Bab 23 | Undangan Makan Malam

76 7 0
                                    

Genevieve mematut jarinya pada permukaan meja tidak sabaran. Aku yang sedang fokus memeriksa beberapa hasil rapat yang telah berakhir lima belas menit lalu bergumam gelisah. Akhir-akhir ini aku menjadi lebih sering lelah dan kurang fokus. Kopi yang terkadang disediakan Gen juga tidak bisa membantu banyak.

Sebisa mungkin aku mencoba untuk mengabaikan rasa kantukku. Semakin rasa kantuk itu mengganggu, semakin banyak juga pekerjaan yang aku geluti. Berusaha menghapus rasa itu perlahan. Bahkan semalam aku menolak ajakan makan siang Darrell hari ini.

"Ikut aku, Gen!" satu kalimat perintah itu langsung dituruti Gen. Aku bangkit, melangkah terburu menuju ruangan Pak Bima. Genevieve mengetuk pintu disahut dengan suara Pak Bima dari dalam. Betapa terkejutnya aku ketika mendapati Pak Bima sedang tidak sendirian saat ini.

Atasanku itu sedang duduk di sofa ruangannya. Di hadapannya Pak Bima sedang menjamu Darrell dan Lylia. Aku melihat beberapa cangkir yang sudah habis setengahnya di meja. Menandakan jika mereka sudah cukup lama di sini.

"Maaf mengganggu waktunya, Pak. Saya bisa kembali setelah Bapak selesai," baru menginjakkan kaki saja aku berkata cepat sebelum Pak Bima membuka suara. Aku menghindari tatapan Darrell dengan gelisah.

"Tunggu, Ayva. Kamu boleh sampaikan hasil rapatnya sekarang. Saya tidak terganggu sama sekali," Pak Bima menghentikanku. Sialan, batinku.

"Tapi anda sedang kedatangan tamu, Pak," aku berkata dengan tegas.

"Don't mind them," kata Pak Bima cuek. Akhirnya aku mengalah karena mau tidak mau perintah atasan harus dituruti. Dengan dampingan Genevieve, aku menjelaskan hasil rapat pada Pak Bima di mejanya. Meski sayup-sayup suara Lylia yang terus mengoceh tetap terdengar.

Tapi yang lebih menganggu konsentrasiku adalah tatapan Darrell yang sejak aku menginjakkan kaki di ruangan ini tidak pernah lepas dariku. Aku yang memang menghindarinya belakangan ini malah gelisah. Beberapa kali ketika aku tidak sengaja menengok ke arahnya, pasti Darrell tengah memandangiku. Tatapan penuh tanya itu membuatku muak.

"Okay, saya mengerti. Kalian boleh kembali ke ruangan. Atau mau bergabung sebentar bersama kami?" sekitar dua puluh menit lebih aku menjelaskan hasil rapat pada Pak Bima. Satu dua pertanyaannya juga sudah kami jawab. Akhirnya Pak Bima mengajak kami untuk bergabung di sofa untuk sekedar bercengkrama dengan Darrell dan Lylia.

"Jika Pak Bima tidak keberatan saya akan bergabung," Genevieve berkata dengan santai. Dia tidak menggubris tatapan terkejutku karena setuju dengan ajakan Pak Bima. Malah Genevieve langsung mengambil tempat duduk di sebelah Pak Bima.

"Maaf, tapi saya harus permisi. Masih banyak pekerjaan yang harus saya urus. Selamat bersenang-senang," aku tersenyum datar. Keluar ruangan Pak Bima dengan mata yang sedikit berkunang-kunang. Tadi pagi aku kesiangan lagi untuk kesekian kalinya bulan ini. Tidak sempat membuat sarapan untuk mengejar waktu berangkat kerja.

Hingga sekarang pun perutku belum terisi apapun. Rapat mendadak yang diadakan divisi jalan dan jembatan membuatku dan Gen harus menggantikan Pak Bima yang sedang sibuk. Ketika Gen akhirnya mengajakku untuk makan siang, aku malah mengabaikannya karena masih mengurus beberapa hasil rapat yang akan disampaikan pada Pak Bima. Perutku menjerit kelaparan.

Ketika memiliki waktu luang seperti ini, aku memilih untuk merebahkan diri di sofa ruangan. Kakiku menggantung karena panjang sofa yang tidak sesuai dengan tinggi badan. Aku menutup mataku menggunakan kedua tangan. Menghalau sinar matahari yang masuk lewat jendela.

Tok, tok, tok.

Ketukan pintu membuatku teseret kembali dari mimpi. Aku menggerutu tertahan karena frustasi. Baru saja hendak terlelap, Genevieve sudah harus kembali dari ruangan Pak Bima. Yang lebih menjengkelkan adalah dia tidak langsung membuka pintunya sendiri.

Setangkai Anggrek Bulan (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang