Aku bangun pukul lima pagi. Mimpi buruk yang menyergap malam membuat jantungku berderit kencang. Dadaku naik turun seiiring aku mengatur napas yang memburu. Aku merasakan sedikit peluh luruh dari pelipis.
Aku beranjak bangkit dari ranjang untuk berjalan ke dapur. Tenggorokanku luar biasa kering. Aku mengambil segelas air putih dan membawanya kembali ke kamar. Dan tepat ketika pintu kamar kembali tertutup, mataku menerawang.
Dahagaku hilang karena sudah meminum habis air yang ada di gelas genggamanku. Aku meletakkan gelas itu di atas nakas. Mataku jatuh ke sebuah benda pipih di sebelahnya. Aku menatap ponselku dengan tatapan sendu.
Aku menghitung segala kemungkinan yang ada. Bisa jadi Ayva terbangun tengah malam dan membalas semua pesanku dengan sebuah pesan yang dipenuhi amarah. Atau bisa jadi Ayva membalas pesanku bertubi-tubi seperti yang aku lakukan beberapa jam yang lalu. Atau bisa saja Ayva meneleponku balik tapi aku yang tertidur tidak dapat mengangkatnya.
Aku meneguk saliva. Takut-takut meraih ponsel yang tergeletak malas itu. Dan jantungku kembali berpacu ketika mendapati perkiraanku yang salah semua. Tidak ada balasan atau panggilan tidak terjawab sama sekali seperti yang aku harapkan sebelumnya.
Aku menggigit bibir kuat. Ayva benar-benar marah. Aku menjambak rambutku gemas. Saat ini aku sangat tertekan.
Lihatlah, bahkan setelah puluhan pesan yang aku tinggalkan tidak ada yang dibaca Ayva. Aku merancang sebuah rencana dalam kepalaku. Menenangkan hati untuk memikirkan jalan keluar dari masalah ini. Ayva masih tidur, Darrell.
Itu kalimat yang aku yakinkan pada diri sendiri. Mencoba untuk memaklumi keadaan. Aku tahu ini semua memang sepenuhnya salahku. Jadi aku harus memberikan sedikit ruang untuk Ayva.
Ada tiga hal yang harus aku lakukan hari ini. Pertama adalah berangkat kerja. Melakukan semua rutinitasku seperti biasa. Walaupun aku yakin bayangan wajah kekasihku akan terus menghantui sepanjang hari ini.
Kedua adalah pergi ke kantor Ayva nanti siang. Semoga saja Ayva mau menemuiku. Dan yang ketiga adalah meminta maaf dan meluruskan kesalah pahaman yang ada. Jika ketiga rencana itu berhasil aku rencanakan, aku yakin Ayva tidak akan marah lagi.
"Kamu kalau kerja yang benar, dong! Sudah berapa tahun bekerja di sini masih saja bisa salah!" beberapa jam kemudian aku sudah berkutat dengan urusan pekerjaan. Eric, asistenku yang malah menjadi batu pelampiasan siang ini. Aku membentak Eric ketika dia memberiku secangkir kopi yang lima menit lalu aku minta dibuatkan. Rasanya tidak enak.
"Tidak enak, Eric!" tidak seperti kopi buatan Ayva, batinku. Aku memijat pelipis. Eric yang sedang berdiri di hadapanku segera mengambil kembali cangkir yang masih penuh itu.
"Enak saja, kok, Pak. Padahal takarannya masih sama seperti biasa," Eric berkata seperti itu setelah menyesap kopi buatannya sendiri. Matanya mengerjap menatapku keheranan.
"Sudah berani melawan kamu?" aku melotot garang. Membuat Eric beringsut menjauhiku. Membawa pergi secangkir kopi yang kurasa sangat pahit itu. Aku melirik jam tangan, memeriksa waktu.
Sudah tiga jam berlalu sejak aku tiba di kantor. Tapi menit-menit berjalan terasa begitu lambat. Aku menggelengkan kepala samar. Berusaha kembali fokus, menyibukkan diri untuk membunuh waktu.
Satu jam lagi, Darrell. Satu jam lagi dan kamu bisa menemui wanitamu kembali. Tanganku kembali mengetik cepat. Semangatku benar-benar membara untuk segera bertemu dengan Ayva.
Ketika waktu itu tiba, aku langsung berdiri. Secepat mungkin meninggalkan ruangan. Membuat Eric kembali menatapku keheranan. Dia mengikutiku dari belakang.
"Bapak mau ke kantor Bu Ayva?" tanya Eric ketika kami sedang berada di dalam lift. Aku mengangguk tegas. Mataku lurus menatap tajam ke depan. Melihat pantulan bayangan samar di pintu lift yang telah tertutup rapat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setangkai Anggrek Bulan (Tamat)
Romance"Aku terlalu mencintainya hingga mengatakannya saja sudah sangat sulit sekali," itu yang dikatakan Darrell padaku dan ketika itu aku berusaha menutupi perasaanku darinya. Dilihat dari penampilan, aku, adalah seorang perempuan mandiri, dingin, dan se...