Acara lamaran antara Davin dan Rena sudah dilakukan seminggu yang lalu, kedua keluarga sudah memutuskan tanggal pernikahan yang akan digelar satu bulan lagi. Terkesan mendadak memang, namun itu demi kebaikan bersama mengingat banyak rumor tak sedang yang beredar. Demi menepis segala gosip miring itulah pernikahan keduanya dipercepat dan selama beberapa hari ini baik Rena dan Davin sudah sibuk mempersiapkan segala perlengkapan pernikahan keduanya, dibantu kedua orangtua masing-masing.
Rena tersenyum manis ketika mendapat pesan dari Davin, pesan romantis dan terkesan ambigu seperti biasa. Ya, ia sudah terbiasa dengan kelakuan Davin, hal itu justru membuat Rena semakin mencintai pria itu. Davin yang romantis, terkadang nyeleneh, memberikan kesan berbeda di mata Rena.
"Iya, ini sudah selesai," ucap Rena ketika mengangkat panggilan telepon dari Davin. Padahal pesan yang dikirim pria itu saja belum sempat ia balas, tapi Davin sudah tak sabaran sampai menelepon segala. "Kamu sudah di mana? Di depan?" Rena melirik ke arah lobi lewat kaca jendela ruang kerjanya. Bisa ia lihat jika mobil Davin terparkir di dekat lobi penjemputan dan pria itu tengah melambaikan tangan padanya, seakan ia bisa melihat dirinya yang berada di lantai dua.
"Dasar sinting," gumam Rena, mendengkus geli melihat kelakuan absurd Davin.
"Apa kamu bilang? Sinting?" Suara Davin menyadarkan Rena yang masih stand by dengan posisi ponsel di dekat telinganya.
"Ha? Enggak, itu ... aku pengen kepiting," kata Rena beralibi, beruntung Davin tak curiga kalau ia berbohong. "Kamu tunggu bentar ya, aku bentar lagi turun."
"Oke, bibu, aku tunggu. Ay lupp yuuu." Rena menggelengkan kepala mendengar kecupan Davin berteleportasi melewati jaringan telepon, apalagi dengan panggilan alay yang pria itu sematkan untuknya. Kalau kemarin Beebee, hari ini bibu, entah besok apalagi, asal bukan babi saja.
Rena tersenyum lebar saat keluar dari lobi, menyambut lambaian tangan Davin yang sedang berdiri di dekat mobilnya.
"Sorry lama, tadi masih ada satu pasien lagi, kasian kalau aku suruh nunggu habis jam istirahat," kata Rena, tak enak hati karena ternyata Davin sudah menunggu dari setengah jam yang lalu.
"It's okay, baru setengah jam, belum jamuran kok aku nunggu kamu," sahut Davin dengan kekehan tengilnya, kemudian seperti yang sudah-sudah ia akan mendaratkan kecupan di pipi Rena. "Cantik banget si pacar aku."
"Davin!" pekik Rena, melotot. "Kamu apa-apaan si?" Ia memukul lengan pria itu saking kesalnya akan tindakan Davin barusan.
Tapi sepertinya Davin santai saja. Buktinya pria itu malah terkekeh geli dan menoel hidung Rena yang menggemaskan baginya. "Lagian nggak ada orang ini Yang, masa cuma cium pipi aja nggak boleh. Aku udah nahan loh selama dua hari karena nggak bisa ketemu."
"Bukan itu masalahnya Davin, emangnya kamu nggak lihat kalau di sana ada CCTV." Rena menunjuk ke arah atas di sudut bangunan, di mana kamera CCTV tepat mengarah ke tempat mereka berdiri.
Davin menyengir, menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Maap," lirihnya.
Rena mendengkus pelan, memaklumi sikap Davin. Mungkin memang pria itu sangat merindukannya, karena selama dua hari pria itu berada di luar kota untuk kepentingan bisnis.
"Ayo, katanya Tuan Putri mau makan kepiting." Davin membukakan pintu mobil untuk Rena.
Rena hanya tersenyum tipis, kemudian masuk. "Terima kasih."
Lima belas menit perjalanan mereka sampai di sebuah restoran yang menyediakan aneka olahan seafood.
"Beneran makan kepiting?" tanya Rena ketika Davin membukakan pintu untuknya. Ia tak menyangka jika pria itu akan merealisasikan ucapannya tadi, padahal Rena juga tak berniat untuk makan kepiting.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikahlah Denganku (Tamat)
RomanceBukan jodoh yang salah, tapi waktu yang belum tepat. Mungkin itu ungkapan yang tepat untuk Rena. Satu bulan menjelang pernikahan, dia justru mendapati tunangannya berselingkuh. Kecewa, sakit hati dan putus asa mengantarkannya ke sebuah club yang bar...