2. Putus

1.7K 242 12
                                    

"Ren, aku bisa jelasin!" Teriakan samar terus terngiang, membangunkan Rena dari alam bawah sadarnya. Kelopak matanya perlahan terbuka, langit-langit kamar berwarna abu-abu menyambut pandangan matanya pertama kali. Merasa asing, lantas ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan yang didimoniasi warna abu-abu. Hingga netranya berhenti di seseorang yang berada di samping ranjang.

Davin?

Mata Rena berkedip-kedip, sedikit terkejut mendapati pria itu berada satu ruangan dengannya dan yang membuat Rena heran kenapa Davin tertidur sambil duduk di lantai, pria itu bersandar di dinding, setelah itu Rena baru menyadari sesuatu yang berada di genggaman tangannya. Ia pun menurunkan pandangannya ke bawah.

Tangan Davin. Spontan Rena menarik tangannya, melepaskan genggaman pada jemari pria itu. Pergerakan Rena ternyata membangunkan Davin, pria itu melenguh, menggosok sebelah matanya sambil menguap. "Sudah bangun?" tanyanya, terlihat tenang seolah tidak ada yang aneh.

"Kenapa gue di sini?" tanya Rena. Ia sama sekali tak mengingat apa pun, bahkan kepalanya terasa pening, berdenyut seakan ada bor di dalam kepalanya.

"Lo nggak ingat?" Davin beranjak bangun, menghela napas panjang saat Rena menggelengkan kepala sebagai jawaban. "Lo semalam mabuk di bar gue. Kebetulan gue yang nemuin lo, nggak mungkin 'kan gue bawa pulang lo ke rumah dalam keadaan teler. Gue belum siap digantung sama bokap lo."

Rena tersenyum geli mendengar jawaban Davin. "Lalu, kenapa lo bisa tidur di bawah? Apa aparteman lo nggak ada kamar lagi?"

"Harusnya gue yang nanya, kenapa lo tahan gue di sini. Lo nggak tahu gimana pegelnya leher gue harus tidur sambil duduk?"

Rena mengerutkan keningnya, meragukan ucapan Davin. Masa si? batinnya.

"Nggak usah dipikirin, mending lo mandi. Bukannya lo musti ke rumah sakit?" Suara Davin mengambil alih kesadaran Rena. "Baju lo kena muntahan, belum gue ganti. Kalau mau pakai baju gue, lo bisa ambil di lemari," ucap Davin sebelum keluar dari kamar.

Rena menunduk, berdecak ketika melihat dress yang dikenakannya terdapat bekas muntahan. "Bau lagi." Tak tahan dengan baunya, Rena cepat-cepat berlari ke kamar mandi.

Sementara Davin masuk ke kamar mandi yang ada di dekat dapur. Ia termenung menatap cermin, sebelah tangannya terangkat menyentuh bibir bawah. Bayang-bayang semalam berputar di kepala, wajah manis Rena terus memenuhi pikirannya.

"Davin, jangan pergi." Rena menarik lengan Davin sampai pria itu terjatuh ke atas tubuhnya.

"Ren, lepas." Davin berusaha melepaskan rangkulan tangan Rena di lehernya, namun wanita itu menggelengkan kepala.

"Nggak mau, gue nggak mau ditinggalin," ucap Rena, terdengar ngelantur. "Davin, please. Bawa gue pergi."

"Ren, lepas ya. Lo mabuk, mending lo istirahat."

"Nggak! Pokoknya nggak mau!" Tanpa Davin duga, Rena menarik tengkuknya secara tiba-tiba. Wanita itu mendaratkan kecupan hangat di bibirnya.

Syok? Jelas, Davin sangat terkejut. Ini memang bukan ciuman pertamanya, tapi ini ciuman pertama selama dia melajang, mungkin sudah hampir dua tahun. Bahkan Davin sudah lupa rasanya bibir wanita dan hari ini ia kembali merasakannya. Manis.

Namun hal itu tak berselang lama, kewarasan mengambil alih tubuhnya. Dengan satu gerakan, Davin berhasil melepaskan diri dari rengkuhan Rena. Ia segera bangun, turun dari ranjang. Tapi saat Davin akan berbalik keluar, Rena menahan tangannya.

"Jangan pergi," cicitnya diiringi tangisan. "Gue nggak mau sendirian."

Melihat tatapan Rena yang sayu, membuat batin Davin bergejolak. Mana tega dirinya meninggalkan wanita itu dalam keadaan sekacau ini. Akhirnya Davin mengalah dengan ego dan kewarasan, namun ia tetap membentengi diri dari bisikan setan laknat.

Menikahlah  Denganku (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang