ya! biar akunya semangat ngelanjutin:<

anw, happy reading!♡

.

⊹°.⋆ 𝐬𝐚𝐤𝐚𝐥𝐚, 𝐰𝐮𝐥𝐚𝐧.

kalau ada pertanyaan, kapan wulan tidak bersua dengan saka?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

kalau ada pertanyaan, kapan wulan tidak bersua dengan saka?

maka jawabannya adalah, tidak ada.

7 hari dalam seminggu, wulan selalu menemukan cara untuk sekadar menatap paras sang pujaan.

pagi ini, selepas sembahyang, wulan bergegas mencari ponselnya lalu mengetik sepatah kalimat ajakan bersepeda bersama di sana. pesannya ditujukan untuk sakala.

wulan menatap ponselnya sebentar, terlihat tidak ada tanda tanda onlinenya sakala pada sosial media.

sang hawa memasukan ponsel pada saku hoodie, mengambil beberapa lembar uang dari dompetnya sebelum menaruhnya kembali di atas meja nakas lalu pergi keluar kamarnya.

kaki kecil sang hawa menyusuri tangga dengan perlahan sembari merasakan suasana rumah yang sepi sunyi. luas, bagai tak berpenghuni.

menuju dapur, wulan membuat sarapan untuk dirinya seorang. beberapa sendok yogurt, granola, dan potongan buah strawberry juga pisang sudah menjadi kesukaannya akhir akhir ini.

selepas menyantap sarapannya dengan singkat, wulan bergegas menuju garasi. sang puan menarik sepedanya yang terletak di ujung, terpinggirkan karena garasi rumahnya penuh koleksi mobil ayahnya —yang nampak berdiri megah, mengalahkan sepedanya.

dengan sepedanya, wulan meninggalkan rumahnya menuju kediaman sakala. kayuh demi kayuh kaki sang puan itu disaksikan oleh langit pagi yang masih kelabu. sebab, belum waktunya sang baskara menampakkan diri. jangan salah, meskipun masih terlalu pagi, semangat wulan sudah berapi-api.

selepas bersepeda selama —kurang lebih— 20 menit, wulan sampai pada tempat tujuannya. ia parkirkan sepedanya di pelataran rumah saka sebelum tungkainya melangkah menuju pintu utama.

telapak tangan kanannya mengepal, diketuknya pintu coklat kemerahan itu sebanyak dua kali.

sepersekian sekon berikutnya, rungu sang puan mendengar sahutan dari dalam. suara yang ia rindukan. terhitung terakhir mendengarnya 6 jam lalu saat wulan ingin memutuskan panggilan malam mereka. ketika itu sang adam menyahut;

wa'alaikumsalam, selamat beristirahat wulan ayu. semoga nyenyak tidurmu.

meskipun belum lama mendengar suara sang adam, rindunya sudah mulai tumbuh.

"sakaaa." panggil wulan.

cklek, pintunya terbuka sedikit demi sedikit. menampilkan sosok sakala abhimanyu dengan kaus putih polos dan sarung sebagai bawahan.

"ngapain?" adalah kata pertama yang keluar dari pemuda itu.

"belum baca whatsappku?"

sang adam menggeleng, "kuotaku habis. belum isi."

ah, wulan lupa soal itu.

"kamu ngapain?"

wulan mendongak, "ayo sepedahan sama aku."

saka mengernyit, "kamu kesini diantar pak budi?"

pak budi itu, supirnya wulan.

wulan menggeleng, "enggak." jawabnya. "aku kesini sendiri. bawa sepeda."

saka mengerjapkan matanya, "kamu serius?" ucapnya, nampak terkejut. "kamu gowes sepeda sendirian? kesini?"

wulan menaik-turunkan kepalanya girang.

"jadi, mau sepedahan, saka?"

"tunggu sebentar," saka menunjuk kursi di terasnya dengan dagu. "kamu duduk di sana dahulu. aku siap siap sebentar."

wulan menurut saja. sang puan mendudukkan diri pada kursi. sembari berfikir, akan kemana tujuan mereka nanti.

"kamu mau kita kemana?"

wulan menoleh, mendapati saka mengambil duduk di sebelahnya. sang adam masih dengan kaus putihnya, hanya saja sarungnya ia ganti dengan celana training —menyamakan dengan celana yang wulan kenakan.

"lagi aku pikirin mau kemananya."

"aneh." sahut saka. "kamu yang ajak, tapi belum tau mau kemana."

wulan terkekeh, "karena kalo sama kamu, kemanapun itu selalu menyenangkan, sak."

saka terdiam, mengerjapkan matanya sebentar sebelum mengalihkan pandangannya, menjadi lurus ke depan.

"bukan gombal," ujar sang hawa, pelan. "memang benar begitu yang aku rasain."

saka mengangguk, "kamu punya waktu sampai jam berapa, lan?"

"sampe kapanpun aku lowong. yang penting ngabisin waktunya sama kamu."

"aku serius, wulan."

"tigaribu rius untuk kamu, sak."

saka mendengus, "mau ke 119 tea house?"

wulan menggeleng, "kita jalan jalan biasa aja. jangan ke tempat tempat gitu." ujar sang puan. "uang yang aku bawa cukup untuk sarapan sama beli jajan pinggir jalan. kalau beli jajan di cafe, nanti dapetnya sedikit, saka."

saka tersenyum, "kalau gitu, sepedahan di sekeliling kecamatan aja. itu kalau kamu kuat."

wulan terkekeh, "kalo muternya sama kamu pasti kuat kok." ujarnya dengan senyum jail. nada bicaranya terdengar iseng.

"kamu sebahagia itu kalau sama aku, ya?" batin sang adam. terlalu malu untuk ia lontarkan. sebab dirasa lancang jika ia tanyakan pada sang hawa.

 sebab dirasa lancang jika ia tanyakan pada sang hawa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


⊹°.⋆ 𝐬𝐚𝐤𝐚𝐥𝐚, 𝐰𝐮𝐥𝐚𝐧.

asmaraloka ; ssungwintTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang