Bab 28 : Akhir dari Setapak

121 11 3
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Jika mendapati seseorang memperlakukanmu tidak wajar, ber-tabayyun-lah. Jangan sampai perasaan lebih mendominasi daripada akal. Barangkali, ada sesuatu yang tidak kamu ketahui hingga membuat dia tak acuh padamu.

~ Assalamu'alaikum, Ya Ukhti ~
Epina Mardiana


🌻🌻🌻

Membayangkan betapa indah arti sebuah kehidupan jika tidak ada masalah datang menghampiri. Hanya ada kesenangan dan kebahagiaan, tanpa ada kesedihan maupun kedukaan. Nyatanya hidup tidak semudah itu. Harus ada perjuangan tidak biasa demi mendapatkan hidup seperti apa yang diinginkan.

Selama perjuangan dan usaha tidak keluar dari koridor syariat, percayalah bahwa Allah akan memberikan hasil memuaskan atas ikhtiar yang dilakukan. Pasti akan ada masa di mana sedih, senang, suka, duka, kecewa, bahkan hampir menyerah ketika ikhtiar tak kunjung membuahkan hasil. Namun, jika dilandasi niat karena Allah dan mengingat akan janji Allah, semua itu akan sirna seolah suatu hal biasa.

Begitupun dengan Syahla, tidak pernah menyerah melakukan sesuatu demi Maira kembali seperti dulu. Sudah dua minggu Maira masuk sekolah, akan tetapi sikap serta perilaku Maira tidak berubah sejak pertama bertemu. Syahla dibuat heran hingga bingung memikirkan cara apalagi supaya Maira mau mendengar penjelasannya.

"Udah dua minggu, tapi kamu masih aja diemin aku, Mai." Pandangan Syahla tertuju pada sebuah pigura kayu kecil berwarna cokelat pada tiap sisi, menampilkan dua sosok gadis mengenakan seragam putih biru, masing-masing memegang sebuah tongkat cahaya berwarna hitam sembari tersenyum lebar.

Foto itu diambil ketika Syahla dan Maira pertama kali menonton konser idola Korea di dalam kelas menggunakan laptop. Dengan adanya fakta bahwa mereka menyukai idola yang sama, Maira meminta Syahla membawa lightstick ke sekolah untuk menonton konser saat jam istirahat tiba. Demi mengabadikan momen penting, Syahla mengambil ponsel dari dalam tas, lantas memotret dirinya bersama Maira sembari memegang lightstick dengan wajah berseri.

Syahla rindu. Bukan merindukan aktivitas yang ia lakukan dulu, melainkan rindu akan harinya bersama Maira. Masa di mana ia bercanda tawa, bermain bersama, bergandengan tangan sambil bercengkerama begitu lama. Syahla sangat merindukan momen itu.

Tetapi, cara apa lagi supaya Maira mau mendengarkan penjelasannya? Bagaimana Syahla bisa mematahkan segala kesalahpahaman Maira?

Detik kemudian, kedua mata Syahla membulat sempurna. Sadar akan sesuatu, ia segera membuka laci meja dan menemukan secarik kertas tertulis alamat rumah seseorang. Senyum Syahla mengembang mengingat bagaimana perjuangan mendapatkan alamat ini. Syahla pun bingung, bagaimana ia bisa lupa tentang alamat ini.

Tanpa babibu, Syahla segera mengenakan jaket, membawa ponsel serta mengambil kunci motor terletak di nakas kemudian berjalan cepat menuruni anak tangga. Namun, langkah Syahla mendadak terhenti ketika Rizfan menghadang jalannya tepat di depan pintu keluar. Jantung Syahla hampir saja lompat, ia terkejut dengan hobi Rizfan yang suka sekali datang tiba-tiba. Refleks tangan Syahla memukul lengan Rizfan hingga membuat empu meringis.

"Kak Rizfan! Bisa nggak kalau datang tuh pakek salam dulu? Maraton jantung Syahla, mana udah malam lagi." Napas Syahla memburu rumahnya sepi. Ummi dan Abi tengah pergi keluar menghadiri acara yang berkaitan dengan perusahaan milik Abi Syahla. Sedangkan Rizfan, bukankah tadi bilang mau pergi ke rumah teman? Tetapi, kenapa masih di sini?

Assalamu'alaikum Ya UkhtiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang