Bab 17 : Upaya Pemantapan Hati

221 23 4
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

"Sebab, berteman dengan orang baiklah segala sikap, perilaku maupun lingkungan ikut berubah menjadi baik."

~ Assalamu'alaikum, Ya Ukhti ~
Epina Mardiana

🌹Jangan lupa Al-Kahfi, yaa🌹

🌻🌻🌻

Selepas pulang sekolah, Daffa ganti baju, cuci tangan kemudian makan siang yang sebelumnya sudah disiapkan Linda. Seperti biasa, pada siang hari orang tua Daffa sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Gilang berada di perusahaan sedangkan Linda di toko kue.

Daffa makan perlahan menikmati setiap masakan buatan Linda. Sesekali decakan kagum keluar dari bibir. Apalagi makanan favoritnya, perkedel. Ia bahkan tidak sadar menghabiskan perkedel setengah dari wadah tersebut.

Bukan hanya Daffa, melainkan Lia juga menyukai makanan berbahan kentang itu. Ia tersenyum tipis mengingat kepingan puzle bersama Lia.

"Kak Daffa kok ngeselin, sih! Itu kan punya Lia!" Jari telunjuk Lia mengarah ke perkedel di dalam mulut Daffa.

Orang yang di maksud Lia berlagak sok bingung sembari mengunyah perkedel tanpa rasa bersalah. "Loh? Bukannya Lia udah makan perkedel, ya? Kakak lihat, Lia banyak banget makannya. Berarti ini jatah Kakak, dong," ujar Daffa santai seraya melahap sisa potongan kecil perkedel di tangannya.

Wajah Lia memerah, matanya memanas, menandakan bom air mata siap meledak. "Huaa.. Bunda! Kak Daffa ngeselin! Masa perkedel Lia diambil!" Kedua kakinya berada di bawah meja berayun menendang ke udara. Isakan keluar bersamaan dengan ingusnya.

Daffa menahan tawa, ia berhasil mengerjai Lia hingga menangis. Linda baru saja keluar dari dapur sambil membawa piring berisi perkedel menggelengkan kepala melihat tingkah anaknya, terutama Daffa. Senang sekali mengerjai adiknya.

"Kak.." Daffa menoleh diiringi cengiran, menunjukkan deretan giginya ketika mendapat teguran Linda. "Bercanda, Bun," ujarnya terkekeh.

Linda duduk disebelah Lia, tersenyum lembut sembari mengusap rambut Lia. "Sayang, udah ya nangisnya. Lia masih bisa makan perkedel lagi, kok. Ini, Bunda goreng banyak."

Disela isak tangisnya, Lia mengusap ingus menggunakan telapak tangan kemudian ia tempelkan di lengan baju pendek Daffa yang memang tempat duduknya berada di samping Lia.

"Ih.. Lia! Jorok!" Daffa memekik kaget, mendadak jijik melihat ingus Lia di baju yang ia kenakan. "Bunda.." rengeknya pada Linda.

Bukannya membantu, Linda tertawa kecil melihat ulah Lia. Sedangkan Daffa memberenggut kesal, ia memegang ujung baju di bagian lengan kemudian mengusap kembali seolah memindahkan ingus di baju Lia.

Lia merengek, melakukan aksi yang sama seperti Daffa. Tak sampai disitu, mereka berdua kembali membuat keributan dengan cara menempelkan dari baju ke baju supaya ingus tidak menempel pada baju mereka masing-masing.

Terjadilah saling mentrasnfer ingus Lia yang entah sampai kapan aksi tersebut usai. Linda sendiri tidak memisahkan mereka, melainkan tertawa layaknya menonton acara komedi.

Senyuman itu tak pernah pudar mengingat kepingan demi kepingan memori bersama Lia. Tidak pernah terpikir kalau Lia akan pergi secepat itu, meninggalkan sejuta kenangan untuk Daffa, begitu juga kedua orang tuanya.

Helaan nafas terdengar lirih, perkedel di tangannya masih ia tatap seraya memutar balikkan berulang kali. Sesak rasanya ketika kenangan bersama Lia kembali terputar. Lebih sesak lagi mengingat jenazah Lia belum juga ditemukan, sampai sekarang. Dengan kata lain, hilang.

Assalamu'alaikum Ya UkhtiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang