Kesurupan

17 3 0
                                    

Dua belas jam kemudian

Para kawula muda menggelar tikar di depan rumah, bersenda gurau menanti puncak malam tahun baru. Sementara Lita dan Natassja sibuk mengurus perapian, Shomad dan Kholis hanya berbincang santai. Adel bermain-main sendiri di sekitar sedan Lita. Sedangkan Buk Juwati memilih untuk tidur duluan lantaran fisik rentanya sudah tidak lagi sanggup bergadang.

"Gimana rasanya, tahun baruan di kampung?" Tanya Kholis.

"My first time. Ternyata lumayan seru," balas Lita.

"Lebih seru lagi karena bisa ngerasain hasil alam gratis," cerocos Shomad.

"Nah, sudah matang sebagian," ujar Natassja. Dia mengangkat beberapa jagung dari perapian ke loyang. "Cobalah,"

Para lelaki tentu saja sangat antusias kalau soal makanan. Secara hati-hati Shomad dan Kholis mengambil satu jagung, masih panas, lantas menikmatinya. Mereka mengakui kalau racikan jagung bakar Natassja benar-benar lezat. Tak mau kalah, Adel juga langsung berhenti main dan bergabung untuk menikmati jagung bakar.

Sebagai koki, Lita dan Natassja tidak begitu tertarik dengan makanan. Bagi mereka, lebih seru melanjutkan acara bakar-bakar ketimbang ikutan makan. Mereka memilih singkong dan ikan untuk dibakar selanjutnya.

"Uwaaaaaaaaaaaa!!!!!!" Tiba-tiba terdengar Buk Juwati berteriak dari dalam rumah.

"Aaaaaaaaarrggghhhhh!!"

Hening terpecah, raga terkesiap. Para penikmat malam saling tatap ngeri, Shomad bahkan sampai tersedak dan batuk-batuk. Adel yang ketakutan dan langsung memeluk pemuda itu.

"Ibu!" Seru Kholis panik.

Lita langsung melompat ke dalam rumah. Natassja menyingkirkan bahan makanan dari tungku, setelah itu berjalan cepat bersama Shomad dan anaknya menyusul Lita.

Mereka menggrebek kamar Buk Juwati. Wanita renta itu menggeliat seolah kepanasan di atas ranjang. Shomad mencegah Natassja dan Adel supaya tidak masuk. Maka kedua ibu dan anak itu hanya saling berpelukan cemas di ambang pintu. Lita dan Shomad bersiaga mendekati Buk Juwati.

"Hey," panggil Shomad. Buk Juwati lantas menoleh ke arah Shomad sembari menggeram.

"Kesurupan?" Tanya Shomad santai.

"Kalian akan mati!" Ancam Buk Juwati dengan nada suara lain.

"Gimana?" Tanya Lita sedikit takut.

"Panggil Kang Kholis!" Perintah Shomad.

Natassja bergegas kembali ke luar rumah. Entah kenapa Kholis malah tidak ikut masuk, padahal ibunya terindikasi kesurupan.

Buk Juwati hendak menyerang Shomad, tetapi tubuhnya ditahan oleh Lita. Buk Juwati menggeram, berusaha melepaskan diri.

"Gila, kuat banget!" Kata Lita. Anehnya gadis perkasa itu kewalahan menghadapi tenaga perempuan renta.

Shomad masih tetap tenang. Dia membalas tatapan Buk Juwati. Bibirnya komat-kamit membaca sesuatu. Tetapi seberapa keras usaha Shomad, entah apa pun yang dirapalkannya seakan tak memberi efek kepada sang korban.

Jangan-jangan....

"Mas Shomad, Kholis, Mas!!" Natassja menjerit ketakutan.

Shomad tersentak kaget. Lagi. Lantas dia buru-buru mengabaikan Lita yang sedang kewalahan. Ia berpapasan dengan Adel yang gemetar ketakutan. Shomad menggendong anak itu dan mendekapnya, sambil setengah berlari menuju halaman.

"Lis, Kholisss!!" Pekik Natassja.

Sampai di depan, nampaklah pemandangan menjijikkan. Adik ipar Natassja menikmati makanan yang belum dipanggang dengan rakus. Melihat pemuda itu mengunyah daging ikan mentah, perut Shomad terasa mual.

Aduh, apa lagi ini?

"Lit, kau tahan dulu Buk Juwati," teriak Shomad.

"Cepat! Aku capek!" balas Lita nyaring.

Shomad menurunkan Adel. Gadis kecil itu segera berlari memeluk sang ibu. Maka Shomad berjongkok di hadapan Kholis.

"Kalian berhasil membuat kami panik, tapi aku tidak takut sedikit pun," ucap Shomad.

Kholis menghentikan makannya. Sekarang ia menatap Shomad tajam seperti Buk Juwati menatapnya.

"Jangan melihatku seperti itu!" bentak Shomad kesal. Dia mencengkram leher Kholis kuat-kuat. "Bikin kesal, anjing!" Umpatnya.

Kholis tak bereaksi sama sekali. Dia tetap memberi tatapan tajam pada Shomad. Shomad merasa sedikit aneh, jadi dia melepaskan cengkramannya. Agaknya Shomad mulai merasa ketakutan.

"Uwaarrrgghhhh!!" Teriak Buk Juwati lagi.

Buk Juwati berhasil melepaskan diri. Dia berlari ke dapur, mengambil sebilah pisau daging, lantas menyambar ke halaman rumah dengan sangat cepat. Ia melompat liar hendak menusuk Shomad. Namun untungnya Shomad berhasil menepis. Shomad hanya mendapat goresan di lengan kirinya.

Kini, Buk Juwati menaiki tubuh Shomad yang terlentang di tanah. Dia menghujamkan pisau ke dada Shomad. Beruntung lagi, Lita berhasil menahan tangan Buk Juwati. Adel dan Natassja cuma bisa menjerit histeris melihat kejadian tersebut.

Dalam keadaan terdesak, Lita memutar tangan Buk Juwati hingga pisaunya terjatuh. Lita memukul syaraf leher Buk Juwati sehingga sekonyong-konyong si nenek ambruk tak sadarkan diri. Hal yang sama pun ia lakukan terhadap Kholis yang ketika itu hanya menonton aksi mereka dengan tatapan kosong. Kholis juga pingsan.

Lita dan Shomad terngah-engah. Kejadian tadi benar-benar tak dapat dipercaya. Shomad meletakkan lengan kirinya yang penuh darah di tanah, dan lengan satunya lagi dia pakai untuk menutup matanya. Natassja dan Lita sudah mulai beraksi mengevakuasi para korban kesurupan.

"Itu bukan kesurupan," kata Shomad pelan.

"Aku juga tahu," sahut Lita. Saat itu dia membopong tubuh Kholis untuk dibawa masuk. "Pukulanku tadi seharusnya tidak berefek apa pun terhadap orang kesurupan,"

"Bodohnya setiap tindakan rukyahku juga nggak mempan sama sekali,"

"Kayaknya bakal ada kasus lagi,"

Shomad tak menjawab. Tetapi sekilas bibirnya tersenyum tipis.

****

"Nak, kalak akhi aing (Nak, tolong ambilkan air)," pinta Buk Juwati lirih.

Adel plonga-plongo. Dia tidak paham apa yang dikatakan neneknya.

"Air..." Jelas Buk Juwati.

Si gadis kecil pun mengambilkan air di atas meja.

Aksi luar biasa Buk Juwati semalam membuat tubuh rentanya merasa amat rapuh pagi hari itu. Buk juwati merasa lemas dan tak bertenaga. Bahkan Kholis sudah tiga kali buang air akibat mengonsumsi makanan mentah. Natassja dan Lita sibuk di dapur, mempersiapkan makanan dan meracik obat tradisional untuk Kholis dan Buk Juwati.

Lalu Lita memasuki kamar Buk Juwati. Dia menaruh segelas cairan coklat di atas meja. Lita membantu Buk Juwati menegakkan duduknya, demi memudahkan si wanita tua untuk meminum ramuan racikannya.

"Minumlah, nek. Ini racikanku sendiri," katanya.

Buk Juwati meminum cairan kental itu tanpa ragu. Sebagai penduduk sepuh desa, tentu saja Buk Juwati lebih menyukai jamu daripada jarum suntik.

"Sayang, Kak Shomad mana?" Tanya Lita kepada si gadis kecil yang setia menunggu neneknya.

"Di ruang tamu, kak," jawab Adel.

Setelah itu, Lita pergi lagi. Dia mendatangi ruang tamu, menemui seorang pemuda berkacamata yang duduk di sofa. Pemuda itu menumpukan dagu di atas kedua tangan, sambil melihat smartphone-nya di atas meja. Salah satu lengan Shomad memakai plester luka akibat pertarungan dengan Buk Juwati. Lita menebak Shomad sedang mengamati peta cuaca.

"Tahu PT. Putrajaya Mebel?" Tanya Shomad tiba-tiba.

"Nggak tahu. Emang kenapa?" Selidik Lita. "Dapat sesuatu?"

"Iya," balas Shomad. "Kayaknya kita perlu ke sana,"

6. OtetsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang