Disclaimer:
Saya menulis karena menyukai bahasa, kususnya Bahasa Indonesia. Selama anda membaca, kemungkinan akan banyak menemukan kesalahan dalam penggunaan diksi, ejaan, atau pemakaian bahasa asing.
Mohon diberi masukan dengan komentar pada paragraf yang memiliki kesalahan. Kontribusi anda sangat berguna bagi saya yang masih belajar menulis. Terima kasih.
****
"Mockba Bubblecandy..." Zuan menggumam. "Kita makan di situ saja. Ayo!"
"Moskwa, bukan mockba," ralat Shomad datar.
"Bodo amat, lah. Ayo,"
Zuan jalan duluan meninggalkan Shomad.
Senja itu, langit kuning berawan tipis. Jalan aspal sempit diramaikan dengan hilir mudik anak-anak berbaju koko. Jalanan di pedesaan umumnya tidak dilewati banyak kendaraan, tetapi kerap ditemui pedagang keliling berseliweran. Matahari hampir tenggelam, Shomad menebak anak-anak baru pulang dari mengaji di TPQ (Taman Pendidikan Al-Quran).
Sebuah warung semi modern sederhana ada di pertigaan jalan. Dekat dengan kos-kosan yang dihuni Shomad, ia menyediakan banyak jajanan, makanan, aneka es, sampai mainan murah. Di seberang warung, terdapat lapangan bola dan kursi kayu panjang di sisi luar lapangan. Terdapat sebuah pos kamling juga di dekat situ, baik anak muda maupun orang tua akan menghabiskan waktu sore di sana.
Shomad telah menyusul Zuan. Dia melewati outlet kecil dikerumuni anak-anak dan memasuki rumah yang sekaligus menjadi tempat bersinggah para penikmat kuliner. Si pemilik warung -seorang wanita berjilbab, berwajah bule berhidung mancung- masih sibuk melayani anak-anak yang berebut pesanan di depan outletnya.
Shomad dan Zuan duduk di atas karpet tebal. Di depan mereka ada meja amat panjang menempel di dinding. Dari pojok ruangan menuju ujung yang lain, hanya ada kedua pemuda itu dan seorang bocah perempuan kecil berjilbab di pojokan. Zuan dan Shomad memandang anak itu sekilas. Mirip dengan si pemilik warung. Dia sedang membaca buku iqro dengan suara nyaring.
"Itu pasti anaknya," kata Zuan. "Kayaknya mereka ini bukan orang Indonesia."
"Rusia," sahut Shomad.
"Tahu dari mana?"
"Moskwa Bubblecandy," ujar Shomad. Dia membahas baner di depan rumah itu. "Dari bentuknya seperti huruf kapital K B di antara C dan A, seharusnya itu alfabet Kiril dan ditulis Moskva dalam latin dan dibaca Moskwa, bukan mockba,"
"Benarkah?" Zuan jadi penasaran.Zuan melihat gadis kecil tadi sekali lagi. Sekarang dia diam, tidak lagi lanjut membaca. Sementara itu, pipinya basah karena air mata. Dia menangis sesenggukan.
"Lah, kenapa?" Zuan berbisik.
"Yo ndak tau. Kok tanya saya," balas Shomad ketus.Setelah situasi di depan outlet mulai lengang, wanita muda pemilik warung baru bergegas melayani Zuan dan Shomad. Peluh kecil menggenang di atas bibir wanita itu. Dia meringis kecil menahan lelah usai melayani para pembeli.
"Maaf, ya, mas, saya masih sibuk tadi," ujar wanita itu pakai logat asing. "Mau makan apa, mas?"
"Mie ayam saja," kata Shomad. "Dan es teh,"
"Aku juga," sahut Zuan. "Dan air es saja,"
"Baik," si wanita tersenyum ramah.
Wanita tadi lalu mendekati anak perempuannya. Dilihatnya wajah buah hatinya sembab, dan si wanita menghapus air matanya. Dia mengucapkan beberapa patah kata asing, dan si gadis kecil mengangguk. Dia menutup buku iqro-nya, lalu beranjak dan masuk ke dalam rumah.
"Kau tahu dia bicara apa tadi?" Bisik Zuan. Zuan memerhatikan wanita tadi yang kini telah membelakanginya. Wanita pemilik warung itu sedang sibuk menyiapkan pesanan Zuan dan Shomad di sebuah gerobak yang letaknya satu meter di belakang outlet minuman.
"Aku kurang begitu paham dengan bahasa Rusia lisan, apalagi bahasa slang," Shomad geleng-geleng. "Kayaknya orang itu bilang ke anak tadi supaya jangan nangis. Kalau nangis terus, ayahnya juga pasti akan sedih,"
"Apa ayahnya meninggal?"
"Mungkin," Shomad angkat bahu. "Kemungkinan dulu si bapak yang mengajari anaknya ngaji. Jadi setelah dia meninggal, anaknya selalu teringat si ayah setiap kali mengaji,"
"Kenapa tak kau saja yang mengajar?" Goda Zuan. "Kau cocok jadi ayah, dan kayaknya bakalan bisa jadi ustad terkenal,"
"Gigimu!" Umpat Shomad datar.
"Maaf, tante, eh, mbak," Zuan memanggil pemilik warung. "Bisakah buatkan satu porsi mie ayam lagi?"
"Baik, mas,"
"Buat siapa?" Shomad mendelik.
"Ya buat cewekku dong," ucap Zuan bangga. "Katanya, dia jusa ingin tahu kostmu. Jadi mungkin sebentar lagi dia menyusul,"
"What? Fakk!"

KAMU SEDANG MEMBACA
6. Otets
Mystery / ThrillerShomad telah resmi keluar dari pesantren setelah diwisuda. Dibantu Zuan, dia memindahkan barang-barangnya menuju rumah kost di sebuah perkampungan dekat kampus. Ada sebuah warung kecil di dekat rumah baru Shomad tempat dia mengisi perut, dan di situ...