.
.
."Hongjoong Zahuwirya, lu sadar apa yang barusan lu lakuin, kan?" Tanya Moonbin sambil memijat pangkal hidungnya.
"Sadar,"
"Lu ga seharusnya ngelakuin itu, lu tau—"
"Iya, gua tau kok, Juyeon punya masalah ama jantungnya, gua tau dia ga boleh terlalu kaget." Sela Hongjoong.
Moonbin menarik nafas panjang dia berjongkok di hadapan Hongjoong yang sedang duduk di kursi ruang tunggu Rumah Sakit. "Kalo lu tau, kenapa lu ngelakuin itu, hum?" Moonbin memelankan suaranya.
"Dia bilang ke gua buat mecahin kasusnya bareng, dia bilang kalo dia udah cukup lama lari ninggalin gua. Ini sikap peduli gua, Moonbin. Gua ngasih tau dia fakta gelap dari orang yang semasa hidupnya dia kenal sebagai pribadi yang punya banyak sisi baik manusia." Jelas Hongjoong.
Moonbin menarik nafas lagi, dia tak ingin marah pada Hongjoong, tapi kok gayanya nih bocah kepingin banget dikata katain anjing, Astagfirullah.
"Hongjoong, kita udah bicarain ini.. Plis, tunggu kita siap—""Gua selalu nungguin kalian Moonbin, gua selalu ada di tempat yang sama, nungguin kalian ngebuka pintu kamar gua dan bilang 'Ayo pecahin kasusnya'. Tapi, kalian ga pernah siap, hari itu ga pernah dateng, dan pada akhirnya kalian tetep lari ninggalin gua sendirian." Sela Hongjoong sambil tersenyum miris.
Moonbin tak ingin menyangkalnya, karena itu benar. Semua yang Hongjoong katakan selalu faktual. Seperti kata Seonghwa, Hongjoong itu mirip teks eksposisi, dia tak pernah menyembunyikan kebenaran dibalik ucapannya yang halus dan terdengar ramah. Tipikal suara seorang guru yang menjadi favorit semua muridnya.
"Sekarang gini, kasih tau gua, apa yang harus gua lakuin? Gua harus gimana? Jawaban dari semua pertanyaan yang Seonghwa tinggalkan ada di depan mata, tapi, gua ga berani kalo ngebuka jawabannya sendiri, gua takut banget ngelakuin itu. Gua takut setelah gua tau jawabannya, gua bakal benci ama orang yang berhasil nyatuin empat anak homeless dan broken home. Gua gamau benci ama sahabat gua sendiri." Lanjut Hongjoong sambil menutup mukanya dengan kedua telapak tangan kecilnya.
Moonbin memasang muka sedih. Dia tau jika dia egois, dia tau jika harusnya dia ga gini. Tapi mau gimana lagi? Satu fakta baru saja terungkap, Moonbin gatau itu apa, tapi ngeliat dari reaksinya Juyeon yang sampai masuk rumah sakit dan Hongjoong yang ngatain Seonghwa punya sisi gelap, Moonbin ga yakin bisa bertahan kalau sampai dia tau kenyataan mengerikan lainnya.Tangannya mengelus rambut Hongjoong, dengan suara pelan, Moonbin berucap, "maaf, Hongjoong. Gua minta maaf.. Maaf karena gua pengecut.. Maafin gua.."
Jungwoo yang mendengarkan percakapan kedua kawannya cuma bisa diem sambil meremat kuat ujung seragamnya. Kepalanya bersandar pada dinding, matanya terpejam, sebelum keduanya kembali terbuka dengan tergesa.
"Hwa.." Jungwoo duduk berjongkok sambil menutup kedua telinganya.
•Juyeon duduk diam di atas ranjang rumah sakit, dia menatap kosong ke arah makanan di hadapannya tanpa minat. Dia tak selera makan, mimpinya tadi siang menghantuinya, kepalanya berdenyut sakit.
Juyeon memang memiliki hubungan benci-membenci dengan keluarganya, jujur, ketika dia mendapati semua anggota keluarganya mati, Juyeon cukup puas. Namun, mengetahui jika semua itu telah Seonghwa rencanakan, dia merasa unreal. Bagaimana jika seumpama Juyeon tak tertidur di perpustakaan malam itu?
Lamunan Juyeon auto bubrah ketika pintu ruang rawatnya dibuka oleh seseorang. Juyeon menoleh dan mendapati Hongjoong berjalan ke arahnya dengan cup kopi di tangannya. Dia duduk di kursi lalu memberikan cup itu pada Juyeon.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Klub 513 | Hidden Chapter | : Hwa!
Fiksi PenggemarJuyeon : "Jadi kita ber empat dikutuk ama Seonghwa, gitu?" Moonbin : "Gaada yang namanya kutukan, yang ada itu azab Tuhan." Jungwoo : "Manggilnya jangan azab, dong. Karma gitu, biar keren." Hongjoong : "Biar keren nggak, tuh? :D" * Sebuah plot t...