Pada suatu malam, Shomad baru pulang dari sholat magrib musholla.
Dia membirakan pintu kost terbuka lebar tanpa mengganti baju. Cepat-cepat pemuda itu membuka laptop di lantai demi melanjutkan pekerjaannya -menjadi joki translator bahasa inggris dan arab untuk mahasiswa pemalas. Kalau dia menyelesaikannya sekarang, besok dia bisa bersantai.
Bicara soal laptop, itu adalah barang impian yang akhirnya dia bisa beli setelah mendapat gaji pertama.
Shomad membalik-balik kertas berisi tulisan tangan "klien"-nya. Kebanyakan klien Shomad berasal dari Fakultas Humaniora jurusan Bahasa. Di lembar ketiga, dia berhenti. Dengan sebuah aplikasi berbasis web, dia memakai mikrofon dari headset untuk mendikte (mengetik dengan ejaan suara). Apa yang tertulis di kertas tersebut, Shomad akan membacanya dalam bahasa lain. Sebuah cara cerdas memanfaatkan teknologi yang tidak semua orang berpikir sampai ke sana.
Sehabis membaca beberapa paragraf, serangkaian kata berteks arab sudah siap dipindahkan ke aplikasi pengolah kata. Namun belum juga Shomad menerapkan hal itu, dia mendengar suara langkah kaki menuju kamarnya.
"Assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam,"
Wah, gawat!
Shomad segera lompat dari posisinya. Dia tahu itu suara Natassja, dan sudah pasti kali itu Natassja melihat isi kamar Shomad yang berantakan.
Saat mengampiri pintu, Shomad mendapati Natassja dan Adel berdiri celingak-celinguk di situ. Mereka sama-sama berbaju rapi dan berjilbab. Adel menenteng buku Iqro, dan Natassja memeluk sebuah Al-Quran. Natassja juga membawa kantung plastik hitam besar entah apa isinya. Shomad segera tahu mereka memiliki keperluan apa datang ke situ.
"Masuklah," ajak Shomad. "Maaf ya, mama, Adel, kamarku berantakan sekali. Tidak ada alas, hanya selapis banner dingin," katanya malu.
"Tidak apa-apa, mas,"
Kabar baik.
Natassja meletakkan kantung plastik di dekat pintu, dan Adel melompat masuk segera duduk di lantai. Natassja menyusul si kecil dan memperingatkan supaya berlaku lebih sopan.
Shomad juga mengambil peci di samping laptop, lantas memakai peci tersebut.
"Maaf, mas, kami berdua ke sini karena ingin belajar mengaji," kata Natassja.
Shomad tersenyum kecut. Ia merasa canggung sebab ini pertama kali Natassja bersikap sangat sopan dan formal padanya. Meski demikian, Shomad amat kagum dengan tata krama wanita itu saat bertamu pada calon gurunya.
"Aduh, bagaimana, ya," Shomad garuk-garuk. "Kenapa tidak meminta pada Ustadz Umar saja?"
Natassja geleng-geleng kecil.
"Saya diberitahu Mas Zuan, kalau Mas Shomad hapal Al-Quran dan lulusan pesantren terbaik. Jadi..."
"Sssshhhh..." Shomad meringis. Dia kurang suka jika latar belakang agamanya diungkit-ungkit. Ia menggeleng pelan.
Natassja tidak meneruskan kalimatnya. Dia menunduk dan setengah sungkan bercampur gragi.
"Hmmm, ya, baiklah," Shomad mengangguk. Mengiyakan permintaan tersebut meski terasa malas. "Tapi saya tidak selalu bisa mengajar kalau setelah magrib. Kalau habis subuh bagaimana?"
"Saya dan Adel bisa,"
"Tapi kalau seumpama setelah magrib saya bisa mengajar, nanti saya usahakan. Jadi bisa mengaji dua kali sehari,"
"Iya, mas,"
"Sebelumnya mama pernah mengaji di mana?"
"Hanya pada suami saya. Setelah beliau meninggal, tidak ada yang mengajari saya lagi,"
"Baiklah. Nanti mulai dari juz awal lagi saja,"
Natassja mengangguk kecil.
"Saya minta tolong perihal latar belakang agama saya, jangan beritahukan pada masyarakat di sekitar sini. Saya tidak mau tercipta imej yang mengharuskan saya menjadi teladan spiritual bagi masyarakat. Dan takutnya nanti ada yang minta diajari ngaji juga,"
Iya, mas,"
"Untuk pembukaan, silakan kalian murojaah dulu 20 menit di sini, nanti saya ajari,"
"Baik, mas,"
****
Lewat pukul delapan malam, Natassja dan Adel belum pulang juga.
Natassja membersihkan kamar Shomad dengan teliti. Mencuci piring kotor, menata buku-buku, menyikat kamar mandi, sampai mengepel lantai dikerjakan semua. Shomad yang kebingungan hanya bisa merapikan barang-barang pribadinya yang dia pikir tidak mungkin disentuh Natassja.
"Baju yang kotor biar kucucikan juga, mas,"
"Jangan, ma," tolak Shomad.
"Tidak apa-apa, mas," balas Natassja. "Mas kan guruku sekarang,"
"Tapi pengabdian seorang murid tidak perlu sejauh itu,"
Natassja tidak membalas itu. Dia tetap ngotot memasukkan baju-baju Shomad ke dalam plastik untuk dibawa pulang. Shomad juga tidak tegas melarang Natassja, karena dia sendiri sebenarnya senang tidak perlau repot mencuci baju lagi.
Sementar itu, si kecil Adel hanya berguling-guling di atas kasur Shomad sambil bermain ponsel Shomad. Natassja lagi-lagi mengingatkan anaknya supaya bersikap sopan. Tapi Adel tidak peduli sebab dia merasa bosan di sana.
"Mas bisa menyetir?" Tanya Natassja tiba-tiba.
"Tidak. kenapa, ma?"
"Aku dan Adel rencananya ingin tahun baru di kampung di rumah mertuaku,"
"Ada Zuan dan Lita yang bisa menyetir," Shomad mengusulkan.
"Siapa itu Lita?"
"Temanku satu grup. Kalian belum pernah ketemu,"
"Lita mau nggak ya, kuajak ke kampung?" tanya Natassja. "Kalau mau, kita berempat berangkat ke sana akhir tahun nanti. Rumah nenek agak pelosok dan ada air terjun yang indah,"
"Kenapa nggak Zuan saja? Kalian kan sudah saling kenal,"
"Mas Shomad sudah laki-laki. Masa aku ngajak laki-laki lagi,"
"Iya sih. Nanti kuajak dia ngomong,"
Seperempat jam kemudian, seluruh pekerjaan mereka usai. Natassja meregangkan otot-otonya, tak terasa sudah hampir setengah sembilan. Dia mendekati Adel yang sudah tertidur di atas kasur.
"Adel, bangun sayang," kata Natassja. Dia mengguncang-guncang tubuh buah hatinya.
Tidak ada respon. Gadis kecil itu tertidur pulas. Seberapa kuat Natassja berusaha membangunkannya, Adel tidak juga bergerak. Maka setidaknya Natassja melucuti jilbab dan tudung Adel sebab wajah Adel sudah basah oleh peluh.
Shomad duduk di sisi Adel. Dia mengamati wajah polos si kecil, sampai dia gemas dan mencubit pipinya.
"Dia lucu banget, ya. Perlu kubantu angkat dia ke rumah?" Shomad menawarkan.
"Tidak, mas. Aku titip dia saja. Lagipula besok subuh aku bakal balik ke sini untuk mengaji lagi,"
"Hah?" Shomad melongo.
"Boleh, kan?"
"B-Boleh saja,"
Lantas Natassja pamit pulang. Shomad menyalakan kipas angin dan mengarahkan pada tubuh si kecil. Ketika Natassja sampai di depan pintu, ketiga hewan Shomad datang bersamaan setelah bermain di luar seharian.

KAMU SEDANG MEMBACA
6. Otets
Mystery / ThrillerShomad telah resmi keluar dari pesantren setelah diwisuda. Dibantu Zuan, dia memindahkan barang-barangnya menuju rumah kost di sebuah perkampungan dekat kampus. Ada sebuah warung kecil di dekat rumah baru Shomad tempat dia mengisi perut, dan di situ...