"Ayva, ponsel kamu bunyi, tuh," perkataan Genevieve membuat semua mata menoleh ke arah kami. Aku merogoh ponsel. Layar ponselku menampilkan informasi kontak Tian yang sedang menelponku.
"HAPPY BIRTHDAY, SAYANGKU!" belum sempat aku menyapa, Tian sudah berteriak nyaring di ujung sana. Latar tempat di belakangnya menunjukkan jika dia sedang berada di café. Aku meringis mendengar ucapannya.
"Sembarangan pakai sayang sayang!" aku menggerutu kesal. "Makasih, Tian!" lanjutku merubah raut wajah menjadi sangat manis untuk berterimakasih.
"Sama-sama, dong! Bagaimana, kuenya enak tidak? Maaf aku tidak bisa hadir di sana," suara Tian masih bersemangat. Aku yang bingung mengerutkan kening. Tian tidak ada di sini tapi kenapa dia bisa tahu jika ada kue?
"Eh, kaget, kan, dia. Itu kue hadiah ulang tahun dariku, okay? Aku menitipnya pada Darrell. Jadi jika kita bertemu nanti jangan serakah mau minta kado lagi!" Tian berseru bangga.
"Oh, aku baru tahu, Tian. Terimakasih kuenya. Ini kesukaan aku!" sumringah di wajahku tidak bisa tertahan. Sebenarnya aku tidak berencana untuk meminta hadiah apa pun. Tapi Tian sudah membuat kue ini. Aku benar-benar terharu.
"Ya, ampun. Aku terharu. Tapi terimakasih banyak, Tian," kataku kini dengan nada yang lebih lembut.
"Sama-sama, Va! Nikmati makan malamnya, ya! Sekali lagi maaf aku tidak bisa hadir. Bye!" setelah membalas ucapan pamit dari Tian aku menutup video call itu. Aku melihat sekeliling. Semua sudah menyelesaikan makanan mereka. Tapi mataku menangkap hal lain yang berbeda.
"Ini, untuk sahabatku," Gen menyodorkan sebuah kotak berukuran sedang berwarna putih yang dihiasi pita emas kecil di atasnya. Padahal daritadi aku tidak melihat Genevieve membawa apapun selain tas kecilnya. Sekali lagi aku terharu karena pemberian hadiah dari Genevieve.
"Aku buka sekarang, boleh?" mataku menampakkan binar permohonan untuk Genevieve.
"Tentu saja boleh, Va. Itu hadiahmu," ujar Genevieve mengiyakan. Dengan hati-hati aku membuka penutup kotak itu. Di dalam kotak itu aku bisa melihat beberapa benda yang tertata rapi. Aku melihat sebuah kartu ucapan, sebatang cokelat, setangkai bunga mawar putih yang dirangkai dengan indah, dan dua buah lilin beraroma bunga lavender yang menenangkan.
"Nyalakan lilinnya nanti agar kamu lebih rileks dan bisa membantu tidurmu lebih nyenyak lagi, Va," Genevieve menyeringai jahil. Dia sangat tahu jika akhir-akhir ini aku sering kelelahan. Seakan tidur yang cukup banyak tetap tidak bisa menutupi tubuhku yang terus menjerit lelah.
"Terimakasih, Gen," aku bisa merasakan mataku yang berair saking bahagianya. Aku memeluk Gen erat. Kemudian aku kembali menutup kotak itu.
"Ini untuk karyawan saya," sekarang giliran Pak Bima yang menyerahkan sebuah kotak yang dihias sama persis dengan yang diberi Gen. Bedanya adalah ukurannya yang lebih kecil.
"Ya, ampun, Pak. Saya jadi tidak enak. Sebenarnya tidak usah repot-repot begini, Pak. Tapi terimakasih banyak, Pak," aku menggaruk belakang leherku yang tidak gatal. Tanpa izin dari Pak Bima aku sudah membuka kotak itu perlahan. Terdapat sebuah buku jurnal berwarna putih. Aku tersenyum senang.
Pak Bima seakan tahu jika buku jurnal yang selama ini aku bawa ke mana-mana sudah mulai penuh isinya.
"Ini untukmu, Ayva. Maaf aku tidak membungkusnya rapi seperti yang lain," sekarang giliran Lylia yang menyodorkan sebuah bag mewah dengan tulisan Lyli di tengahnya. Aku tebak ini adalah salah satu karya tangan Lylia sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setangkai Anggrek Bulan (Tamat)
Romance"Aku terlalu mencintainya hingga mengatakannya saja sudah sangat sulit sekali," itu yang dikatakan Darrell padaku dan ketika itu aku berusaha menutupi perasaanku darinya. Dilihat dari penampilan, aku, adalah seorang perempuan mandiri, dingin, dan se...