22. Camer

1.1K 199 26
                                    

Seperti biasa, saat Rena keluar dari rumah sakit sudah ada mobil Davin yang menunggu di depan lobi. Pria itu stand by di samping pintu mobil, menyunggingkan senyum manisnya ketika Rena menghampiri.

"Hai, makin cakep aja pacar aku." Dan seperti biasa, gombalan garing akan meluncur dari mulut Davin.

"Kenapa? Terpesona ya?" balas Rena, mencondongkan sedikit tubuhnya ke depan Davin yang lebih tinggi darinya.

"Iya, nih," ucap Davin, kemudian mengecup kening Rena sampai membuat sang empu membeku sesaat.

"Davin!" pekik Rena setelah kesadaran mengambil alih, ia melirik ke sekitar di mana orang-orang tampak berseliweran keluar masuk rumah sakit, beberapa dari mereka mencuri pandang ke arahnya. "Rese!" Seraya menahan malu Rena langsung masuk ke mobil, mengabaikan panggilan Davin.

Davin pun bergegas masuk ke mobil, menyalakan mesin mobilnya. "Marah?" Ia mulai membuka suara bersamaan dengan mobil yang melaju meninggalkan pelataran rumah sakit.

"Hm." Rena hanya bergumam, memalingkan wajahnya ke luar jendela.

"Jangan marah dong, maaf." Sebelah tangan Davin meraih tangan Rena, sembari membujuk wanita itu. "Maaf, khilaf Yang."

"Khilaf kok sering," cibir Rena, menarik tangannya dari genggaman Davin. Namun pria itu menahan, semakin erat menggenggam dan meremas jemari tangannya.

"Suruh siapa mancing-mancing." Mendengar penuturan Davin, spontan Rena berbalik dengan mata melotot.

"Siapa yang mancing?" Rena tak terima dengan tuduhan Davin, ia tak merasa memancing pria itu. Davin saja yang memang hobi nyosor kaya bebek.

"Kamu, buktinya tadi maju-maju. Secara nggak langsung 'kan itu kode buat minta dicium," ujar Davin, terkekeh geli.

Astaga!

Boleh nggak si hujat pacar sendiri?

Rena menghela napas panjang, makin hari tingkat kesabarannya semakin diuji setiap kali menghadapi kebucinan Davin yang terkadang di luar nalarnya.

"Terserah." Rena yang malas berdebat pun kembali memalingkan wajahnya ke jendela, ia terlalu lelah untuk menanggapi ucapan David. "Tapi lain kali lihat sikon, nggak di depan rumah sakit juga. Apalagi tadi lagi ramai begitu, kamu 'kan tahu kalau orang-orang sekarang itu mudah menyimpulkan, menyebar rumor dan selalu mengedepankan hoaks. Bagaimana kalau sampai ada gosip nggak enak? Gosip yang kemarin aja masih beredar luas, masa udah mau ditambah lagi."

Davin jadi merasa sedikit bersalah. Ia memang tidak memperhatikan kondisi dan situasi saat mencium Rena, jelas saja wanita itu sampai marah. Apalagi dengan image Rena yang sedang tidak bagus dengan berembusnya rumor-rumor tak sedap tentang dirinya.

"Maaf." Davin meraih tangan Rena, mengecup punggung tangannya. "Janji, nggak kaya gitu lagi." Ia tersenyum lebar kala Rena menolehkan wajahnya. "Udah ya, jangan ngambek lagi."

Rena hanya bergumam, lalu merubah topik pembicaraan. "Tumben rapi, abis dari mana?" tanya Rena yang memperhatikan penampilan Davin berbeda dari biasanya. Jika hari biasa pria itu memakai kemeja dan celana jeans dipadu dengan jaket, hari ini Davin memakai stelan jas bewarna hitam senada dengan warna dasi yang dipakai dan juga memakai sepatu pantofel. "Habis kondangan?"

"Dari kantor papa, hari ini aku mulai magang di kantor papa," jawab Davin, matanya fokus melihat jalanan di depan, sesekali ia akan menoleh pada Rena.

"Oh, ya? Selamat, aku ikut seneng." Rena tersenyum manis, mengucapkan selamat pada Davin.

"Kamu seneng aku kerja di kantoran?" tanya Davin.

Rena menganggukkan kepala sebagai jawaban.

"Kenapa? Bukan karena kamu malu 'kan kalau punya pacar pengusaha bar & cafe?" Davin menoleh sejenak, bersamaan dengan Rena yang menggelengkan kepalanya.

Menikahlah  Denganku (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang