Chapter 3 - Casanova

3.6K 386 41
                                    

Giselle's POV

"Next pose!"

Aku tidak menyangka ia melakukan hal seperti itu. Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Apa mereka menjalin hubungan di belakangku dan Ningning?

"Okay, last pose!"

Bukankah mereka sudah keterlaluan? Sekarang mereka bertingkah seakan semuanya baik-baik saja.

"It's a wrap!" Sigh, akhirnya pemotretan ini selesai.

Kamsahamnida~

"Giselle, bisa bicara sebentar?" Tanya Haneul, fotografer utama yang memotret kami. Aku mengangguk lemah. Kami mencari tempat sepi, menjauhi para member dan staff lainnya.

"Apa yang kau pikirkan, eoh? Kau pikir pemotretan ini lelucon? Kau satu-satunya member yang berpose seperti mannequin!" Haneul membentak, kalimatnya terucap jelas penuh tekanan.

Entah mau menjawab apa, kepalaku hanya memikirkan kejadian yang benar-benar membuat hatiku sakit. Aku tak bisa menghilangkan bayang-bayang Karina dan Winter sejak malam itu, malam dimana aku melihat mereka hampir berciuman. Aku bisa gila.

"Apa kau tidak memikirkan fansmu? Berhenti menjadi seorang egois, Giselle. Kau sudah bukan trainee lagi," lanjutnya.

"Maafkan aku, kedepannya aku akan bersikap profesional."

"Kupegang janjimu." Haneul pergi meninggalkanku.

"Giselle unnie, ayo!" Panggil Ningning dari ujung studio bersama member lainnya.

"Ne!"


Ningning's POV

Hari ini jadwal kami cukup padat, syukurlah semua itu selesai sebelum malam tiba meskipun ada sedikit masalah saat pemotretan. Giselle unnie mendapat amukan dari Haneul. Aku melihatnya tepat setelah pemotretan grup selesai. Giselle unnie terlihat sedih, selama perjalanan menuju dorm ia hanya melamun melihat jendela mobil dan mendengar musik. 

Sekarang kami sibuk dengan kepentingan kami masing-masing. Karina unnie melakukan skincare rutinnya, Giselle unnie hanyut dalam ponselnya, Winter menguasai dapur untuk menyiapkan makan malam, sementara aku hanya termenung melihat atraksi gila bola salju.

"Kau tidak ada kapok-kapoknya," komentarku melihat Minjeong melempar piring ke udara lalu menangkapnya dengan mata tertutup.

"Aku ini ahli dalam lempar-melempar," jawabnya dengan wajah sok keren.

"Cih, gadis ini. Baiklah, tapi kalau benda itu jatuh dan pecah, kau tidak boleh menuduhku."

"Ohoho! Aku bisa menuduhmu lagi~"

"Mwo? Aku tidak melakukan apa-apa, menyentuh pun tidak."

"Kau terlalu banyak berbicara. Itu membuat konsentrasiku terpecah," balas Winter.


"Minjeong-ah! Apa makanannya sudah siap?" teriak Karina dari dalam kamar.

"Sudah unnie~"

Giselle beranjak dari sofa. Ia mengenakan mantel tebal dan berjalan menuju pintu keluar. 

"Aku akan keluar sebentar," ujarnya.

"Eoh? Mau pergi kemana?" Tanya Winter.

"E-eum, aku... aku akan segera kembali. Kalian makan saja dulu," jawab Giselle sebelum menutup pintu keluar.

"Kemana Giselle?" Tanya Karina yang baru keluar dari kamar.

"Ntah, dia bilang akan segera kembali."

Karina mengerutkan dahinya. Ia berusaha menghubungi Giselle untuk menanyakan kemana gadis itu akan pergi namun sayangnya panggilan itu tak digubris olehnya.

"Lupakan saja, ia pasti pergi bersama Manager unnie," ujar Karina.

"Mari makan!"

Winter sudah menyiapkan meja makan selayaknya fine dining ala restoran bintang lima. Kami pun berjalan menuju meja makan dan segera menyantap lasagna buatan gadis muda ini.

"Daebak! Kau harus membuka restoran sendiri, chagiya," ujar Karina setelah menyicip lasagna miliknya.

