Bab 23 : Bertemu Zahra

189 19 5
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Genggamlah. Jangan sampai terurai atau terlepas. Sebab, mendapati seseorang yang mengajak pada kebaikan dan mengingatkan tentang akhirat itu sulit. Maka, jika sudah berhasil menemukan, tarik dan genggam erat-erat tangannya.

~ Assalamu'alaikum, Ya Ukhti ~
Epina Mardiana

🌻🌻🌻

Syahla duduk termenung menatap lesu kursi kosong di sampingnya. Tidak ada sepatah kata keluar dari bibir melainkan hanya decakan sebal. Berulang kali kursi tersebut menjadi korban penganiayaan Syahla. Dipukul, ditendang bahkan dijungkirbalikkan tanpa takut jika kapan saja kaki kursi itu patah.

Siapa saja melihat pasti mengira Syahla tengah depresi atau lebih parah lagi mengalami gangguan kejiwaan. Padahal, saat ini ia tengah melampiaskan emosi menggebu dalam diri akibat ulah Maira. Kebiasaan Maira tidak masuk selama dua minggu dengan berjuta alasan lah yang menyebabkan Syahla seperti sakit jiwa.

Berjuta alasan Maira ternyata sekedar alibi semata untuk menutupi kebohongan atas kepergiannya ke luar negeri untuk menonton konser. Maira memberitahu Syahla secara mendadak lewat ponsel kalau ia akan berangkat pagi ini, sukses membuat tenggorokan Syahla layaknya gurun pasir. Kering nan panas karena berteriak kesal mendengar kata per kata Maira melalui ponsel. Sungguh, kalau saja Maira bukan sahabatnya, sudah dari dulu Syahla tendang Maira secara brutal ke gorong-gorong.

Mengingat Syahla dan Maira sudah kelas sembilan, pasti akan ada mata pelajaran tambahan untuk persiapan ujian kelulusan esok. Beberapa bulan lagi hari kelulusan tiba, mata pelajaran tambahan pun disiapkan, tetapi sangat disayangkan Maira masih saja sibuk dengan urusan diluar sekolah, terutama tidak pernah absen menonton konser idola Korea secara live, bahkan di luar negeri sekalipun.

Sebagai sahabat, Syahla bingung bagaimana cara memberitahu dan menasihati Maira si gadis keras kepala itu. Sudah berulang kali diperingatkan tetap saja keukeuh dengan pendiriannya. Akan terasa sulit bagi Syahla menasihati Maira untuk mengutamakan belajar daripada idola, karena Maira sudah terlalu over dalam kecintaan terhadap mereka.

“Selamat pagi semua!”

“Selamat pagi Buu!” jawab serentak murid kelas sembilan.

Buru-buru Syahla membenarkan letak kursi Maira supaya rapi dan nyaman dipandang guru. Tidak seperti tadi, posisi kursi Maira sangat mencengangkan. Terpelanting kemana-mana hingga terlihat jelas serpihan kayu terkelupas dari badan kursi. Bukan atlet karate, taekwondo, pencak silat ataupun wushu. Tapi kekuatan Syahla sungguh luar biasa.

“Syahla,” panggil Bu Sinar selaku wali kelas.

“Iya, Bu?” jawab Syahla setengah terkejut dan gugub ketika Bu Sinar menatapnya lekat.

“Maira nggak masuk lagi?”

“Ee ... itu ... anu—“

“Sakit perut, sakit kepala, demam, batuk, pilek, mag kambuh, muntaber, diare, kena air panas, izin kepentingan keluarga, atau ... ada alasan lagi selain yang Ibu sebutkan?”

Nah ‘kan, alarm gaswat darurat berbunyi nih. Bu Sinar aja sampai ingat alasan yang aku bikin gara-gara demi selamatin Maira biar nggak ketahuan nonton konser. Duh ... auto kebelet pipis ini mah.

Assalamu'alaikum Ya UkhtiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang