Seharian aku tak melihat June, entah keluar ke mana dia. Bagiku itu bagus karena tak perlu canggung atas ucapannya semalam.Irene dan Yui mengeluh bosan karena tak melihat June seharian, bagi mereka mereka, melihat wajah June adalah asupan nutrisi. Sayangnya bahkan sampai malam tiba, batang hidung cowok itu belum juga tampak.
"Nonton TV di ruang tengah lagi, nggak?"
Rika bertanya dengan mulut penuh potato chips."Iya, dong! Kan kasihan bibi Jung kalo nungguin rumah sendirian," sahut Yui cepat sambil mengoleskan pelembab di mukanya.
"Bilang aja mau caper sama Cino, kan?" Irene menyenggol lengan Yui seraya memastikan liptintnya sempurna.
"Woiyadong, siapa tahu dia kecantol, kan? Kan udah lama juga dia nggak pacaran, sejak ujian semesteran itu, inget?"
"Hooh. Sejak dimarahin Mr.Park karena nilainya turun?"
Yui mengangguk semangat atas jawaban Irene dan tertawa heboh bersama. Rika tampak tak peduli karena dia tim Mocca, sedang aku sibuk dengan pikiran sendiri.
Yah, aku merasa tidak enak jika menolak ajakan mereka menonton TV ke bawah, tapi juga sangat canggung membayangkan bertatap muka dengan Cino alias June.
Untungnya, sampai setengah jam kami di ruang tengah, tak ada June. Diam-diam aku pun lega dan mulai menonton TV dengan tenang.
Kami merasa lapar, dan memutuskan membuat mie untuk masing-masing, peduli amat dengan bertambah berat badan karena makan mie malam-malam.
"Giliran kamu yang merebus mie, Ra. Kemarin kan aku."
Rika menyodorkan lima buah indomie padaku, setelah menanyakan bahan tambahan apa saja untuk mie mereka, aku pun berangkat ke dapur.
Sedikit melamun, mulai kutuangkan bumbu mie ke dalam beberapa mangkuk berbeda, Rika selalu porsi jumbo ditambah telur dan cabe, wajar jika badannya sedikit berisi.
Pintu dapur terbuka, lalu tertutup.
Aku tak menoleh karena mengira itu salah satu temanku dan tetap sibuk mengaduk mie yang mulai mendidih di panci.
Dua tangan tiba-tiba memelukku dari belakang, mengalung erat di pinggang. Semerbak parfum beraroma cool serta merta menyerang indra penciuman.
Aku tentu saja kaget, dan refleks menoleh ke belakang. Sayangnya pemilik tangan itu malah menyandarkan kepalanya di pundakku.
"Empuk," bisiknya, pelan. Tangannya bergerak ke atas dan meremas dadaku.
"J-June, ap-apa ini? Ini agak–"
Kugeser badan untuk melepaskan diri dari pelukannya, June melonggarkan tangannya dari pinggangku lalu mengendikkan bahu.
"Mienya sudah empuk tuh, nanti kematangan kalo diaduk terus."
Bibirnya kembali sedikit mengerucut melihat wajah bengongku, seakan tak suka.
Dia kembali mengendikkan bahu dan dengan cuek membuka pintu kulkas, mengambil minuman dingin dan berjalan ke luar seakan tak ada apa-apa.
Ya Tuhan, apa tadi?
Kenapa June bersikap seperti itu? Kenapa aku merasa dalam bahaya?
Kulihat sekeliling dengan badan merinding, dari mana datangnya anak itu? Bukankah dia tidak di rumah? Apakah dia bukan June yang asli? Hantu?
Bergegas kuselesaikan pekerjaan dan membawa mie-mie itu di ruang tengah. Wajah Yui dan Irene bersinar seperti bulan purnama, dengan senyum terus terukir di bibir mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zero or Hero?
RomanceSiapa yang akan dipilih Ahra, Sehun yang kalem tapi perhatian dengan ketampanan luar biasa meski harus terjebak hubungan tanpa kepastian, atau June yang dikuasai Jeno, cowok posesif, ganteng, kaya raya dan selalu membutuhkan dirinya secara fisik dan...