Bab 15 : Sekelebat Bayangan

235 23 2
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

"Keluarga merupakan harta paling berharga di dunia. Bahkan bisa menjadi harta berharga di akhirat. Bila di dunia dapat bersenang dan tertawa ria bersama, lalu kenapa di akhirat tidak demikian?"

~ Assalamu'alaikum, Ya Ukhti ~
Epina Mardiana

🌻🌻🌻

Suara khas alat penggorengan saling beradu terdengar di penjuru ruangan. Beberapa macam bumbu masakan masuk sempurna ke dalam wajan, menimbulkan aroma harum, membuat perut seakan tak sabar melahapnya.

Apron tergantung rapi di tubuh gadis berambut panjang, lengkap dengan seragam sekolah. Jadi, tidak perlu khawatir minyak ataupun noda masakan mengenai seragam putihnya.

Kedua tangan mungil lihai mempraktekkan alat penggorengan seolah kegiatan dapur sudah menjadi area pribadi. Padahal, ini adalah kali pertamanya ia menginjakkan kaki bahkan menyentuh dapur. Sungguh aneh tapi nyata, tidak pernah berkutat di dapur namun ahli dalam bidang memasak.

"Ya Allah! Non Lechia ngapain?!" Mbok Siti tercengang meneliti keadaan dapur mirip kapal pecah.

Yah, Lechia memang ahli dalam memasak namun sebaliknya tidak ahli dalam menata kembali bumbu masakan ke tempat semula.

Toples garam dan gula berserakan, campur aduk menjadi satu sampai sulit dibedakan. Bawang putih, bawang merah dan bumbu dapur lainnya menggelinding kesana kemari sampai di bawah kulkas.

Bahkan minyak goreng tadinya tertata rapi di samping kompor berubah menjadi obat pel, tumpah begitu saja membasahi lantai dapur. Kini lantai dapur tidak bisa dikatakan putih bersih bersinar karena ia sudah terkontaminasi minyak goreng yang berwarna kuning mengkilap.

Lechia tersenyum manis menyambut kedatangan Mbok Siti, menuntunnya duduk di ruang makan, kembali ke dapur melanjutkan aksi pertarungan bersama alat penggorengan.

Mbok Siti hanya bisa pasrah bergidik ngeri melihat pemandangan di depan. Pasalnya baru kemarin Mbok Siti membeli semua bahan-bahan itu. Dan kini, Mbok Siti harus bertabah hati membiarkan Lechia menggunakannya.

Menghabiskan semua bumbu dalam sekejap.

"Mbok, cobain nasi goreng buatan Lechia, dijamin enak." Lechia kembali dengan nasi goreng spesialnya yang sudah tersusun rapi, tidak melupakan garnish agar terlihat lebih cantik dan menarik.

Lechia meletakkan nasi goreng diatas meja pelan-pelan seperti sedang mengikuti acara lomba memasak.

Lechia sebagai peserta sedangkan Mbok Siti sebagai juri, Chef terkenal.

"Lechia yakin, pasti Mbok ketagihan sama nasi gorengnya," ujarnya antusias.

Jika dilihat dari penampilan terlihat menarik dan menggoda perut. Namun belum tentu rasanya semenarik tampilan. Bukan suudzon, hanya saja ini pertama kali Lechia perang antar penggorengan, sendiri tanpa ditemani Mbok Siti.

Perlahan namun pasti Mbok Siti mengambil sendok, menyuapkan nasi kedalam mulut. Kunyahan demi kunyahan ia nikmati antara rasa pedas, asin, manis dan.. enak.

Mbok Siti tersenyum lebar membuat Lechia pun ikut tersenyum. "Ini beneran Non yang masak?"

"Ya jelas dong, Mbok. Nggak lihat ini buktinya," Lechia mengangguk semangat seraya menunjukkan apron dan alat penggorengan tengah ia pegang.

"Gimana Mbok? Enak banget, kan?"

"Ini lebih dari enak, Non. MasyaaAllah, Non diajarin siapa bisa enak gini masakannya? Bukannya dari dulu Non nggak pernah mau main ke dapur? Mbok juga nggak pernah ngajarin Non masak, kan?" tanya Mbok Siti penasaran seraya melahap kembali nasi goreng Lechia.

Assalamu'alaikum Ya UkhtiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang