Cium aku, Je

56 10 9
                                    

Waktu istirahat datang, Sehun sudah mengirimkan pesan kalau aku tidak perlu ke kantin sekolah karena mengajak bertemu di atap.

Sehun keluar kelas lebih dulu setelah melihat aku menjawab 'oke' atas pesannya tersebut.

Sedangkan aku, juga bersiap-siap menyusulnya, namun ....

"Hey, anterin ke kantor, dong?"

Rachel tiba-tiba berdiri di samping bangkuku, kutatap dirinya dengan curiga karena kenapa dari semua siswi di sini, aku yang didatangi olehnya?

"Anterin lah, Ra. Kasihan dia anak baru," sahut seorang teman yang duduk di depanku.

Awalnya aku mau menolak, tapi tentu saja tidak sopan menolak permintaan seseorang tanpa alasan.

Akhirnya aku dan Rachel pun berjalan menuju kantor kepala sekolah, kami tentu saja tidak bercakap-cakap sepanjang perjalanan, karena aku dan dia belum saling kenal.

"Namamu siapa?"

Rachel membuka pembicaraan, mungkin tidak enak dengan situasi canggung ini.

"Aku Ahra, Lee Ahra."

Kuulurkan tangan yang sayangnya tidak mendapatkan sambutan darinya.

Ya sudahlah, tidak apa-apa, kutarik lagi tanganku.

"Oh, Ahra. Kenapa rasanya nggak asing, ya? Kayak nama jalang."

Ucapan sinisnya itu membuat aku seketika menatap ke arahnya, yang sayangnya malah tersenyum manis padaku, seakan kata-kata sinis hanya salah pendengaran saja.

"Kamu barusan ngomong apa?"

Dia malah tersenyum dengan wajah cantiknya yang polos seperti malaikat.

"Nggak ada bilang apa-apa aku."

"Oh, oke."

Lagi-lagi kutahan diri untuk tidak membuat keributan dengan orang yang baru kenal.

Kami berjalan lagi, tinggal satu tikungan menuju kantor kepala sekolah, tiba-tiba Rachel menarik lenganku pelan.

"Ada apa?"

Sebenarnya aku sangat tidak nyaman dengan gadis ini, tapi segera kutepis jauh-jauh perasaan yang tidak jelas seperti itu.

Aku berpikir, mungkin rasa tidak nyaman ini karena dia tunangan Sehun, jadi tidak adil kalau tidak menyukai dirinya tanpa alasan.

Dia meringis kecil sambil memegangi perutnya, terlihat seperti menahan sakit.

"Hey, tolong antarkan kertas ini ke kantor kepala sekolah, dong. Perutku ... perutku tiba-tiba sakit banget."

Dia menyodorkan dua lembar kertas kepadaku, sebelum sempat menjawab ya atau tidak, dia sudah berlari pergi sambil meminta maaf.

Apakah perutnya sesakit itu sampai tidak sempat menunggu jawaban dariku atau sekadar memberi ucapan terima kasih?

Tanggung kurang beberapa langkah saja, akhirnya aku pun melanjutkan jalan ke kantor untuk menyerahkan titipan anak baru tersebut.

Setelah selesai urusan di kantor karena kertas yang dibawa Rachel tadi, aku segera berlari menuju atap, sambil mengirim pesan permintaan maaf ke Sehun.

Jarak kantor dan tangga menuju atap lumayan jauh, tapi anehnya pesanku tersebut hanya dibaca oleh Sehun, tanpa dibalas olehnya.

Ada apa?

Apakah Sehun marah?

Apakah dia masih di atap menungguku atau sudah pergi karena aku terlalu lama?

Zero or Hero?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang