Tiga Minggu Kemudian
"Kak Shooomaaaddd," panggil Adel dengan intonasi khas anak-anak mengajak bermain.
"Iyyaaaa..." balas Shomad dengan intonasi serupa.
Perlahan-lahan pintu kamar Shomad terbuka. Sebelumnya memang hanya dirapatkan saja.
Adel bertemu sesosok hewan berbulu loreng menggeser daun pintu menggunakan kepalanya. Saat pintu terbuka lebar, kelihatan lah Shomad sedang menyiapkan koper besar dan berat di dekat kasur. Koper itu lebih besar ketimbang koper berisi crossbow yang dibawa Shomad biasanya.
Maka Adel berjongkok dan mengelus-elus kepala Prina. Prina membalasnya dengan dengkuran dan mengeong manja.
"Eh, hai malyshka," sapa Shomad disertai senyuman. "vy gotovy? (kau siap?)"
Saat itu Adel sudah berpakaian rapi plus jaket pink yang dilengkapi tudung. Dia memakai tudung jaket untuk menutup rambutnya yang sedikit kemerahan sebagai ganti tudung kain putih yang biasa dikenakan sehari-hari. Gadis kecil itu juga memakai tas kecil warna biru cerah.
"Sudah, kak," jawab Adel. "Itu benda apa?"
"Crossbow, dong. Ini lebih bol'shoy i dlinnyy (besar dan panjang) dari punyaku kemarin,"
"bol'she i dol'she (lebih besar dan panjang)," ralat Adel. Shomad mengangguk mengerti. Lebih dari sebulan mereka saling kenal dan saling memelajari bahasa satu sama lain.
"Sestra Lita dan Mama sudah menunggu di mobil," ujar Adel setelahnya.
"Da, lyubimaya. Podozhdi (ya, sayang. Sebentar),"
Shomad buru-buru mengangkat si koper berat, besertaan memakai ransel besar berisi barang-barang pribadinya. Dia keluar kamar bersama ketiga hewan, lalu mengunci pintu kamar.
Dengan sedikit kepayahan Shomad menuruni tangga. Adel dan Prina sudah lebih dulu sampai bawah kemudian melompat riang menuju Natassja dan Lita yang bersantai di depan rumah Natassja. Tarsy si kera melompat naik ke pagar di depan pintu kamar Shomad, kemudian menunggangi punggung Pitty. Pitty meluncur bebas ke bawah dan hinggap di atas mobil sedan di depan rumah Natassja.
Lita bergegas menyusul Shomad dan mengambil alih koper besar di tangan Shomad sekedar mengurangi beban bawaan Shomad. Shomad sedikit kagum tatkala melihat Lita tidak merasa keberatan sedikit pun menenteng koper besar tersebut.
"Ini lebih berat dari biasanya,"
"Isinya beda. Cam rifle. Semacam senapan, tapi pakai string dan cam seperti crossbow. Tanpa busur. Untuk membidik jarak jauh," jelas Shomad. "Buatan kakaknya Naura. Panjang larasnya sampai satu meter sih, tapi akurasinya bener-bener gila. Bisa nembak lurus sampai 700 meter,"
"Hmmm," Lita tidak kaget dengan penjelasan tersebut. "Sebenarnya akan lebih efektif kalau senapan angin berdaya tinggi,"
Lita dan Shomad sudah berada di belakang mobil. Lita membuka bagasi belakang dan memasukkan koper tersebut di sebelah tas besar miliknya. Shomad pun memasukkan ranselnya ke situ. Terdapat pula sebuah koper kecil warna perak bertengger di dalam sana.
Sedangkan Natassja dan Adel masih di depan rumah, Natassja memakaikan jilbab ke anaknya sambil menggerutu dengan bahasa Rusia. Katanya, Adel sudah keburu pergi sebelum dipakaikan jilbab. Adel pun sempat menolak dipakaikan jilbab dengan alasan tidak nyaman, walau akhirnya menyerah diiringi ekspresi cemberut.
Lita mengambil tas besar milik Natassja yang tergeletak di bawah.
"Wah, punya koper juga," komentar Shomad kepada koper perak di dalam kabin bagasi.
"Nggak tahu. Dari ayah," balas Lita sambil memasukkan tas Natassja ke bagasi. Dia menutup pintu bagasi sebelum Shomad sempat bertanya apa isinya.
"Buruan masuk, sudah mau sore, nih," perintah Lita. Shomad pun langsung masuk ke mobil.
"Kita mampir ke makam suamiku dulu, ya," pinta Natassja.
"Net problem,"
Sebuah perjalanan panjang dimulai. Menuju arah tenggara dan melewati jalan berkelok di antara dua gunung, mereka sempat mampir di sebuah rest area sekedar ishoma dan mengisi bensin. Alhasil mereka melewati gapura sebuah kabupaten sesudah menempuh lima jam perjalanan.
"Masih jauh?" Tanya Lita sang supir.
"Setelah jembatan baru di depan, belok kiri. Mungkin masih 20 menit perjalanan lagi," jelas Natassja.
"Kita harusnya berangkat sebelum jam 12 siang," sesal Shomad. Saat itu hari memang mulai gelap.
Cahaya kuning senja hampir tak tampak dari sela-sela dedaunan di antara barisan pohon yang berjejer rapat. Jalan sepi di penghujung tahun tidak seperti biasanya. Yang mereka dengar jelas hanyalah debur air sungai berarus deras.
"Adel, syuda (kemarilah)," ajak Shomad tiba-tiba.
"Kenapa, kak?"
Shomad tidak menjawab. Shomad menjulurkan tangan ke kursi belakang. Saat itu memang Shomad berada di seat depan bersama Lita, sedangkan Natassja, Adel, dan Prina ada di kursi belakang.
Shomad mendapatkan tangan Adel. Dia menyeret gadis kecil itu ke kursi depan. Shomad meletakkan tubuh Adel di pangkuannya. Adel sempat berontak lantaran malu dan tidak nyaman, namun Shomad malah mendekap gadis itu dari belakang dan menyuruhnya diam. Kemudian pemuda itu menyalakan lampu interior.
"Jalan perlahan-lahan sekali," perintah Shomad pada Lita. "Kalau ada yang mengganggu di depan, jangan hiraukan, dan anggap saja tidak ada apa-apa,"
"Kenapa, kak?" Tanya Adel lagi penasaran.
"Mas jangan membuatku takut," sahut Lita setengah bergidik.
"Ada apa, sih?" Tanya Natassja heran.
"Tidak ada apa-apa,"
Mobil sedan Lita mulai menaiki tanjakan singkat. Disusul jalan beton di atas kerangka besi, yang menandakan bahwa mereka telah berada di atas jembatan sepanjang seratus meter di atas jeram.
Lita mengendarai mobilnya dengan hati-hati. Suasana telah benar-benar gelap, hanya mengandalkan penerangan dari lampu sen mobil. Di sana, ada tujuh anak kecil terlihat bermain-main di sisi jembatan. Sebagian mereka ada yang berlarian dari satu sisi ke sisi lain. Mereka bermain dengan lepas dan ceria seperti tidak merasakan buta oleh gelapnya malam. Melihat hal itu, tangan Lita bergetar hebat.
Shomad memutar tubuh Adel. Kini ia memeluk si gadis kecil dan membenamkan wajah Adel ke dadanya. Tangan kanan Shomad diletakkan di punggung tangan kiri Lita di atas tuas persneling. Sementara Natassja juga mulai merasakan hawa aneh langsung mencengkram erat lengan kanan Shomad.
"Hiiii, ada hantu anak korban tiang pancang jembatan..." kata Adel ketakutan.
"Sssstttt," potong Shomad. "Jalan saja pelan-pelan, Lita,"
Lita menurut saja. Dia terus berjalan lambat di area itu. Anak-anak yang semula bermain ceria tiba-tiba berdiri diam mematung. Mereka menatap tajam ke arah mobil. Shomad membalas tatapan itu dengan cara serupa. Sedangkan Lita bersembunyi di balik kemudi gara-gara ketakutan.
"Perhatikan jalan!" Perintah Shomad.
"Oke, oke,"
Lita terpaksa menekan rasa ngeri sedalam mungkin. Dia melihat ke depan dan menarik napas panjang. Tiba-tiba salah satu anak dengan sengaja berlari ke tengah jalan tepat di depan mobil mereka. Lita yang panik langsung berhenti mendadak.
"Jalan lagi. Jangan hiraukan. Tabrak saja kalau masih mengganggu,"
Lagi-lagi Lita harus menuruti omongan Shomad. Anak-anak terus mengganggu dengan cara serupa, bahkan ada yang menggedor kaca mobil dan berteriak minta tolong. Namun segala gangguan tersebut berhasil mereka atasi sampai di ujung jembatan tanpa harus meninggalkan mobil.

KAMU SEDANG MEMBACA
6. Otets
Mystery / ThrillerShomad telah resmi keluar dari pesantren setelah diwisuda. Dibantu Zuan, dia memindahkan barang-barangnya menuju rumah kost di sebuah perkampungan dekat kampus. Ada sebuah warung kecil di dekat rumah baru Shomad tempat dia mengisi perut, dan di situ...