"Ini sungguh lezat!" Tambahku.

Minjeong tersenyum lebar mendengar dua pujian atas masakannya. Wajahnya terlihat berseri, aku pun ikut tersenyum dan melanjutkan makanan lezat itu.

***

Napas terengah-engah, peluh menetes dari kedua tubuh dua perempuan yang tenggelam oleh libidonya masing-masing, berusaha membuat satu sama lain menyentuh puncak ternikmatnya. Ranjang itu bergoyang seiras dengan tempo permainan mereka. Seluruh tubuh menegang, buta dengan keegoisan mereka masing-masing. Kedua mata saling menatap, mengancam dalam diam.

"Menyerahlah," ujar salah seorang perempuan dengan smirk yang menghias wajahnya. Gerakan jemari yang ia percepat berhasil membuat gadis lainnya mengerang lebih keras.

"H-hentikan Ryujin," jawab perempuan itu sambil menahan erangannya. Ia menutup mulutnya, tidak ingin orang lain mendengar erangan yang tak bisa ia kendalikan. Ryujin mengecup lembut telinga perempuan itu, menggigit daun telinganya dan berbisik penuh tekanan.

"Kubilang menyerahlah."

Perempuan itu menutup matanya kuat-kuat, tangan kanannya memegang erat lengan Ryujin yang menyentuh g-spot perempuan itu bertubi-tubi. Erangan yang keluar dari mulutnya berubah menjadi geraman yang tak berdaya. Otot-otot di tubuhnya melemas, ia mencapai puncaknya. Perempuan yang berada diatasnya tersenyum penuh kemenangan, ia menghempaskan tubuh di samping perempuan yang baru mencapai puncaknya.

Mereka terdiam. Suasana menjadi hening, masing-masing mengatur napasnya selepas adegan terlarang yang mereka lakukan tanpa sengaja.

"Mereka berciuman?" Tanya Ryujin membuka obrolan.

"Aku tak akan membiarkan hal itu terjadi."

"Kau punya pesona yang menarik, Giselle. Ia pasti akan luluh kepadamu."

"Maksudmu?"

"Well, anggap kau sedang menguji kesetiaannya."

Ryujin membangunkan diri dan menatap mata perempuan itu, "Tunjukkan keahlianmu menggoda Karina, dan mari kita lihat apakah ia benar-benar setia kepada gadis itu atau tidak," lanjutnya.

Menggoda leaderku sendiri? Aku tidak mungkin melakukan hal sebodoh itu.

"Kecuali kalau kau terlalu takut melakukan itu, hmm?" Ryujin mengangkat sebelah alisnya, menunggu jawaban Giselle.

"Dia adalah leaderku dan aku tidak mau melakukan hal bodoh semacam itu."

"Kalau begitu kau harus siap berhadapan dengan couple manis itu selama akhir hayatmu. Mereka akan bersenang-senang sementara kau hanya bisa menangis dalam diam melihat hubungan mereka yang semakin erat. Tidakkah itu terlalu menyakitkan hatimu?"

Giselle tidak merespon. Ia tenggelam oleh fakta yang Ryujin katakan. Selama ini ia hanya melihat kemesraan Karina dan Winter dan berpura-pura tidak menyadari hal itu. Ia tidak bisa menceritakan keresahannya kepada Ningning, ia terlalu polos untuk mengetahui hal ini. Satu-satunya orang yang tahu seluruh permasalahan ini hanyalah Ryujin, perempuan yang memiliki julukan Casanova. Sekarang ia berusaha mengajak Giselle untuk menjadi partner Casanova yang amat ia banggakan.

"Ketika Winter dan Ningning pergi meninggalkan dorm dan tersisa kalian berdua, disitu kau bebas menerkamnya," lanjut Ryujin.

"Kau benar," gumam Giselle, ia mengangguk pelan seakan baru sadar atas hal yang dikatakan Casanova itu.

"Semua ini hanyalah permainan waktu. Begitu Winter dan Ningning kembali ke dalam dorm, kau harus bertindak seakan tidak terjadi apa-apa, ara? Biarkan leadermu memutuskan siapa pasangan yang cocok baginya."




TBC

Be My AeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang