Bab 48 : Niat Tersembunyi

158 9 63
                                    

سْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم

Kita makhluk lemah. Tidak akan pernah bisa melakukan sesuatu tanpa bantuan Allah. Maka dari itu, jika penjagaan kita tidak sampai pada orang-orang tercinta, titipkan mereka kepada Allah. Zat yang maha melindungi dari sisi mana pun. Zat dengan sebaik-baik penjagaan dan perlindungan untuk orang-orang yang kita cintai.

Assalamualaikum Ya Ukhty
Epina Mardiana

🌻🌻🌻

Hai, hai👋🏻
Aku kembali membawa kelanjutan cerita AYU.

Pas lihat ada notif yang MasyaaAllah ... bikin aku kaget sekaligus terharu, comment udah tembus sesuai target, auto langsung update dong🤭

Terimakasih banyak atas support kalian untuk cerita AYU ya🌻

Oh, ya. Mulai sekarang aku akan kasih target untuk next part AYU ya. Karena vote dan comment kalian sangat berpengaruh buat aku sebagai penulis. Mood nya makin melonjak tinggi kalau kalian juga excited dengan target ini🥰

Target part selanjutnya vote 30 + comment 60🌻

____________

Handphone, tas selempang, dompet kecil, serta kunci mobil tergeletak asal di atas meja. Lechia terduduk lesu di karpet. Ia meletakkan kepala di atas meja, pandangannya pun tertuju pada rintik hujan awalnya hanya gemercik pelan, kini semakin lama semakin terdengar deras hingga semilir angin pun masuk melalui celah ventilasi. Kontan ia mendesis merasakan hawa dingin menyelusup tubuh.

Rencana pergi ke mall terpaksa tertunda melihat air hujan turun kian lebat dari sebelumnya. Sesekali ia berdecak, menghela napas, menggerutu, bahkan mengomel sendiri. Bagaimana tidak? Usai menunaikan salat Isya di rumah, ia langsung ganti pakaian serapi mungkin. Mulai dari mengenakan abaya, khimar lengkap dengan inner, handshock, dan satu lagi yang tidak kalah penting ialah kaos kaki.

Tetapi, baru saja keluar kamar ia mendengar suara guntur memekakkan telinga hingga membuatnya sedikit terhuyung ke belakang karena terkejut. Tidak lama setelah itu terdengar suara berisik menghantam atap rumah secara berkesinambungan dan ia sangat tahu suara itu. Hujan telah turun membasahi segala hal yang berada di muka bumi. Raut wajah awalnya terlihat sumringah kini mendadak masam. Tujuan membeli buku baru akhirnya tertunda dan kini ia hanya duduk seraya memandangi tetesan air hujan melalui jendela.

“Kucel banget mukanya.” Netra Lechia menatap malas ke arah Sam tengah menuruni anak tangga seraya membawa sebuah bingkisan. Entah sedang marah atau menikmati pemandangan indah di luar rumah, Lechia sama sekali tidak sadar jika Sam membawa sebuah barang.

“Kakak tanya kok diam aja? Masa orang ganteng kayak gini di kacangin, sih? Rugi dong.” Sam duduk di sofa tepat di belakang Lechia. Ia berdecak pelan, menggeleng memperhatikan kelakuan Lechia ketika marah. Tidak berubah, tetap sama ketika masih kecil.

Sedangkan Lechia acuh tak acuh. Arah pandangnya tetap di luar tidak ada minat sekalipun hanya menoleh ke belakang di mana Sam berada.

“Masih ada hari esok, Caca. Hujannya deras banget. Nggak mungkin nekat kesana, kan?” Mencoba memberi pengertian kepada Lechia yang memiliki sifat kekanak-kanakan, sungguh gampang-gampang susah menurutnya. Ada kalanya menurut dan ada kalanya semakin merajuk.

“Iya, tapi aku pengen jalan-jalan sama Kak Sam. Udah lama banget kita nggak keluar bareng, ke mall bareng, main bareng, atau liburan bareng. Sekalinya Ka Sam pulang ngajak jalan-jalan eh, malah hujan. Kesel tahu, nggak.”

Assalamu'alaikum Ya UkhtiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang