[Extended Chapter 5] - Terowongan

4.4K 319 35
                                    

[Disclaimer! Special Chapter for WinNing Shipper!]

Ningning's POV

SORRY, OUT OF SERVICE!

"Unnie~" rengekku.

"Apa-apaan ini!?" Winter kesal melihat papan pengumuman wahana di depannya.

Winter mengalihkan pandangannya ke sekeliling wahana T-Express, ia segera mencari wahana lain yang menurutnya menarik, mengingat waktu kami hanya sampai pukul sembilan.

"Itu! Mau mencoba itu?" Tanyanya. Ia menunjuk-nunjuk sebuah wahana baru.

"Spooky Tunnel? Kau yakin?" Tanyaku balik. Wahana ini berbau horror, dari luar saja sudah terlihat suram.

"Ayolah, itu terlihat menyenangkan," ujar Winter berlari sambil menarik tanganku. Ia terlihat lebih bersemangat daripada sebelumnya. Kami memasuki pintu masuk wahana itu, terlihat antrean yang tidak terlalu panjang. Wahana ini terlihat seperti gua. Kami harus mengendarai kereta kecil agar bisa mencapai pintu keluar.

"Kalau aku pingsan, kau yang bertanggung jawab."

"Ini tidak seseram yang kau bayangkan," ujarnya.

"Lebih baik kita mencari wahana yang lebih 'gembira' daripada menaiki wahana iblis ini."

"Wahana iblis? Terdengar sangat cocok dengan sifatmu, chagiya," ujarnya sambil menahan tawa. Aku memukul lengannya kesal. Tak kusadari kami sudah berada di barisan terdepan, aku sudah bisa melihat kereta yang akan kami gunakan. Aku punya firasat buruk dengan wahana ini.

"Ayo, Ningning! Kita duduk di paling depan!" ujar Winter.

"Unnie~" rengekku lagi.

"Ayolah, pemandangannya terlihat lebih jelas kalau kita duduk di depan."

"Pemandangan apa yang kau mau lihat? Di depanmu hanya ada monster-monster yang akan mengagetkanmu!" balasku.

"Baiklah, kalian mau duduk dimana?" Tanya petugas wahana.

"Paling belak—"

"Paling depan! Kami mau duduk di kursi paling depan," potong Winter. Tsk, manusia ini. Sekarang siapa yang terlihat seperti iblis!

"Para pengunjung sekalian, silahkan kenakan sabuk pengaman anda. Peringatan! Sebelum memasuki terowongan, anda tidak diperbolehkan untuk berteriak. Ingat, tidak diperbolehkan untuk berteriak. Teriakanmu akan membuat mereka semakin ganas GAHAHAHA!"

"Unnie, ayo kita pulang saja," ujarku.

"Diamlah. Kau tidak dengar pengumuman tadi? Kita tidak boleh berteriak," Ujarnya sambil memperagakan mulut terkunci.

Klontang... Klontang...

Kereta kami mulai bergerak. Derit mesin membuat wahana ini terasa lebih mengerikan. Aku hanya mampu berdoa dan berharap monster-monster itu bersikap baik kepadaku dan Winter. Untungnya wahana ini masih punya pencahayaan sehingga jantungku sedikit terselamatkan. Kami melewati seorang zombie, ia menatap kami dan melempar potongan lengannya ke dalam kereta kami.

"Unnie!" Sontak aku memeluk Winter yang terlihat biasa saja.

"Jinjja? Kau kaget dengan benda seperti ini?" Winter mengambil tangan buntung itu dan melemparnya keluar jendela. Aku tidak ingin melepaskan pelukanku. Aku harus memeluk Winter unnie apapun yang terjadi.

"U-unnie," panggilku terbata-bata.

"Apalagi?"

"T-tengok... j-jendelamu..."

Seorang wanita dengan rambut terurai berantakan dan wajah membusuk tanpa bola mata sedang menjulurkan lidahnya kearah kami. Winter unnie benar-benar tidak takut dengan semua monster di wahana ini. Aku yang sedari tadi memeluknya erat hanya bisa terkagum-kagum melihat dirinya yang begitu asyik tertawa dan terlihat sangat gembira.

Terowongan itu sudah mulai terlihat. Terowongan dimana kami tidak boleh berteriak sedikitpun, atau monster itu akan semakin ganas terhadap kami. Terdapat sebuah tanda diatas terowongan itu bertuliskan NO SCREAM! yang ditulis dengan tinta merah. Semua pencahayaan di wahana ini dimatikan, aku tidak mungkin bisa menahan teriakanku sendiri. Aku terlalu takut dengan monster-monster itu.

"Unnie," panggilku, "Aku takut."

Winter menatap mataku, ia tidak membalas apapun. Ia melirik ke arah terowongan yang semakin mendekat itu, lalu menatapku lagi, "Aku mau kau menutup matamu. Apapun yang terjadi, jangan pernah buka matamu sebelum aku menyuruhmu untuk membukanya, oke?"

Aku mengangguk. Terowongan itu semakin mendekat. Aku segera menutup mataku rapat-rapat, berusaha menghiraukan suara-suara di sekelilingku. Aku ingin menangis, tapi aku harus menahannya. Aku sudah besar, tidak boleh menangis lagi.

Chu.

Bibirku, sebuah sentuhan lembut ada di bibirku. Minjeong menciumku. Ciuman itu benar-benar halus. Ciuman itu hangat dan menenangkan di saat yang bersamaan. Aku tidak bisa mendengar sekelilingku lagi, pikiranku hanya fokus dengan kecupan ini. Ntah apa yang kupikirkan, aku tidak ingin ciuman ini berakhir ketika sudah sampai di pintu keluar. Aku ingin merasakan kecupan ini lagi.


Winter's POV

"Aku takut."

Mata gadis itu berkaca-kaca, ia hampir menangis. Aku melihat ke arah terowongan itu, sebentar lagi kami akan melewatinya.

"Aku mau kau menutup matamu. Apapun yang terjadi, jangan pernah buka matamu sebelum aku menyuruhmu untuk membukanya, oke?"

Ia mengangguk, menutup matanya tepat ketika terowongan itu sudah ada di depan kami. Terowongan itu begitu gelap, aku tidak bisa melihat apa-apa, hanya terdengar suara-suara aneh dan ornamen mengerikan lainnya. Aku menarik napas dalam.

Chu.

Aku mencium gadis itu. Mencoba sebisaku untuk mengalihkan pikirannya dari monster-monster di sekeliling kami. Ia diam, tidak bergerak sedikitpun. Bibir kami saling menempel. Aku tidak ingin bertindak lebih jauh lagi. Ia menggengam tanganku erat. Aku mengusap punggung tangannya perlahan. Maafkan aku sudah mengambil ciuman pertamamu.

Cahaya dari luar wahana mulai terlihat dari ujung terowongan, kami berhasil melewati monster-monster itu. Aku melepas ciumanku, menatap wajahnya sebentar.

"Kau sudah bisa membuka matamu," ujarku.

Gadis itu membuka matanya perlahan. Cahaya dari luar memperjelas wajah gadis di depanku ini. Ia terlihat memerah. Apa ia kedinginan?

***

"Unnie, tadi unnie menciumku."

"Eoh."

"Itu ciuman pertamaku."

"Eoh."

"Apa itu ciuman pertamamu juga?"




TBC

Be My AeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang