Vera terbangun ketika merasakan pergerakan di sampingnya, namun matanya tetap terpejam, pura-pura masih tertidur meski sebelah matanya sedikit terbuka untuk mengintip.
Mau ke mana?
Vera mengerutkan keningnya ketika melihat Alan bangun lebih dulu, pria itu keluar dari kamar mandi setelah mencuci muka dan langsung mengganti pakaiannya.
Tadi malam Alan pulang ke apartemen Vera dalam keadaan mabuk. Entah apa yang terjadi, Vera tak sempat bertanya karena pria itu langsung menerkamnya dan mereka menghabiskan malam yang panas sampai dini hari. Namun tak seperti bisanya, Alan bangun pagi-pagi buta begini. Gelagat pria itu juga terlihat aneh, tampak tergesa-gesa.
Apa dia menyembunyikan sesuatu?
Dengan cepat Vera bangun, ketika suara pintu tertutup yang menandakan kalau Alan sudah keluar dari apartemennya. Ia tak sempat mencuci muka, berlarian menyambar cardigan yang tergantung untuk menutupi gaun tidurnya yang terlampau seksi. Lalu mengambil kunci mobil di laci dan tak lupa membawa ponsel.
Sembari menunggu lift turun, Vera mengaktifkan aplikasi untuk melacak keberadaan lokasi Alan yang sudah disinkronkan dengan ponsel pria itu. Sehingga ia bisa memantau keberadaan Alan tanpa diketahui oleh pria itu.
Perasaan Vera berkecamuk, ia melajukan mobilnya membelah jalanan di pagi buta yang masih sepi. Ia tampak gelisah, melirik layar ponselnya yang menunjukkan lokasi keberadaan Alan.
Sebenarnya mau ke mana pria itu? Vera bertanya-tanya dalam benaknya. Matanya tetap fokus melihat ke depan, sesekali memantau pergerakan mobil Alan di layar ponselnya.
"Shit! Mau apa dia?" Vera mencengkram erat stir mobil, menggeram kesal mengetahui ke mana arah mobil Alan melaju. "Pembohong!" Emosi Vera semakin memuncak, merasa tertipu oleh mulut manis pria itu.
Alan bilang, dia sudah move on dari Rena dan tak akan mengejar wanita itu lagi. Nyatanya, pria itu sekarang malah mendatangi perumahan tempat tinggal Rena. Untuk apa coba? Pikiran Vera makin tak karuan, perasaan benci, marah dan kecewa bercampur jadi satu. Ia terus mengumpat, menancap gas, melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh.
Napas Vera memburu, netranya melotot melihat seseorang yang sangat dikenalinya. Kini mobilnya terparkir di tepi jalan, bersebrangan dengan sebuah taman di dalam komplek perumahan elit. Kawasan rumah Rena lebih tepatnya dan di taman itu, ia melihat Alan sedang menemui Rena.
"Sialan!" Vera yang sudah diliputi amarah, memukul-mukul stir mobil, melampiaskan seluruh kekesalannya. "Dasar buaya! Penipu!" Matanya berkedut, ia menggigit bibir bawahnya sampai berdarah. "Nggak, aku nggak akan biarkan kamu kembali pada Rena, Alan! Kamu milikku, hanya aku yang pantas bersamamu!"
Vera mengumpulkan seluruh tekadnya, ia melepas sabuk pengaman, berniat keluar untuk melabrak mereka berdua. Namun belum sempat keluar, ternyata Alan sudah pergi dari sana. Pria itu menyeret-nyeret Rena memasuki mobilnya yang terparkir di luar taman.
"Mau dia bawa ke mana?" Vera segera memakai kembali sabuk pengamannya, langsung tancap gas mengikuti mobil Alan yang melaju kencang meninggalkan tempat itu.
Vera gusar, ia terus mengikuti mobil Alan dari belakang. Tangannya tak berhenti mengotak-atik ponselnya untuk menghubungi nomor Alan, berharap pria itu akan mengangkat teleponnya.
"Angkat Alan!" Vera berdecak, mengumpat karena pria itu justru menolak panggilannya. "Sialan kau Alan!"
Vera tak tahu ke mana Alan akan membawa Rena pergi, ia juga tak mengerti daerah yang dilaluinya. Karena tempat itu berada di pinggiran kota Jakarta yang jauh dari pemukiman, sisi kanan kirinya tampak begitu asing. Hingga akhirnya mobil Vera berhenti tak jauh dari mobil Alan yang sudah terparkir di dekat danau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikahlah Denganku (Tamat)
RomanceBukan jodoh yang salah, tapi waktu yang belum tepat. Mungkin itu ungkapan yang tepat untuk Rena. Satu bulan menjelang pernikahan, dia justru mendapati tunangannya berselingkuh. Kecewa, sakit hati dan putus asa mengantarkannya ke sebuah club yang bar...